Oleh : Ida Nur Laila
Pagi
sekitar jam 6, sampai juga kami di Arafah. Jarak Mina dan Arafah tidak terlalu jauh,
namun kemacetan dan lambatnya perjalanan yang membuat kami menempuh jarak
pendek tersebut dalam waktu yang lama. Kami sholat shubuh di bus karena khawatir
kesiangan jika sampai di Arafah.
Lokasi
padang Arafah, kurang lebih sekitar 26 km sebelah tenggara kota Mekah.
“Kehidupan” di Arafah hanya tampak pada tanggal 9 Dzulhijah. Selebihnya, Arafah
adalah daerah tak berpenghuni. Di luar waktu wukuf, Arafah tidak lagi menjadi
daerah sakral dan mustajab. Sebaliknya, pada waktu wukuf itulah Arafah menjadi
daerah yang begitu sakral.
Memasuki
lokasi maktab 114 saat sarapan pagi, kami langsung mengantri makan dan
mengantri toilet. Toilet di Arafah hanya 1 area untuk seluruh jama’ah di maktab.
Jadi rasionya luar biasa. Mungkin 1: 150 0rang.
Tidak
apa, pandai-pandai saja mencari celah waktu yang tidak terlalu padat karena
prosesnya harus dijalani.
Wukuf adalah
kegiatan utama dalam ibadah haji. Bahkan, inti ibadah haji adalah wukuf di
Padang Arafah. Wukuf artinya hadir dan berada di Arafah pada waktu tertentu
antara waktu dzuhur dan ashar. Bila dalam rangkaian kegiatan haji jama’ah tidak
dapat melaksanakan wukuf dengan baik, maka tidak sah ibadah hajinya. Wukuf
dilaksanakan hanya pada satu hari (siang hari) pada tanggal 9 Dzulhijjah. Di
daerah terbuka yang gersang tanpa bangunan inilah, lebih dari tiga juta umat
Islam dari berbagai pelosok dunia selalu berkumpul tiap tahunnya bersimpuh
berdoa melaksanakan wukuf.Kadang ada yang menyebut wukuf sebagai konferensi
terbesar umat Idlam sedunia.
Secara
fisik, wukuf Arafah adalah puncak berkumpulnya seluruh jamaah, yang berjumlah
jutaan, dari penjuru dunia dalam waktu bersamaan. Secara amaliah, wukuf Arafah
mencerminkan puncak penyempurnaan haji.
Di
Arafah inilah Rasulullah menyampaikan khutbahnya yang terkenal dengan nama
khutbah wada’ atau khutbah perpisahan, karena tak lama setelah menyampaikan
khutbah itu beliaupun wafat. Di saat itu, ayat Al-Qur’an, surat al-Maa’idah
ayat 3 turun sebagai pernyataan telah sempurna dan lengkapnya ajaran Islam yang
disampaikan Allah SWT melalui Muhammad saw.
Firman
Allah SWT : “..Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi
agama bagimu….” (Al-Maa’idah:3).
Arafah
merupakan gambaran padang Mahsyar, yang nantinya semua makhluk dikumpulkan di sana sebelum melangkah ke surga atau
neraka. Kehadiran di Arafah memberi arti dan nuansa akhirat dengan Mahsyarnya,
sekaligus merenunginya untuk bersiap-siap menghadapi hal itu. Arafah juga
merupakan tempat bertemunya Adam dan Hawa setelah beratus tahun saling mencari
di muka bumi.
Pada
masa lalu, mungkin lebih mudah membayangkan padang Arafah sebagai padang
mahsyar, lantaran panas dan tandusnya. Namun sekarang Arafah lebih hijau dengan
adanya pohon Sukarno. Dinamakan pohon Sukarno, semata sebagai penghargaan
bangsa Arab kepada Presiden Republik Indonesia yang pertama, Sukarno.
Sukarno-lah
yang menggagas penghijauan di Padang Arafah. Konon, Sukarno pula yang memilihkan
jenis tanaman, hingga menyiapkan sebuah tim penghijauan Arafah. Gagasan Sukarno
berhasil. Padang tandus dengan permukaan batu cadas nan gersang, berhasil
dihijaukan. Raja Fahd (ketika itu), sangat berterima kasih, dan mengabadikan
nama “Pohon Sukarno” untuk pohon-pohon yang sekarang menghijaukan areal Arafah
seluas kurang lebih 5,5 km X 3,5 km atau setara 19,25 km persegi.
Hingga
kini, orang masih banyak yang bertanya-tanya ihwal jenis pohon yang dinamakan
“Pohon Sukarno” itu.
Ada
sejumlah nama pohon yang sering disebut orang. Di Indonesia, jenis pohon yang ditanam
di Arafah itu dinamakan pohon imba. Selain daunnya berkhasiat untuk mengobati
diare, lebih dari itu jenis pohon ini sangat tahan hidup di daerah tandus,
bahkan dalam suhu udara yang panas ekstrim.
Sumber
lain menyebut nama pohon mindi sebagai “pohon Sukarno” di Arafah. Jenis pohon mindi
ini bisa hidup di tanah berpasir, tandus, gersang… dan sangat tahan meski
kekurangan air. Daunnya diyakini berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit. Sekalipun
begitu, dahan dan rantingnya sangat mudah patah. Sangat mungkin, pohon imba dan
pohon mindi itu sama. Setidaknya, berasal dari rumpun pepohonan yang sejenis.
Yang
pasti, dengan gagasan penghijauan Arafah, kini areal itu menjadi lebih hijau. .
Dipotret dari udara, tampak petak-petak hijau dengan aneka bentuk tenda
perkemahan jemaah haji, disekat oleh jalur jalan beraspal mulus.
Kembali
tentang perjalanan wukuf kami.
Sejak
dari tanah air, suamiku telah berpesan agar aku mempersiapkan betul saat wukuf
tersebut. Yakni mulai dari sholat dzuhur berjamaah, khothbah wukuf hingga waktu
lewat ashar menjelang matahari terbenam, saat meninggalkan Arafah.
Persiapan
fisik, agar waktu tersebut dalam keadaan kesehatan yang prima. Persiapan
ruhiyah dengan banyak berdo’a, ibadah dan tilawah. Sehingga saat wukuf dalam
keadaan kematangan dan kesiapan ruhiyah. Persiapan teknis dengan sudah bebas
dari masalah makan dan toilet. Jadi waktu pendek sekitar 3-4 jam yang berharga
itu tidak justru dihabiskan dengan mengantri makan atau mengantri toilet.
Persiapan
lain yang tidak kalah penting adalah do’a apa saja yang akan kita panjatkan.
Maka sebelumnya membuat catatan siapa saja yang akan kita doakan dan do’a apa
saja yang akan dipanjatkan.
Maka
saya lakukan semua persiapan itu. sejak keberangkatan di pesawat, saya sudah
menggenjot tilawah secara kuantitas maupun kualitas. Banyak berdo’a agar
dimudahkan semua proses ibadah. Minum suplemen dan menjaga kesehatan agar fit
saat wukuf. Sejak jam 10.30 sudah mengantri toilet berwudhu dan menguras isi
perut dan kandung kemih. Makan siang, apapun yang bisa dimakan sehingga saat
nanti jam makan siang, tidak perlu makan lagi. Aku melahap pisang dan roti
sebelum dhuhur.
Catatan
pribadi nama-nama dan doa titipan sudah kusiapkan. Alhamdulillah, Allah
memudahkan kami mempersiapkani saat wukuf itu.
Saat
adzan dhuhur semua jamaah sudah bersiap dalam shof sholat di tenda. Ust Dr.
Mushlih Abdulkarim memiliki cara khas untuk menyiapkan jamaah sholat. Setiap 30
menit sebelum waktu sholat, beliau membaca kalimat :
“Subhanallah...walhamdulillah...walaailahaillallah...wallahu
akbar..”
Sejak
di Syauqiyah semua faham bahwa artinya 30 menit lagi sholat jamaah akan
dimulai. Demikian pula saat di tenda Arafah.
Shof
sholat diatur dengan menyingkirkan kasur-kasur. Kami sholat dhuhur dengan
barisan yang rapi. Dilanjutkan dengan sholat ‘ashar, jamak. Setelah itu khotbah
wukuf disampaikan Dr. Mushlih. Khotbahnya sangat sederhana dan mengena. Kami
sudah meneteskan air mata mendengar khotbahnya. Apalagi saat mendapat renungan
dan membaca do’a-do’a secara terpimpim. Rasanya seperti mencuci jiwa dan raga
dalam lautan puji-pujian pada Allah, dengan do’a, permohonan, penyesalan,
harapan dan air mata. Waktu yang luar biasa.
Jam 14,
Jamaah dipersilahkan makan siang dan melanjutkan doa pribadi atau bersama
keluarga. Aku memilih tidak makan siang dan melanjutkan semua doa yang telah
kupersiapkan. Dengan mata terpejam asyik masyuk, kurasakan sebuah dunia
tersendiri. Seolah aku tercerabut dari semua kesibukan orang yang hilir mudik,
mengantri makan dan sebagainya.
Aku
tidak pedulikan suara-suara apapun. Aku hanya peduli dengan urusan semua
permohonan dan taubatku pada Allah.
Rasanya
sayang menyia-nyiakan saat terbaik dalam hidupku, yang aku tidak tahu apakah
berkesempatan mengulangnya di lain waktu. Maka aku tidak peduli dengan
aktivitas orang lain. Ada yang bersenda gurau, menonton monyet, makan,
berfoto-foto. Aku berbisik dalam doaku, agar semua suara-suara yang ada
disekitarku, semakin menambah khusyu’dalam aku bermunajat. Jadi aku memutuskan
tidak terganggu oleh aktivitas orang lain saat itu.
Alhamdulillah,
semuanya lancar. Aku bangkit dan menyelesaikan munajatku setelah diumumkan
untuk berkemas dan bersiap meninggalkan tenda pada pukul 16.30.
Saat
itulah aku rasakan tubuhku ringan. Semoga Allah meluruhkan seluruh dosa-dosaku
saat wukuf di Arafah, amin. Semoga suatu saat aku dapat kembali wukuf di
Arafah, amin.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete