Catatan harian Timika, 12 juni 2011
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, berada di belahan
Indonesia Timur, di bumi Papua, setelah menempuh 4 jam perjalanan..
Beberapa ibu menjemput kami, diantaranya bu Witri istri pak
Joko. Juga beberapa rekan yang konon hampir semua pernah tinggal di Jogja.
“ Ini plat AB semuanya...” kata bu Witri.
Bandara Papua sudah direnovasi dan mulai dipergunakan sejak
tahun 2009. Sebelumnya konon lebih mirip kandang sapi lantaran bangunannya dari
kayu. Sekarang bangunan lama tetap dipergunakan untuk gudang kargo. Walaupun sudah dibangun dan diperluas, kurasakan masih sempit
juga. Kami berdesakan mengantri untuk mengambil bagasi. Aku sempatkan ke
toilet, luar biasa bahwa kutemukan toilet dalam kedaan yang relatif bersih. Beberapa tulisan dan simbol menandakan bahwa ada kontribusi
PT Freeport dalam pembangunan bandara.
Kami mampir untuk menikmati sarapan di sebuah warung coto
makassar yang baru setengah buka. Baru setengah buka, karena terlalu pagi kami
mampir, sehingga kami harus menanti untuk beberapa saat sebelum pemiliknya siap
untuk menghidangkan. Bagiku itu juga menguntungkan. Pasalnya sejak semalam aku
terkena diare. Entah makanan mana yang membuat masalah di perutku. Mungkin menu
rawon dan sambal di bandara Jogja atau entah apa. Sampai pagi itu dudah 7 kali
menguras perut. Penantian kami terbayar dengan coto
makassar yang enak. Kami makan dengan ketupat. Aku habis 2 bungkus ketupat. Hmm
sambutan yang hangat dari ikhwah Timika.
Kami menuju hotel Serayu. Konon
dulunya adalah hotel tertua, terbagus dan terbesar di Timika. Kalau sekarang
sudah ada hotel-hotel yang lebih besar. Hotel Serayu milik simpatisan dermawan...
banyak tamu teman-teman yang mendapat fasilitas menginap gratis di hotel ini.
Subhanallah semoga pahala mengalir untuk pemilik hotel ini.
Kamar 707 tempat kami menginap,
persis di belakang meeting room tempat acara talk show parenting Ahad pagi yang
akan kami isi. Kamarnya cukup nyaman. Kalau di kota lain mungkin setara dengan
kelas melati. Tidak tahu apa kelasnya di sini. Ada tempat tidur double bed,
almari dan 2 meja. Satu kursi baca, satu kursi kerja. Televisi sharp flat 32
inc. Ac dan keran mandi shower air
panas-dingin. Kami merasa nyaman beristirahat menebus ngantuk dan kepenatan. Maklum,
transit 4 jam di bandara Ngurah Rai Denpasar, aku hanya dapat memejamkan mata 1
jam. Selebihnya bolak-balik menguras isi perut di kamar mandi.
Siang ini kami mengisi acara
pelatihan samara untuk yang sudah berkeluarga dan yang lajang. Semua jenjang
dan semua usia diundang. Bahkan anak remaja, anak SD , TK dan bayi-bayi ikut
hadir. Ruang aula atas SDIT Permata Papua yang cukup luas, penuh hadirin sampai
kekurangan kursi. Acara mengalir lancar, kami berdialog
hingga lewat waktu ashar. Sore itu kami kembali ke hotel. Suamiku akan mengisi
tabligh akbar di masjid Baitussalam antara maghrib dan isya. SDIT Permata papua terletak satu
komplek dengan TKIT dan sedang merencanakan untuk membangun SMPIT. Lokasinya
cukup memadai dengan halaman yang luas. Entah nanti jika bertambah dengan SMPIT,
apakah akan masih nampak luas.
Kami hadir di Timika untuk mengisi
rangkain acara wisuda dan tutup tahun TKIT.
Luar biasa bukan, acara tutup tahun
TKIT menghadirkan kami jauh-jauh dari Jogja.
Malam Ahad kami makan di rumah makan
sea food. Menunya andalannya adalah kepiting masak asam manis. Kepitingnya
sungguh besar. Satu kepiting sampai memenuhi satu nampan ukuran sedang.kuperkirakan
diameter cangkangnya ada lebih dari 25 cm. Orang setempat menyebutnya karaka.
Rasanya sungguh gurih dan nikmat. Kami menggunakan tang khusus untuk membuka
cangkang kaki dan capitnya. Selain itu juga dihisdangkan ikan bakar yang cukup
besar serta udang bakar yang tidak kalah sedap. Sayangnya aku alergi udang sehingga
hanya berani makan sedikit. Cah kangkung juga enak. Wah aku sampai nambah dan
lupa dengan urusan diareku. Tadi pagi bu Witri yang mengetahui aku diare,
segera mengirim antangin jrg dan diapet. Pagi kuminum dan setelahnya alhamdulillah
sudah mampat. Jadi aku bisa makan dengan lebih nikmat.
Ahad pagi acara parenting school
mulai jam 10-12 wit. Alhamdulillah peserta penuh sampai kursi kurang dan harus
pinjam dari kursi kantor hotel. Semua berjalan lancar dan sukses. Semoga bisa
memberi kontribusi bagi para orang tua dan tentu juga bagi kami sendiri.
Diakhir kulihat banyak yang menitikkan air mata ketika kami mengajak untuk membayangkan
anak-anak mereka, jika Allah mengambilnya saat ini dan kita merasa belum bisa
memberikan yang terbaik. Masih ada waktu...sehingga kita semua sebagai orang
tua, segera bertaubat dan memperbaiki cara kita dalam merawat, mengasuh dan
mendidik anak-anak kita. Semoga kami juga dikuatkan, amin.
Siang itu setelah puas berfoto
bersama, kami beramai-ramai makan bersama di RM Pangkep. Menunya konro bakar
yang lezat. Namun karena datangnya keroyokan, kami harus menanti cukup lama
menunggu masakan siap. Kasihan anak-anak yang sudah cukup lapar...ada yang
karena kelamaan menunggu, memilih makan nasi kecap yang sudah terhidang. Namun penantian itu terbayar dengan
sop soudara dan konro yang lezat...aku nambah lagi. Wah kalau kelamaan di Papua,
program dietku bisa bubar.
Setelah ashar kami diantar ikhwah,
pak Rohmin, untuk mengujungi lokasi pembuangan tailing PT Freeport. Mula-mula
kami mengunjungi kawasan konservasi dan biodiversity yang dikelola oleh pak
Rohmin. Pak Rohmin adalah kepala LAB penelitian berbagai hal tentang limbah. Di lokasi itu, lahan tailing dipakai
untuk menanan aneka tanaman, untuk membuat kolam ikan, hasilnya dipanen dan diteliti,
Apakah ada kandungan kimia akibat proses penambangan dan pengolahan.
Lalu kami menuju Kuala Kencana.
Perjalanan melalui tepi aliran sungai tailing yang lama. Aku ingat kali Gendol
di lereng merapi pasca erupsi. Luas dan hanya berisi pasir dan batu kerikil.
Bedanya di kali gendol ada juga batu besar yang ikut hanyut, dan lahan penduduk
di kiri kanan sungai gosong terbakar lahar atau wedhus gembel. Kalau disini,
sudah hijau. Sekarang aliran sungai tailing sudah digeser sejauh 1 km menjauhi
kota Timika. Sedang dibangun tanggul yang terus ditinggikan untuk menjaga agar
aliran sungai berjalan seperti yang dikehendaki hingga ke muara. Dalam
perkiraanku, aliran sungai limbah ini sekitar (72-38) x 1,6 km...berapa coba
hitung sendiri. Sekitar 53 km menuju
muara...wah jauh juga ya.
Mengapa aliran dipindah agak menjauh,
karena dalam proses pengolahan hasil tambang tailing ini masih mengandung
banyak logam berat. Dan juga zat kimia. Jika terlalu dekat dengan pemukiman,
dikhawatirkan akan mencemari air tanah sedangkan belum cukup tersaring dengan
sempurna oleh tanah. Hujan yang setiap hari mengguyur Timika,
sangat membantu untuk menumbuhkan dan menyuburkan lahan. Juga meluruhkan debu2
tailing. Konon curah hujan di Timika 3m pertahun. Artinya lebih banyak berlipat
dari kota Bogor. Mungkin Timika juga layak diberi julukan kota hujan. Alhamdulillah
tidak ada banjir karena daya resap tailing sangat tinggi.
Kuala Kencana adalah kota di tengah
hutan. Kota yang rapi dan bersih, dengan jalan yang mulus dan lebar, dengan
berbagai fasilitasnya. Ada supermarket hero, ada kolam renang, fitness center
dan beberapa hiburan. Penduduk distriknya hanya ada beberapa RW. rw 1 dan 2 murni hanya untuk karyawan PT Freeport.
Rw 3-7 sudah sebagian menjadi hak milik karyawan, ada juga yang sudah dijual ke
fihak lain. Ada sekolah Internasional untuk anak-anak bule . Konon itu kawasan
bule, hanya anak bule yang boleh bersekolah dan memasuki kompleks tersebut.
Disini orang tertib berlalu lintas. Kami
harus selalu memakai seatbelt. Jika ketahuan tidak mengenakan, bisa kena denda.
Kami mengunjungi masjid Baiturahim, melewati air mancur di pusat kota dan juga
melewati gereja Betlehem. Puas berkeliling, kami kembali ke
hotel. Malam ini sebagaimana kemarin, suamiku kembali mengisi tabligh di
masjid. Aku menanti dengan menulis cerita ini. Sebentar lagi kami diundang
makan malam ke rumah teman di Kuala kencana. Jadi kusudahi tulisan ini.
O ya ada yang menarik tetang Papua ini yang berbeda dengan di
Jawa. Makan sirih pinang. Orang sini suka mengunyah pinang sirih! Banyak juga
yang berjualan di pinggir jalan, buah pinang warna hijau. Aku ikut membeli tapi
tak berani mengunyah. Hasil kunyahan menjadi ludah warna merah yang mengandung
antiseptik. Layaknya orang sikat gigilah. Efek sampingnya, ludahan pinang sirih
warna merah ini ada dimana-mana. Di trotoar atau dan juga di tembok-tembok. Huaaa.
Ini malam ke dua atau juga malam terakhir kami di Papua pada
kesematan kali ini, besok pagi jam 7.30 kami akan terbang ke Jayapura, untuk
kegiatan yang lain. Semoga semua berjalan lancar. Amin.
sirih pinang, merah dimana-mana kirain darah. halah gak tahunya (maaf) orang ngeludah habis nyirih. heran yee, gak laki gak perempuan, gak muda gak tua pada nyirih semua disana. kalau di jawa kan yg mbah2 :D
ReplyDeletengakak sendiri waktu di bandara, ngamatin gak mbak? sampai ada cantelan khusus isi tas platik bersih, tulisannya "tempat meludah sirih pinang' eheheh, pengelola bandara aja sampai bingung yaa mengatasi itu merah2 pada bececeran kemana-mana (sayang gak sempat kefoto)
Iya bu Muktia, di hotel juga ada peringatan : dilarang meludah...stok foto saya yang belum ketemu...sudah ubek-ubek komputer...
ReplyDelete