"Jadinya
kapan nih mau janjian khitan?"
"Hari
pertama libur saja..."
"Ah kan
butuh persiapan...gimana kalau hari ke dua?"
Haha...aku
tertawa saja melihat komunikasi para bunda melalui grup Whats App kelas Revo.
Memang pembicaraan itu sudah ada saat saya menyampaikan tentang pendidikan
seksual untuk anak di pertemuan POMG bulan lalu.
Rencana
khitan bersama mungkin akan membuat anak-anak punya nyali....semoga ya.
Mengapa saya
menulis ini?
Gegara seorang
bunda request untuk sharing pengalaman menghitankan anak. Yah anak lelakiku 3
orang, sudah khitan semua alhamdulillah.
Bagi sebagian
orang tua, acara mengkhitankan anak bagai mimpi buruk yang wajib dialami. Tapi
namanya mimpi, pastilah segera berlalu, walaupun saat mengalami terasa
mengerikan dan lamaa...
Oke saya
mulai saja kisah saya.
Saat khitan,
anak lelakiku terbesar, si nomer 3 duduk di bangku SD klas 1, kira-kira umurnya
7 tahun. Beberapa mahasiswa UIN
tetanggaku sedang panik karena mereka menjadi panitia khitanan masal dan kekurangan
peserta. Mereka adalah takmir masjid yang lumayan bergengsi karena terletak di
sebuah komplek perumahan perwira dan donaturnya para purnawirawan pejabat
militer.
Naah mereka
menemukan anak-anakku dan membujuk untuk memenuhi kuota dengan berbagai
iming-iming fasilitas yang memang 'menguntungkan'...#halah si emak matre.
Niatnya
sekalian mumpung gratis, dapat tas, sepatu, baju, sarung, plus uang saku yang
cukup besar. Ya, saya mau saja. Waktu itu memang statusnya masih kontraktor, jadi
pantes sajalah ikutan khitanan masal haha...
Masalahnya
muncul karena si nomer 3 sasaran utama tidak mau. Jadi ada PR tambahan acara
pembujukan.
"Kak,
besok ikutan khitanan ya..."
"Enggak
mau takuut...!'
"Anak
laki-laki kan memang wajib dikhitan. Itu sunnah Rasul lho. Biar sehat dan
bersih kalau bersuci..."
"Enggak!"
"Ada
pahalanya lho...lagian kalau sudah besar besok maluu dong"
Ia mulai
mikir-mikir.
"Betul
lho, enakan waktu masih kecil pas liburan begini, rame-rame jadinya senang
banyak temannya....besok boleh minta hadiah kok..."
Setelah
negosiasi, ia mulai membuat penawaran.
"Aku
mau kalau adik juga dikhitan..." ia tidak meminta hadiah apapun, tapi
syaratnya itu alamak...!
Adiknya
belum ada dua tahun. Baru 1,5 tahun malah. Setelah diskusi dengan suami dan
minta advis teman dokter, kami bulat tekat untuk juga mengkhitan si adik pada
usia 1,5 tahun itu.
Jadilah
beberapa cerita seputar khitan kami sampaikan ke kakak untuk persiapan mental.
Kalau si adik belum ngeh, jadi nanti sajalah. Bapaknya menceritakan berbagai
cerita khitan, pengalaman pribadi maupun pakdenya anakku.
Kami
khawatir pada hari H si kakak akan berubah fikiran jika tidak dibekali dengan
pemahaman yang kuat. Kurang positifnya sunatan masal adalah saat menunggu
giliran dan melihat anak lain meraung-raung...bisa menciutkan nyali dan
menjadikan anak mundur.
Pada hari H,
ada upacara dulu, pengarahan umum untuk orang tua, lalu doa bersama dan
mulailah jeng...jeng...
Saat
menunggu giliran, panitia menghibur anak-anak dengan cerita menarik oleh seorang
pendongeng yang piawai. Namun namanya juga anak-anak, tetap saja mereka pecah
konsentrasi mendengar teriakan-teriakan yang dapat giliran duluan.
Senangnya
jika ada yang keluar dari ruang operasi dengan senyum-senyum tanpa air mata. Karena
jadi contoh baik dan menyenangkan bagi anak lain. Lah giliran yang heboh dan
pakai acara melarikan diri...tahulah sendiri apa akibatnya bagi para pengantri...
Tiba
giliran, si kakak memang panik dan sempat berkata untuk tidak jadi saja...namun
saya mengatakannya bahwa ditunda juga akan sama saja, jadi kita hadapi bersama
saja...
Saya
memeluknya erat untuk menutupinya dari petugas yang melakukan sirkum sisi.Ia
sempat menangis sebentar lalu tidak lagi. Hingga di rumah ia tidak lagi
menangis, hanya ketakutan masih saja membayang di wajahnya.
Adapun si
adik, sempat meronta dan menangis...namun sungguh cepat pula pulihnya. Bahkan
sampai di rumah perbannya langsung lepas, sehingga saya harus memasangnya.
Sore dan
malamnya si kakak heboh. demikian pula setiap kali akan pipis atau pup, atau akan
ganti perban. Waah teriakannya heboh. Kami juga harus mengipasi lukanya karena
ia merasa kepanasan.
Selama lima
hari paling tidak si kakak cukup rewel. Ia tidak mengijinkan siapapun melihat
luka khitannya. Hanya ayahnya yang boleh menolongnya. Karena ayahnya tidak
berani merawat luka, jadi saya mengganti perban saat ia tertidur.
Menggantinya
dengan sangat hati-hati agar ia tidak terbangun. Mula-mula saya mengompresnya
dengan revanol agar perban yang lekat dapat lepas dengan mudah, lalu melepaskannya
sedikit-demi sedikit super hati-hati.
Kadang ia
terbangun dan marah-marah, jadi saya akan menundanya sampai ia tertidur lagi.
Alhamdulillah berhasil walau dengan susah payah. memasang perban baru yang
sudah dilumuri obat, jauh lebih mudah daripada acara melepas perban lama.
Adapun si
adik kecil, sesekali rewel, namun tidaklah serewel kakaknya. Ia sedang belajar
jalan dan berlari saat itu. Keasyikannya menjelajah telah melupakannya dari
rasa sakit.
Saat itu
kesimpulan saya, lebih mudah menangani anak yang khitan saat masih kecil,
karena tidak terlalu banyak rewel.
Nah di
bungsu Revo, alhamdulillah dikhitan saat berumur 2 tahun. Situasinya saat itu
ia membutuhkan operasi karena ada bisul di mata. Karena harus bius total,
dokter menyarankan untuk sekalian sircumsisi. kami menyetujuinya. Jadi ia mengalami
tiga operasi sekaligus. Membuang bisul di mata, khitan dan membuang tanda lahir
kecil di telinganya.
Sesekali
memang ia rewel, namun alhamdulillah kami sudah lebih berpengalaman menangani.
Apalagi saat itu di RS, jadi ada dokter dan perawat untuk mengontrol.Kami baru
pulang setelah sekitar lima hari di RS. Alhamdulillah semua aman terkendali.
Naah untuk
bunda yang ingin memanfaatkan liburan untuk mengkhitankan anak, mungkin bisa
dipertimbangkan beberapa hal berikut.
1.
Komunikasikan dengan anak untuk mempersiapkan mentalnya. Mungkin mencari teman atau
saudara yang kuat mental untuk bersama-sama khitan akan menambah besar nyali. Jangan
memaksa anak agar tidak timbul trauma berkepanjangan.
2. Konsultasikan
dengan dokter tentang faktor usia, kesehatan anak dan hal lain terkait dengan
fisik anak. beberapa teman mengalami 'kegagalan' saat mengkhitan bayinya,
sehingga harus mengulanginya saat ia usia SD. Kan kasihan kalau demikian.
3.Ambil
waktu awal liburan agar pemulihan anak memiliki cukup waktu sebelum masuk
sekolah kembali.
4.Sekarang
banyak pilihan metode sunat. Orang tua dapat mencari tahu untuk memilih metode
yang paling sesuai untuk anaknya.
Itu saja
yang dapat saya bagi untuk ayah bunda. pada kondisi normal, saya memilih
mekhitankan anak pada usia sekitar 2 tahun, saat ia belum terlalu ngeh untuk
dimintai persetujuan dan lebih mudah dirawat pasca sunat.
Setiap anak
memiliki kesiapan yang berbeda. Andalah sebagai orang tua yang perlu mengetahui
saat paling tepat untuk anak anda.
Selamat
mengisi liburan....
Berbagai
info tentang batita, tengokin di sini ya.
sirkumsisi / khitan sekarang sudah enak, ada yang memakai laser, bahkan murid saya yg Nasrani juga melakukan sirkumsisi, setelah memastikan ke saya kalau prosesnya singkat, ga sakit, dan bakalan sehat nantinya.. :)
ReplyDeletealhamdulillah kemajuan teknologi memang subhanallah. makasih kunjungannya mak
DeleteMemepersiapkan mental anak untuk berani dikhitan memang hal yang paling penting ... thanks sharingnya mak
ReplyDeleteiya mak sama-sama. makasih kunjungannya
DeleteMoment mendebarkan memang.. Saya bisa membayangkan dengan jelas bagaimana ekspresi anak laki-laki ketika tahu mereka akan berhadapan dengan Si penggunting...
ReplyDeletewaw punya pengalaman mendampingi atau malah yang mengoperasi ?
Deleteiya mba, anakku 2 dah dikhitan..tinggal yg bungsu yg belum. Detik2 terakhir si nomor 2 minta batal sunatnya...hi hi waktu itu ita dapat nomor awal, no 1 dan 2 dibilik kamar yh berbeda ..ha ha seru bgt
ReplyDeletekalau diceritakan ulang menjadi bahan yang menarik Fitri anita...
Deletebenar, setiap anak itu berbeda mentalnya, orangtua yang tahu itu. Tapi itu ide bagus, usia 2 tahun dikhitan, nanti anak saya kelak juga ah, hehe... di desaku kebanyakan masa khitan usia kelas 4 - 6 SD, diatas itu capnya udah kayak perawan tua aja, haha
ReplyDeletehihi siip ayoo siap-siap
DeleteAllhamdulilah yang sulung aku juga sudah di khitan mbak, atas pemintaan sendiri waktu itu masih kelas 1, sebetulnya dari TK sudah minta
ReplyDeleteAlhamdulillah...jika dengan kesadaran sendiri subhanallah bersyukur sekali ya mama Cal-Vin
Deleteanak saya dikhitan pas liburan kenaikan tahun lalu, Mbak. Atas permintaan sendiri. Tapi, berbulan-bulan sebelumnya kami sudah menawarkan untuk khitan hanya aja dia belum siap.
ReplyDeleteakhirnya dia siap dan minta. Karena denger beberapa temannya udah khitan juga. Jd dia pun kepengen
bersyukur ya mak Myra, jika anak minta sendiri pada saat yang tepat.
DeleteGak kebayang, baru 1,5 tahun udah berani khitan.
ReplyDeleteAlhamdulillaah, anak2nya pemrani semua ya, Bu.
Kalau masih kecil kan nurut saja idah...makasih udah mampirr
ReplyDeletesama keponakan saya juga mau khitanan pas liburan nantii
ReplyDeletesemoga lancar dan dimudahkan riez
DeleteAlhamdulillah dua jagoan saya sudah dikhitan juga pake sistem laser... sama kayak putra bu Ida.. mau dikhitan tapi harus sama adiknya...
ReplyDeletealhamdulillah...satu tanggung jawab telah tertunaikan
Delete