Pages

Saturday, December 31, 2011

Yang Kualami di Tanah Suci (14) Arafah, Subhanallah !


Oleh : Ida Nur Laila

Pagi sekitar jam 6, sampai juga kami di Arafah.  Jarak Mina dan Arafah tidak terlalu jauh, namun kemacetan dan lambatnya perjalanan yang membuat kami menempuh jarak pendek tersebut dalam waktu yang lama. Kami sholat shubuh di bus karena khawatir kesiangan jika sampai di Arafah.
Lokasi padang Arafah, kurang lebih sekitar 26 km sebelah tenggara kota Mekah. “Kehidupan” di Arafah hanya tampak pada tanggal 9 Dzulhijah. Selebihnya, Arafah adalah daerah tak berpenghuni. Di luar waktu wukuf, Arafah tidak lagi menjadi daerah sakral dan mustajab. Sebaliknya, pada waktu wukuf itulah Arafah menjadi daerah yang begitu sakral.
Memasuki lokasi maktab 114 saat sarapan pagi, kami langsung mengantri makan dan mengantri toilet. Toilet di Arafah hanya 1 area untuk seluruh jama’ah di maktab. Jadi rasionya luar biasa. Mungkin 1: 150 0rang.
Tidak apa, pandai-pandai saja mencari celah waktu yang tidak terlalu padat karena prosesnya harus dijalani.

Wukuf adalah kegiatan utama dalam ibadah haji. Bahkan, inti ibadah haji adalah wukuf di Padang Arafah. Wukuf artinya hadir dan berada di Arafah pada waktu tertentu antara waktu dzuhur dan ashar. Bila dalam rangkaian kegiatan haji jama’ah tidak dapat melaksanakan wukuf dengan baik, maka tidak sah ibadah hajinya. Wukuf dilaksanakan hanya pada satu hari (siang hari) pada tanggal 9 Dzulhijjah. Di daerah terbuka yang gersang tanpa bangunan inilah, lebih dari tiga juta umat Islam dari berbagai pelosok dunia selalu berkumpul tiap tahunnya bersimpuh berdoa melaksanakan wukuf.Kadang ada yang menyebut wukuf sebagai konferensi terbesar umat Idlam sedunia.
Secara fisik, wukuf Arafah adalah puncak berkumpulnya seluruh jamaah, yang berjumlah jutaan, dari penjuru dunia dalam waktu bersamaan. Secara amaliah, wukuf Arafah mencerminkan puncak penyempurnaan haji.
Di Arafah inilah Rasulullah menyampaikan khutbahnya yang terkenal dengan nama khutbah wada’ atau khutbah perpisahan, karena tak lama setelah menyampaikan khutbah itu beliaupun wafat. Di saat itu, ayat Al-Qur’an, surat al-Maa’idah ayat 3 turun sebagai pernyataan telah sempurna dan lengkapnya ajaran Islam yang disampaikan Allah SWT melalui Muhammad saw.
Firman Allah SWT : “..Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu….” (Al-Maa’idah:3).

Arafah merupakan gambaran padang Mahsyar, yang nantinya semua makhluk dikumpulkan  di sana sebelum melangkah ke surga atau neraka. Kehadiran di Arafah memberi arti dan nuansa akhirat dengan Mahsyarnya, sekaligus merenunginya untuk bersiap-siap menghadapi hal itu. Arafah juga merupakan tempat bertemunya Adam dan Hawa setelah beratus tahun saling mencari di muka bumi.
Pada masa lalu, mungkin lebih mudah membayangkan padang Arafah sebagai padang mahsyar, lantaran panas dan tandusnya. Namun sekarang Arafah lebih hijau dengan adanya pohon Sukarno. Dinamakan pohon Sukarno, semata sebagai penghargaan bangsa Arab kepada Presiden Republik Indonesia yang pertama, Sukarno.
Sukarno-lah yang menggagas penghijauan di Padang Arafah. Konon, Sukarno pula yang memilihkan jenis tanaman, hingga menyiapkan sebuah tim penghijauan Arafah. Gagasan Sukarno berhasil. Padang tandus dengan permukaan batu cadas nan gersang, berhasil dihijaukan. Raja Fahd (ketika itu), sangat berterima kasih, dan mengabadikan nama “Pohon Sukarno” untuk pohon-pohon yang sekarang menghijaukan areal Arafah seluas kurang lebih 5,5 km X 3,5 km atau setara 19,25 km persegi.
Hingga kini, orang masih banyak yang bertanya-tanya ihwal jenis pohon yang dinamakan “Pohon Sukarno” itu.
Ada sejumlah nama pohon yang sering disebut  orang. Di Indonesia, jenis pohon yang ditanam di Arafah itu dinamakan pohon imba. Selain daunnya berkhasiat untuk mengobati diare, lebih dari itu jenis pohon ini sangat tahan hidup di daerah tandus, bahkan dalam suhu udara yang panas ekstrim.
Sumber lain menyebut nama pohon mindi sebagai “pohon Sukarno” di Arafah. Jenis pohon mindi ini bisa hidup di tanah berpasir, tandus, gersang… dan sangat tahan meski kekurangan air. Daunnya diyakini berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit. Sekalipun begitu, dahan dan rantingnya sangat mudah patah. Sangat mungkin, pohon imba dan pohon mindi itu sama. Setidaknya, berasal dari rumpun pepohonan yang sejenis.
Yang pasti, dengan gagasan penghijauan Arafah, kini areal itu menjadi lebih hijau. . Dipotret dari udara, tampak petak-petak hijau dengan aneka bentuk tenda perkemahan jemaah haji, disekat oleh jalur jalan beraspal mulus.
Kembali tentang perjalanan wukuf kami.
Sejak dari tanah air, suamiku telah berpesan agar aku mempersiapkan betul saat wukuf tersebut. Yakni mulai dari sholat dzuhur berjamaah, khothbah wukuf hingga waktu lewat ashar menjelang matahari terbenam, saat meninggalkan Arafah.
Persiapan fisik, agar waktu tersebut dalam keadaan kesehatan yang prima. Persiapan ruhiyah dengan banyak berdo’a, ibadah dan tilawah. Sehingga saat wukuf dalam keadaan kematangan dan kesiapan ruhiyah. Persiapan teknis dengan sudah bebas dari masalah makan dan toilet. Jadi waktu pendek sekitar 3-4 jam yang berharga itu tidak justru dihabiskan dengan mengantri makan atau mengantri toilet.
Persiapan lain yang tidak kalah penting adalah do’a apa saja yang akan kita panjatkan. Maka sebelumnya membuat catatan siapa saja yang akan kita doakan dan do’a apa saja yang akan dipanjatkan.
Maka saya lakukan semua persiapan itu. sejak keberangkatan di pesawat, saya sudah menggenjot tilawah secara kuantitas maupun kualitas. Banyak berdo’a agar dimudahkan semua proses ibadah. Minum suplemen dan menjaga kesehatan agar fit saat wukuf. Sejak jam 10.30 sudah mengantri toilet berwudhu dan menguras isi perut dan kandung kemih. Makan siang, apapun yang bisa dimakan sehingga saat nanti jam makan siang, tidak perlu makan lagi. Aku melahap pisang dan roti sebelum dhuhur.
Catatan pribadi nama-nama dan doa titipan sudah kusiapkan. Alhamdulillah, Allah memudahkan kami mempersiapkani saat wukuf itu.
Saat adzan dhuhur semua jamaah sudah bersiap dalam shof sholat di tenda. Ust Dr. Mushlih Abdulkarim memiliki cara khas untuk menyiapkan jamaah sholat. Setiap 30 menit sebelum waktu sholat, beliau membaca kalimat :
“Subhanallah...walhamdulillah...walaailahaillallah...wallahu akbar..”
Sejak di Syauqiyah semua faham bahwa artinya 30 menit lagi sholat jamaah akan dimulai.  Demikian pula saat  di tenda Arafah.
Shof sholat diatur dengan menyingkirkan kasur-kasur. Kami sholat dhuhur dengan barisan yang rapi. Dilanjutkan dengan sholat ‘ashar, jamak. Setelah itu khotbah wukuf disampaikan Dr. Mushlih. Khotbahnya sangat sederhana dan mengena. Kami sudah meneteskan air mata mendengar khotbahnya. Apalagi saat mendapat renungan dan membaca do’a-do’a secara terpimpim. Rasanya seperti mencuci jiwa dan raga dalam lautan puji-pujian pada Allah, dengan do’a, permohonan, penyesalan, harapan dan air mata. Waktu yang luar biasa.
Jam 14, Jamaah dipersilahkan makan siang dan melanjutkan doa pribadi atau bersama keluarga. Aku memilih tidak makan siang dan melanjutkan semua doa yang telah kupersiapkan. Dengan mata terpejam asyik masyuk, kurasakan sebuah dunia tersendiri. Seolah aku tercerabut dari semua kesibukan orang yang hilir mudik, mengantri makan dan sebagainya.
Aku tidak pedulikan suara-suara apapun. Aku hanya peduli dengan urusan semua permohonan dan taubatku pada Allah.
Rasanya sayang menyia-nyiakan saat terbaik dalam hidupku, yang aku tidak tahu apakah berkesempatan mengulangnya di lain waktu. Maka aku tidak peduli dengan aktivitas orang lain. Ada yang bersenda gurau, menonton monyet, makan, berfoto-foto. Aku berbisik dalam doaku, agar semua suara-suara yang ada disekitarku, semakin menambah khusyu’dalam aku bermunajat. Jadi aku memutuskan tidak terganggu oleh aktivitas orang lain saat itu.
Alhamdulillah, semuanya lancar. Aku bangkit dan menyelesaikan munajatku setelah diumumkan untuk berkemas dan bersiap meninggalkan tenda pada pukul 16.30.
Saat itulah aku rasakan tubuhku ringan. Semoga Allah meluruhkan seluruh dosa-dosaku saat wukuf di Arafah, amin. Semoga suatu saat aku dapat kembali wukuf di Arafah, amin.


1 comment: