Oleh : Ida Nur Laila
Hujan
lebat turun membasahi bumi, rumah kami di desa sedikit bocor. Ibu mengambil
beberapa ember dan panci untuk menpung air hujan agar lantai tidak menjadi
becek. Ibu menyuruh kami naik ke tempat tidur dan memberi kami camilan dan
mainan agar kami dapat tenang di tempat tidur.
Waktu itu sekitar tahun 1979, aku masih
kelas 5 SD, kami belum punya televisi, jadi hiburan adalah mainan sederhana dan
camilan. Aku ingin tahu apa yang dilakukan ibu saat hujan begini dan menyuruh
kami tinggal ditempat tidur.
Maka
akupun diam-diam pergi ke belakang mencari ibu. Masya Allah, kusaksikan ibuku
sibuk menampung air hujan yang tumpah dari cucuran talang rumah. Air hujan itu
ditampung diember, dan ibu mengangkutnya untuk memenuhi jambangan air kami.
“ Biarkan
aku membantu bu...”
“
Tidak, kamu bantu jaga adikmu saja, nanti kamu masuk angin kalau basah. Biar
ibu saja...”
“ Tapi
kan banyak air yang kita butuhkan, biar aku bantu...”
“
Tidak, ayo kamu kembali ke dalam, temani adik kamu...itu namanya membantu
ibu...”
Aku
kembali ke dalam dengan takjub dan sedih. Aku kasihan melihat ibu bolak-balik
mengangkut air. Bajunya basah, wajahnya basah oleh air hujan bercampur keringat. Namun ibu terus
mengangkut air hingga bak air dan seluruh ember yang kita miliki terisi penuh
air hujan.
Kami
belum memiliki sumur saat itu. Untuk keperluan masak dan MCK, kami harus
mengambil air ke rumah tetangga yang berjarak sekitar 100m. Maka air hujan yang
berlimpah adalah berkah, lantaran bisa memenuhi bak air dengan cepat.
Itulah
sepenggal episode yang takkan pernah kulupa. Bagaimana ibu menjaga kami dan
mengorbankan dirinya. Hingga kini, aku masih menjadi saksi pengabdian ibu yang
tak pernah henti.
Hampir
setiap hari, ibu bangun lebih pagi dari aku, memanaskan air, mengisi termos,
membuat teh, memanaskan nasi, dan menyiapkan air minum bekal anakku. Aku
tinggal melanjutkan membuat lauk sarapan pagi dan lauk untuk sepanjang hari.
Saat aku menggantikannya ke dapur, maka ibu menyiapkan seragam sekolah anakku
dan juga bekal makan siang anakku.
Aku tak
dapat menghitung semua kebaikannya. Bahkan mungkin banyak kebaikannya yang tak
pernah aku tahu. Ya Allah gantilah semua keringat dan air susunya, dengan mata
air di surga untuk ibuku...
No comments:
Post a Comment