Cerita ini
bermula saat kami terlantar di Stasiun Bandung pada hari aAhad akhir bulan Mei
2014 jam 14.00, lantas seorang teman yang baik hati membawa kami jalan-jalan ke
Cihampelas untuk mencari oleh-oleh, sambil menanti kereta jam 20.00 malam.
“Tas bagus
bu…buat oleh-oleh…’”kata si abang.
“Berapa?”
“Limabelas
ribu…”
“Sepuluh
ribu ya…”
“Duabelas
setengah ya…”
“Enggak,
sepuluh ribu…saya beli banyak…”
“Ya deh…ibu
pilih nih ada banyak…”
Dengan
sukacita saya memilih 12 tas. Dan teman saya memilih 20. Si abang nampak senang.
Kami juga senang.
Selepas itu
saya masuk salah satu toko di kawasan Cihampelas. Mencari celana dan baju untuk
Revo cs. Alhamdulillah dapat.
Ketika
menuju mobil, seorang penjual tas mengejar kami.
“Tas bu…ini
seratus ribu 11…”
Aku agak
heran.
“Udah bang…udah
beli”
Sampai di
mobil, kami masih menunggu teman-teman ngumpul. Bergerombol sambil makan es
krim di emper toko sambil memperhatikan keramaian sore di kawasan bisnis itu.
Seorang
penjual tas setengah tua mendatangi kami.
“Tasnya
bu…seratus ribu dapat 12….?”
Kami
berpandangan dan tertawa.
Tadi belinya
100 ribu 10. Sekarang yang datang menawarkan 12.
Maka saya
membeli 12 lagi.
Usai
transaksi dengan saya. Tukang tas itu masih menawarkan ke teman saya.
“Gimana
kalau seratus ribu dapat 15…”kata seorang teman iseng menawar. Dalam hati aku
merasa nggak enak sama tukang tas itu. Jangan-jangan ia merugi dengan harga
itu.
“Sst…kasihan
dong bapaknya…” kataku sambil menyodok teman itu.
“Lho kalau
boleh kok...” Ia membela diri.
Beberapa
saat tukang tas itu masih berkeliaran di dekat rombongan kami.
“Saya mau
kasih…tapi nggak enak sama ibunya itu…”katanya sambil menunjukku.
Hah? Tentu
aku terkejut.
“Eh bapak,
saya nggak papa kok, silahkan kalau mau….saya nggak papa kok. Kan saya sudah
ridho dapat 12…”
Penjual tas
itu masih ragu-ragu.
“Kalau gitu
transaksinya di pojok sana, biar saya enggak lihat…”kataku bercanda sambil
tertawa. Sungguh aku tak apa ia menjual dengan lebih murah pada temanku. Bahkan
aku tak tega ia menjual semurah itu.
Aku sudah
masuk mobil ketika temanku mengulurkan satu tas.
”Ni dari
penjual tas tadi, saya mintakan buat ibu…penjualnya setuju kok, katanya kasihan
ibu…”
Alhamdulillah…kuterima
tas itu dengan tertawa lebar. Ada-ada saja bapak tadi….
Begitulah
aku. Pada dasarnya aku tak suka menawar. Kasihan sama penjualnya. Jika kulihat
orang menawarkan barang terlalu mahal, aku memilih tidak jadi membeli daripada
menawar. Namun jika aku membutuhkan barangnya, kadang aku hanya mengatakan:
“Bisa
diturunkan harganya…”
Apalagi jika
belanja di pasar tradisional. Belanja sayuran aku nyaris tak pernah menawar.
Mendapat tas
lipat dengan harga 100 rb dapat 12 itu bagiku sudah sangat murah. Aku bersyukur
telah membawa 24 tas untuk oleh-oleh. Beberapa
hari kemudian, saya membagikan tas itu untuk teman-teman. Tentu lengkap dengan
proses pembelian dan acara tawar menawar yang menggelikan itu. Dan saya tetap
menyudahi dengan mengatakan.
“Sebenarnya
saya merasa kasihan banget sama penjual tas itu…saat ia menjual dengan harga
100 rb untuk 15 kepada teman…eh malah saya diberi tambahan 1…”
Tiba-tiba
seorang teman yang pernah piknik ke Cihampelas berkomentar.
“Kemarin
saya juga beli 100 rb 15 kok bu…nggak perlu merasa bersalah…malah waktu sampai
di bus dan saling memamerkan hasil berburu oleh-oleh…ada teman yang pamer ia
membeli 100rb dapat 20….!”
Hahhh?!
Tentu saja
meledak tawa kami berderai-derai.
Saya sampai
keluar air mata saking gelinya.
“Kok ya ada,
tas sebagus itu harganya cuma Rp.5000-an…ngga bisa membayangkan di abang
penjual dapat laba berapa…”
“....maksudku
bu Ida nggak usah merasa bersalah karena memang harganya murah…”
”…jangan nyesel
juga bu…karena beli pertama kemahalan…”
“ Haha
enggak kok, saya kasihan sama yang bikin dan yang jual…Entar kalau balik ke
sana lagi… saya juga tetap gak bakalan tega menawar serendah itu.”
Dan sungguh
tak ada rasa menyesal. Hanya saya tak habis pikir…bagaimana bisa ada produksi
semurah itu.
Kira-kira
dimana ya produsennya…kalau ada yang tahu saya mau pesan buat souvenir
nikah…hahaha.
Yuuk yang
dari Bandung, kasih tahu saya dong....
Oleh-oleh
dari cerita Bandung juga ada di sini.
saya juga gak bisa nawar, Mbak. Suka langsung iya aja hehe
ReplyDeleteToss mak Myra.makasih udah mampir....
DeleteKasihan juga produsen dan pedagangnya ya Mbak, gimana mereka bisa untung dengan harga tas semurah itu
ReplyDeleteitulah...saya juga bingung dengan sistem di negara ini. kalau mall naikin harga setinggi langit nggak nada yang menawar...
Deletetasnya bagus mak ida,,,murah banget ya,,,itu cocok buat tempat mukena,,,
ReplyDeleteiyaa mak bagus kok, jahitannya juga rapi
Deletecihampelas emang surganya belanja, apalagi buat orang yg pinter nawar hhe.. jadi kangen bandung :(
ReplyDeleteiya maak...
Deletesaya termasuk jarang beli oleh2.. hehehe.. soalnya minim budget, paling beli makanan khas biar bisa buat orang sekantor sama tetangga dekat saja Mak.. :)
ReplyDeleteKalau beli barang biasanya bareng temen yg bisa nawar.. hehehe...
naah itu dia...kadang saya malu kalau bareng tukang nawar...nawarnya kebangeten...
DeleteItu beli oleh2 banyak banget kok saya nggak kebagian ya? Insya Allah mak, saya juga nggak pernah nawar di pasar, kecuali kalau ke pasar besar. Teman saya juragan gula jawa di Beringharjo kaya raya lo. Kalau di Jogja itu masih banyak simbah2 yg jualan nggendong rinjing, kasian kalau nggak dibeli.
ReplyDeletesiip mak Lusi...tak sisakan 1 kalau mak Lusi berkunjung....
Deleteitu juga berlaku di dalam bus mak, bisa tambah murah jadi yg beli duluan gondok krn melihat org lain dapat lebih murah.
ReplyDeletehaha minum obat gondok deh
Deletepersis seperti yang ibu saya beli, hihi, harganya 6000
ReplyDeletehihi...jadi emang segituan ya....
DeleteSuami saya beli itunganya @6000 tas itu bu.. ^_^
ReplyDeletewaah emang murah betul ya mak...
Delete