Alhamdulillah, saya merasa bersyukur bisa mendapatkan kesempatan dan kemudahan untuk menunaikan ibadah haji. Ada sangat banyak catatan yang ingin saya share sebagai hikmah dan pelajaran berharga dalam kehidupan. Dalam kesempatan kali ini, saya ingin menukilkan terlebih dahulu berbagai hikmah dari ritual ibadah haji secara umum. Insyaallah kesempatan lain akan saya sharing pengalaman pribadi saat menunaikan haji.
Tulisan berikut ini saya nukilkan dari http://blog.its.ac.id/syafii/2009/07/17/hikmah-ibadah-haji/. Semoga bermanfaat.
Ibadah haji merupakan ibadah fisik, namun demikian banyak makna baik yang tersirat maupun yang tersurat yang bisa kita ambil dalam pelaksanaan ibadah haji tersebut. Sungguh sangat disayangkan jika kita dalam melaksanakan ibadah haji ini kita kehilangan hikmah atau pelajaran yang terkandung di dalamnya. Hanya capek dan lelah saja yang akan kita dapatkan jika kita tidak mampu mengambil hikmah dari perjalanan ibadah haji kita. Sungguh hanya perkerjaan yang sia-sia belaka.
Ada beberapa hikmah yang bisa kita petik dari ibadah haji kita antara lain:
1. Hikmah Ihram
Ihram memiliki pengertian “niat mulai mengerjakan ibadah haji atau umrah dan menjauhi segala larangan-larangan selama berihram”. Allah STW telah menetapkan beberapa larangan yang harus dipatuhi oleh jamaah haji selama berihram jika dilanggar maka ada konsekuensi yang harus kita terima jika dilanggar, yaitu dengan cara membayar Dam / Fidyah sesuai ketentuan syar’i.
Dengan berihram ini berarti kita telah berikrar dan bertekad untuk tidak melanggar larangan-larangan ihram seperti memotong/ mencukur rambut, memotong pepohonan di Tanah Suci atau memakai pakaian berjahit. Padahal kesemuanya itu hal biasa dalam keseharian, bahkan kita disunahkan memotong kuku atau rambut untuk kebersihan kita, tetapi dalam kondisi berihram semuanya itu adalah dilarang.
Apa hikmah yang bisa kita petik dari semuanya itu. Ini semua menunjukkan sikap kepatuhan dan ketaatan kita kepada Allah SWT. Hal ini juga wujud dari ikrar syahadat kita bahwa Tidak ada Tuhan yang yang patut disembah selain Allah SWT. Ketaatan kita kepada-Nya adalah mutlak, tanpa adanya pengecualian. Dialah Sang Pencipta, Yang Berkuasa atas segala sesuatu, Apapun yang telah ditetapkan-Nya adalah ketentuan yang mutlak berlaku, kita hanya hamba yang dhaif, lemah.
Jamaah haji tidak boleh meremehkan larangan-larangan ihram ini, meskipun konsekuensi melanggar larangan ihram itu tidak seberapa berat, tetapi bukan itu esensinya. Kepatuhan dan ketaatan kitalah yang sedang diuji, untuk tidak melanggar larangan-larangan ihram dalam berihram ini. Semakin kita tidak melanggar larangan-larangan ihram ini adalah hal terbaik yang harus kita laksanakan selama menjalankan ibadah haji, hal ini menunjukkan tingkat ketaatan kita kepada Allah SWT. Semoga ketaatan kita ini dapat mengantarkan kita memperoleh haji mabrur.
Dalam berihram, kita hanya memakai dua helai kain saja tanpa berjahit, disunnahkan kain yang putih bersih. Hal ini menunjukkan kita semua dihadapan Allah SWT adalah sama, tidak ada yang berpakaian mewah, semua pakaian yang gemerlap, pangkat dan jabatan harus ditanggalkan. Yang tertinggal adalah ketaqwaan kita yang menjadi bekal kita dalam memenuhi panggilan Allah SWT ini, karena sebaik-baiknya bekal adalah bekal taqwa.
Dalam memenuhi panggilan Allah SWT ini, diharapkan dengan hati yang bersih, seputih bersih kain ihram itu sendiri, tidak ada kesombongan, karena kesombongan hanyalah milik Allah SWT semata.
2. Hikmah Thawaf
Thawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebayak tujuh kali putaran dimulai dan diakhiri dari Rukun Hajar Aswad, sedangkan ka’bah berada disebelah kiri. Ka’bah adalah pusat/ kiblat ibadah umat islam. Disinilah, di Baitullah ini kita menjadi tamu Allah SWT. Thawaf merupakan sarana pertemuan kita sebagai tamu dengan Sang Khaliq, dengan mengelilingi ka’bah disertai dengan dzikir dan berdoa dengan khusyuk.
Ka’bah menjadi pusaran dan pusat peribadatan kita ke hadirat Allah SWT, karena thawaf identik dengan sholat dimana kita berkomunikasi secara langsung dengan Allah SWT. Putaran thawaf sebanyak 7 kali merefleksikan rotasi bumi terhadap matahari yang menandai putaran terjadinya kisaran waktu, siang dan malam, yang menunjukkan waktu, hari, bulan dan tahun. Subhanallah, inilah kebesaran Allah SWT, semuanya bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi sudah menjadi Sunatullah. Tidak ada kejadian di muka bumi ini yang terjadi secara kebetulan melainkan sudah direncanakan Allah SWT. Dan semuanya berjalan sesuai denang ukurannya masing-masing.
3. Hikmah Sa’i
Sa’i berarti “usaha”, sa’i adalah perjalanan dari Shafa ke Marwah dan sebaliknya sebanyak 7 kali perjalanan. Ibadah sa’i ini merupakan ajaran dari Siti Hajar ketika mondar-mandir antara Bukit Shafa dan Bukit Marwah untuk mencari air karena Nabi Ismail AS menangis kehausan, padahal jarak antara Shafa dan Marwah sekitar 425 m.
Kisah ini menunjukkan betapa besarnya cinta kasih seorang ibu kepada anaknya, begitu kuat usaha yang dilakukannya untuk mendapatkan setetes air untuk menghilangkan dahaga anaknya. Hikmah yang bisa kita ambil dari kisah tersebut adalah usaha yang dilakukan secara terus-menerus tanpa kenal lelah serta tawakal untuk meraih suatu tujuan, meskipun pada akhirnya hanyalah Allah SWT yang menentukan hasil dari jerih payah kita.
Kenyataannya yang menemukan sumber mata air di tanah yang kering dan tandus tersebut adalah putranya sendiri, Nabi Ismail AS, yang dikenal dengan sumur air zam-zam. Air Zam-zam inilah yang pada akhirnya menghidupi masyarakat sekitar Makkah selama ribuan tahun dan sumur ini tidak pernah kering sampai saat ini, meskipun berjuta-juta galon telah diambil untuk keperluan jamaah haji, Subhanallah… nikmat mana yang kamu ingkari ?
4. Hikmah Tahalul
Tahallul merupakan perbuatan untuk melepaskan diri dari larangan-larangan ihram selama berihram, dilakukan dengan cara bercukur. Bercukur mengandung makna membersihan diri, membersihkan segala pikiran-pikiran kotor yang tidak bermanfaat. Bersihkan hati dan pikiran untuk menapaki kehidupan yang lebih baik menuju kepada keridhaan Allah SWT.
5. Hikmah Wukuf
Wukuf berarti “berhenti”, merupakan Rukun ibadah haji, tidak ada haji jika tidak wukuf di Arofah. Wukuf di padang Arofah merupakan gambaran kelak kita akan dikumpulkan Allah SWT di Padang Mahsyar pada Hari Kebangkitan. Pada saat wukuf ini, kita akan merasa dalam suasana yang tenang, tentram, seluruh jamaah haji dari berbagai penjuru dunia berkumpul, bermunajat ke hadirat Allah SWT, Sang Pencipta. Semuanya berdzikir, bertafakur, ada yang menangis memohon ampunan, bertobat atas segala dosa dan kesalahan. Sesungguhnya Adalah sebaik-baiknya Penerima Taubat Hamba-Nya.
Dalam Wukuf ini Allah akan membebaskan dan mengampuni dosa-dosa orang-orang yang sedang wukuf sebesar apapun dosanya, seperti disebutkan dalam hadits riwayat Muslim, Nabi SAW bersabda: “Aku berlindung kepada Allah SWT dari godaan syetan yang terkutuk. Tiada hari yang lebih banyak Allah membebaskan seorang hamba dari neraka selain Hari Arofah.”
Nabi SAW wukuf di Arofah, di saat matahari hampir terbenam; Beliau berkata; “Wahai Bilal suruhlah umat manusia mendengarkan saya.” Maka Bilal pun berdiri seraya berkata, “Dengarkanlah Rasulullah SAW,” maka mereka mendengarkan.
Nabi SAW bersabda; ”Wahai umat manusia, baru saja Jibril a.s. datang kepadaku, maka dia membacakan salam dari Tuhanku, dan dia mengatakan; “Sungguh Allah SWT mengampuni dosa-dosa orang-orang yang berwukuf di Arofah, dan orang-orang yang bermalam di Masy’aril Haram (Muzdalifah), dan menjamin membebaskan mereka dari tuntutan balasan dan dosa-dosa mereka”.
Umar bin Khattab berdiri dan bertanya, “Ya, Rasulullah, apakah ini khusus untuk kita saja?” Rasulullah menjawab: “ini untukmu dan orang-orang sesudahmu hingga hari kiamat kelak”. Umar r.a. pun lalu berkata, “Kebaikan Allah sungguh banyak dan Dia Maha Pemurah.”
6. Hikmah Mabit di Muzdalifah
Setelah terbenam matahari wukuf telah berakhir, jamaah haji berangkat menuju Muzdalifah untuk bermalam dan beristirahat, mengumpulkan tenaga kembali guna melanjutkan melontar jumrah di Mina. Disunnahkan di Muzdalifah ini jamaah haji mencari kerikil untuk melontar jumrah. Selama mabit di Muzdalifah ini disunnahkan memperbanyak dzikir dan berdoa. Setelah lewat tengah malam, jamaah haji akan berangkat menuju Mina untuk mabit dan melantar jumrah pada tanggal 10, 11, 12, 13, Dzulhijjah.
Hikmah Mabit di Muzdalifah ini, kita mempersiapkan diri baik tenaga maupun perbekalan dan senjata (lambang kerikil) untuk melawan musuh manusia yang nyata yaitu setan. Kerikil-kerikil tersebut nantinya dipergunakan untuk melontar jumrah yang melambangkan perang melawan setan. Setan selalu menjerumuskan manusia ke dalam api neraka karena itu tidak ada ruang lagi bagi setan.
7. Hikmah Mabit di Mina
Mabit di mina ini dilaksanakan selama 4 hari mulai tanggal 10, 11, 12, 13, Dzulhijjah. Selama mabit ini jamaah haji akan melaksanakan melontar jumrah Ula, Wustha dan Aqobah. Mabit ini merupakan peninggalan ajaran Nabi Ibrahim A.S. ketika diperintahkan Allah SWT untuk menyembelih putranya Nabi Ismail A.S. Dalam perjalanan menjalankan perintah Allah inilah Nabi Ibrahim mendapat godaan terus-menerus dari syaitan agar mengurungkan niatnya untuk menyembelih putra kesayangannya, tetapi Nabi Ibrahim A.S. tetap istiqomah menjalankan perintah Allah SWT ini dan melempari setan tersebut dengan batu kerikil.
Makna melontar jumrah adalah perang kita terhadap musuh yang paling nyata bagi manusia yaitu setan, karena setan tidak pernah lengah untuk menggoda manusia agar terjerumus kedalam api neraka. Disamping itu selama mabit ini kita disunahkan untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berdzikir dan berdoa serta memperbanyak ibadah.
No comments:
Post a Comment