Oleh : Ida Nur Laila
Menuju
Mina ada 4 bus rombongan kami. Rupanya agak siang bus baru datang, karena
faktor stiker yang agak telat untuk mendapatkannya. Kawasan Mina pada musim
haji, ditutup dari angkutan umum. Hanya bus resmi berstiker yang mengangkut
jamaah haji yang diijinkan memasuki kawasan Mina. Stiker itu memuat nama maktab
dan asal jamaah haji.
Menjelang
dhuhur kami sampai di Mina. Maktab kami sungguh beruntung, atas izin Allah
mendapat lokasi yang sangat dekat dengan jamarat. Hanya sekitar 200 m. Persis
di samping apartemen Mina yang menjulang di lereng bukit. Konon nantinya akan
dibangun lebih banyak lagi apartemen untuk menampung jamaah haji selama di
Mina. Jadi kelak tidak lagi di
tenda-tenda yang tersebar hingga jarak yang lumayan jauh dari jamarat. Tenda
yang lokasinya jauh sampai belasan km. Kasihan jamaah yang akan melempar jamarat
harus berjalan kaki sejauh itu, selama 4 hari berturut-turut.
Aparteman
Mina yang ada sekarang baru 4 unit. Ini baru unit percontohan, dan tarifnya
cukup mahal. Berapa saya tidak tahu persis.
Maktab
114, dihuni hampir 3000 jamah haji dari kawasan Asia Tenggara. Seperti
Indonesia, Malaysia, Brunai, Thailand. Menu makan juga menyesuaikan dengan
lidah kita, masakan Asia.
Pada
tgl 8 Dzulhijjah ini, tidak semua travel melakukan tarwiyah. Ada juga yang
langsung dari apartemen atau pondokan menuju ke Arafah.
Alasan kepraktisan. Pertama, tarwiyah bersifat
sunnah. Kedua, khawatir dengan kemacetan yang luar biasa, jika tarwiyah dulu,
akan bisa terlambat sampai di Arafah. Padahal wukuf di Arafah adalah prosesi
yang paling utama yang waktu dan tempat tidak bisa tergantikan dengan tempat
dan waktu yang lain. Bahkan juga tidak bisa diwakilkan. Wukuf merupakan rukun
dan wajib haji, jadi tidak bisa ditinggalkan.
Selain
itu jika tidak tarwiyah, juga lebih irit, dan praktis karena memotong proses
dan jalur. Saat tarwiyah di Mina melaksanakan sholat dhuhur, ashar, maghrib dan
isya’ dengan cara qoshor tanpa jama’.
Nama
(Hari Tarwiyah) bila ditelusuri kembali ke kenyataan bahwa para peziarah dulu
biasa minum air untuk menghilangkan dahaga mereka saat Mekah dan kemudian
mereka melanjutkan ke Mina, saat itu tidak ada air di Mina
Menurut
Dr. Salih bin Ghanim Assadlan, kita harus memperhatikan pentingnya Hari
Tarwiyah meskipun itu Sunnah. Hari Tarwiyah merupakan hari terbesar Haji,
merupakan hari selama jamaah mengulang kembali apa yang pernah dilakukan oleh
Rasul untuk memulai prosesi haji.
Diriwayatkan
oleh 'Abdul 'Aziz bin Rufai: Aku bertanya pada Anas bin Malik, "Katakan
apa yang mengingatkan engkau akan Rasul Allah' (sehubungan dengan pertanyaan
ini): Dimana beliau mengerjakan sholat Dhuhur dan Ashar pada hari tarwiya (hari
kedelapan 8 Dhul-Hajja)?" Beliau menjawab, "(beliau melakukan sholat
ini) di Mina." Aku bertanya, "Dimana beliau melakukan sholat Ashar
pada hari Nafr (misal. keberangkatan dari Mina pada 12 atau13
Dhul-Hijjah)?" Belia menjawab, "Di Al-Abtah," dan kemudian
menambahkan, "Anda seharusnya melakukan sebagaimana pemimpinmu
melakukannya." (Bukhari)
Diantara
peraturan hari ini bahwa Jamaah Haji meningkatkan Talbiyah dan melakukan sholat
tepat waktu. Harap dicatat bahwa tidak
ada doa khusus atau ucapan yang akan dibaca saat hari Tarwiyah atau ritual
tertentu yang akan dilakukan. Para Jamaah hanya harus meningkatkan doa-do’a mereka dan mohon pengampunan dari Yang
Maha Kuasa.
Alhamdulillah
untuk kesempurnaan ibadah, travel kami memilih tetap melakukan tarwiyah. Hari
jumat itu ada sekitar sepertiga dari penghuni maktab yang telah hadir. Urusan
makan belum ramai antrinya, demikian juga urusan antri toilet.
Tenda
di Mina sungguh besar2. Saya tidak bisa memperkirakan besarnya. Mungkin
menampung 500-700 jamaah dalam satu
tenda. Namun disekat-sekat sesuai kebutuhan jumlah jamaah masing2 negara atau
travel. Kami hanya bersebelahan dinding dengan jamaah dari Brunai dan Malaysia.
Jamaah
laki-laki langsung ditempatkan pada sisi kiblat agar jika sholat jamaah,
sekalian menempati shof depan. Di tenda inilah kami menghabiskan waktu pada tgl
8, 10,11,12,13. Kami makan, minum, istirahat, sholat jamaah,pengajian dan
tidur, ditempat yang sama. Lorong-lorong diantara tenda di seluruh maktab telah
diplester semen. Dalam tenda dilapisi karpet warna merah. Ada kasur setebal 15
cm yang telah tersedia lengkap dengan selimutnya. Walaupun jumlahnya kadang
kurang dibanding jumlah jamaah yang ada. Tenda dilengkapi AC central yang kalau
malam terasa sangat dingin. Di siang hari tidak mampu mendinginkan ruangan
lantaran panasnya suhu udara dan berjubelnya jamaah.
Ada 4
bufet makan untuk para jamaah. Kami harus mengantri setiap kali waktu makan,
karena penyajiannya prasmanan. Yang paling berat adalah antri makan siang,
karena harus berbaris di bawah terik
matahari di lorong tenda yang sempit.
Ada 3
lokasi area toilet. Kira2 ada 10 kamar mandi untuk putra dan 10 untuk putri di
masing2 area. Tempat wudhu juga tersedia. Semua sangat sederhana bahkan
terkesan kumuh. Ada toilet yang rusak tak dapat lagi dipakai.
Tidak
ada fasilitas untuk mencuci dan menjemur pakaian. Namun ada saja jamaah yang
nekat mencuci dan menjemurnya di pagar Maktab. Bahkan ada yang menggunakan baki
alas makan untuk tempat mencuci pakaian dalam . Mencucinya di tempat
wudhu....wah.
Lokasi
buffet makan ada di pojok masing-masing tenda. Dalam area berukuran 3x 4 meter
, ditatalah makanan dan minuman di atas meja-meja. Ada juga kulkas tempat minuman
dingin, air mineral dan jus dalam kaleng. Satu bufet melayani lebih dari 500
jamaah. Biasanya di jaga oleh 2 atau 3 orang petugas. Mereka sangat sigap
mengambilkan jatah makan. Kalau tidak di rem, banyak sekali yang dituang dalam
piring kita.
Dapur juga
terletak di maktab. Persis di sisi kanan pintu masuk. Menempati areal seluas
kira-kita 8 x 8 meter persegi, saya kadang memperhatikan kesibukan para juru
masak saat menyiapkan makanan. Panci masaknya besar sekali. diameternya lebih
dari 1 meter. Saya jadi maklum, mengapa rasa masakannya selalu tidak pernah
tepat. Biasanya sangat asin. Kira-kira kalau saya di suruh memasak untuk 3000
orang, akan kesulitan menentukan berapa kg garam yang dituang.
Disisi
kiri pintu masuk, ada ruang sekretariat dan informasi. Ada televisi yang hidup
24 jam. Memberitakan suasana Masjidil Haram dan informasi kegiatan haji. Pintu
masuk maktab selalu tertutup dan dijaga. Hanya yang memiliki tanda pengenal
sebagai penghuni maktab yang diijinkan keluar masuk.
Saya
tidak tahu kondisi maktab di kawasan haji reguler. Karena lokasinya cukup jauh.
Maktab
114 adalah salah satu yang disediakan untuk haji khusus. Diatasnya masih ada
maktab VIP. Diseberang dan sebelah maktab kami. Saya bisa melihat bedanya, di
lorong masuk saja telah terhampar karpet. Pintu masuk juga berlapis, bukan
hanya satu pintu. Sayang saya juga tidak memiliki kesempatan berkunjung dan
menengok bagaimana keadaan tenda di maktab VIP. Pertama saya memang tidak
ingin, ke dua tidak memiliki akses atau kenalan ke sana yang bisa saya
kunjungi. Seorang teman yang sempat mengintip di maktab VIP melibat shofa-shofa
yang ditempatkan di atas karpet merah untuk bercengkarama atau bersantai para
jama’ah. Yah ada harga ada nasib. Eh dalam berhaji juga.
Itulah
gambaran tinggal di Mina. Bagaimanapun saya sangat bersyukur dengan letaknya
yang mudah, strategis dan semua fasilitas yang ada. Saya pernah mengalami
kondisi perkemahan yang jauh lebih sulit dan berat. Jadi perkemahan di Mina,
cukup menyenangkan bagi saya.
Tgl 8
malam, sekitar jam 24.00 waktu setempat, kami berangkat ke Muzdalifah. Berharap
saat fajar telah sampai di sana. Selamat tinggal Mina, sampai bertemu di tgl 10
dzulhijjah saat kami kembali dari Muzdalifah.
Beberapa
barang dan ransel kami tinggalkan di tenda Mina. Untuk keamanan masing-masing kami gembok dan dikumpulkan ditengah ruangan.
Beronggok-onggok, kemudian ditutupi selimut.
Alhamdulillah
rasa syukur kupanjatkan pada Allah lantaran kami dapat memenuhi kesempurnaan
sunnah tarwiyah, yakni tinggal di Mina, sholat Dhuhur, ‘Asyar, Maghrib dan
‘Isya sebelum berangkat ke Arafah.
Bismillah,
Arafah kami datang padamu.
No comments:
Post a Comment