Bul-bul dalam sangkar |
Sebenarnya sejak lama aku selalu kasihan pada burung yang dipelihara dalam sangkar.
Kasihan. Mereka kehilangan kebebasan. Bukankah sunnatullahnya burung terbang bebas di alam raya. Aku sering merenungi mereka dimanapun kutemukan sangkar burung yang berisi burung. Ingat lagu yang pilu, entah siapa yang menyanyikannya duluu...
Setia menjaga Revo |
Wahai kau burung dalam sangkar
Dapatkah kau menahan siksa
Dari kekejaman dunia
Yang tak pernah menimbang rasa
Wahai kau burung dalam sangkar
Sungguh nasibmu malang benar
Tak seorangpun ambil tahu
Luka dan lara di hatimu
Batin menangis tak kuasa
Riwayat hidupmu penuh dengan
cucuran air mata
Sungguh ini suatu ujian
Tetapi hendaklah kau bersabar
sujudlah pada Tuhan.
Namun ternyata kehidupan berputar dan membawaku pada situasi saat ini.
Pada suatu hari, seekor burung tersesat di garasi rumahku.
Warnanya coklat blirik-blirik. bulunya tebal, jadi seolah ia gemuk, padahal jika dipegang hanya kecil. Ternyata ia adalah seekor anak burung gemak. Aku bimbang, kulepaskan ataukah kupelihara.
“ Dipelihara saja, untuk senang-senang Revo “, usul ibuku.
Kan taat sama ortu itu baik, jadi burung itupun resmi kupelihara.
Berhubung belum punya kandang, hanya disimpan di keranjang plastik. Diberi makan beras dan minuman. Revo suka sekali menonton yang mengelusnya. Revo memanggilnya Bulbul
Sebenarnya ia memanggil Burr…burr tapi karena cadel jadi bulbul…
Esoknya kami belikan kandang burung yang bisa digantung.
Namun sungguh malang, hari kedua kudapati pagi-pagi ia telah terkulai kaku.
Sorenya Azka, sulungku yang baru pulang menginap, datang membawa oleh-oleh yang mengejutkan.
“ Ini aku beliin makanan untuk si bulbul…”
Semua orang terkejut dan sedih…
“ Bulbul sudah mati…” kata salah satu anakku.
“ Yaah…padahal sudah kusempetin mampir beli makanan…” kata Azka menyesal.
“ Nggak papa, ntar kita punya burung lagi dan bisa kita kasihkan…”
Beberapa hari kandang baru itu kosong, karyawanku kasihan dan
esoknya ia datang membawa seekor burung. Warnanya hitam. Paruh dan kakinya
warna kuning gading. Ada sedikit warna putih di ekornya.
“ Ini jalak Riau yang ditangkap suamiku.” Kata mbak Yuli.” Dibawa naik bus dan bayar 50.000 rupiah ke supirnya “
Konon jalak ini harganya mahal. Jadi kuganti harganya senilai Rp. 250.000.
Jalak ini pandai menirukan. Setelah diajari, segera saja ia bisa memanggil Difa, anakku yang nomer 5.
“ Fa difa difa e…..” begitu katanya berulang-ulang.
Kadang ia tertawa ngakak, kadang menirukan suara para tukang yang mengetokkan palu
“ Tok-tok…tok-tok…”
“ Teng…teng..teng…teng…” sambil bulunya mengembang untuk mengeluarkan semua energi suaranya.
Kami segera jatuh cinta dan akrab dengan bulbul edisi ke dua ini.
“ Ini jalak Riau yang ditangkap suamiku.” Kata mbak Yuli.” Dibawa naik bus dan bayar 50.000 rupiah ke supirnya “
Konon jalak ini harganya mahal. Jadi kuganti harganya senilai Rp. 250.000.
Jalak ini pandai menirukan. Setelah diajari, segera saja ia bisa memanggil Difa, anakku yang nomer 5.
“ Fa difa difa e…..” begitu katanya berulang-ulang.
Kadang ia tertawa ngakak, kadang menirukan suara para tukang yang mengetokkan palu
“ Tok-tok…tok-tok…”
“ Teng…teng..teng…teng…” sambil bulunya mengembang untuk mengeluarkan semua energi suaranya.
Kami segera jatuh cinta dan akrab dengan bulbul edisi ke dua ini.
Acara mandi Bersama |
Karena kandang yang kurang besar, maka mbak Yuli, asisten
rumah tanggaku menghibahkan kandang untuk bulbul. Kami belikan tempat minum,
tempat makan yang bagus dan makanan yang sesuai.
Setiap pagi dan sore, bulbul menemani Revo mandi. Saat Revo dimandikan, kandang bulbul juga dibersihkan. Jadilah, itu aktivitas rutin mereka. Revo mandi di bak palstik dan bulbul bermain air di kandangnya.
Pada hari kelima, terjadilah insiden. Bulbul melarikan diri!
Setiap pagi dan sore, bulbul menemani Revo mandi. Saat Revo dimandikan, kandang bulbul juga dibersihkan. Jadilah, itu aktivitas rutin mereka. Revo mandi di bak palstik dan bulbul bermain air di kandangnya.
Pada hari kelima, terjadilah insiden. Bulbul melarikan diri!
Awalnya ia diberi makan dan kandangnya dibersihkan. Rupanya
kandang tidak dikancing dan bulbul bisa membuka kandang. Raiblah sang burung.
Kami semua sedih dan kehilangan. Seharian kami mencari dan tidak ketemu. Beberapa orang sudah dikerahkan.
Sejauh ini Revo belum tahu, karena ia masih sekolah. Pulang sekolah ia langsung tidur dan belum tahu juga kabar terbaru bulbul.
Kami semua sedih dan kehilangan. Seharian kami mencari dan tidak ketemu. Beberapa orang sudah dikerahkan.
Sejauh ini Revo belum tahu, karena ia masih sekolah. Pulang sekolah ia langsung tidur dan belum tahu juga kabar terbaru bulbul.
Siang itu Azka punya inisiatif untuk membeli burung baru
sebagai ganti bul-bul.
Maka berangkatlah Azka dan Amar ke toko yang menjual burung. Kutunjukkan tempat di dekat RS Wirosaban. Mereka berboncengan membeli burung.
Tak lama kemudian keduanya pulang membawa tiga burung hijau mungil. Masing-masing seharga Rp.8.000. Azka juga membelikan makanan yang sesuai dan telah bertanya beberapa hal tentang cara merawat burung itu, kepada penjualnya.
Maka berangkatlah Azka dan Amar ke toko yang menjual burung. Kutunjukkan tempat di dekat RS Wirosaban. Mereka berboncengan membeli burung.
Tak lama kemudian keduanya pulang membawa tiga burung hijau mungil. Masing-masing seharga Rp.8.000. Azka juga membelikan makanan yang sesuai dan telah bertanya beberapa hal tentang cara merawat burung itu, kepada penjualnya.
Sore hari, ketika saat mandi, kami beritahukan ke Revo
tentang bulbul yang telah pergi dan kami kenalkan pada tiga ekor burung
pengganti. Revo sepertinya tidak terlalu sedih dan segera menyukai burung
barunya. Ia tetap memanggil bul-bul. Jadi kami memanggilnya para bulbul, kan
ada 3 ekor.
Sehari berlalu. Hari kedua terjadilah kecelakaan. Pagi-pagi kami temukan salah satu dari burung hijau mungil terjebak dalam tempat minumnya. Mati.
Kesedihan berulang. Kami harus kehilangan burung untuk ketiga kalinya.
Kami kuburkan dia. Namun Revo belum memahami makna perpisahan itu. Ia biasa saja. Walaupun tidak mau melihat mayatnya dan tidak mau mengikuti prosesi penguburannya. Mungkin karena masih ada dua bulbul hijau lainnya.
Sehari berlalu. Hari kedua terjadilah kecelakaan. Pagi-pagi kami temukan salah satu dari burung hijau mungil terjebak dalam tempat minumnya. Mati.
Kesedihan berulang. Kami harus kehilangan burung untuk ketiga kalinya.
Kami kuburkan dia. Namun Revo belum memahami makna perpisahan itu. Ia biasa saja. Walaupun tidak mau melihat mayatnya dan tidak mau mengikuti prosesi penguburannya. Mungkin karena masih ada dua bulbul hijau lainnya.
Namun hari ketiga terjadi lagi insiden yang lebih mengerikan.
Siang itu Revo bermain dengan bulbul. Maksudnya kandangnya diturunkan dan Revo memberi makan dan bermain dekat kandang. Entah bagaimana Revo beralih main ke depan rumah dan pergi ke rumah tetangga. Kandang para bulbul tidak digantung, masih tergeletak di rerumputan.
Tiba-tiba ada yang berteriak lantaran mendapati kandang itu telah berisi seekor kucing besar. Kucing itu segera berlari dengan seekor bulbul masih meronta dimoncongnya. Bulbul satunya kami tak tahu, apakah telah terbang atau telah mengeram di perut sang kucing.
Rupanya kucing itu bisa membuka kandang dan memasukinya.
Kami semua terpukul. Kami merenungi kandang bulbul yang kosong. Dua kandang malah.
Esok harinya kami masih berkabung dan terus memandangi kandang itu dengan rasa bersalah.
“ Mungkin kita memang tidak berbakat punya burung…” kata Azka menyerah,
Siang itu Revo bermain dengan bulbul. Maksudnya kandangnya diturunkan dan Revo memberi makan dan bermain dekat kandang. Entah bagaimana Revo beralih main ke depan rumah dan pergi ke rumah tetangga. Kandang para bulbul tidak digantung, masih tergeletak di rerumputan.
Tiba-tiba ada yang berteriak lantaran mendapati kandang itu telah berisi seekor kucing besar. Kucing itu segera berlari dengan seekor bulbul masih meronta dimoncongnya. Bulbul satunya kami tak tahu, apakah telah terbang atau telah mengeram di perut sang kucing.
Rupanya kucing itu bisa membuka kandang dan memasukinya.
Kami semua terpukul. Kami merenungi kandang bulbul yang kosong. Dua kandang malah.
Esok harinya kami masih berkabung dan terus memandangi kandang itu dengan rasa bersalah.
“ Mungkin kita memang tidak berbakat punya burung…” kata Azka menyerah,
” Buktinya, semua bulbul bernasib tragis…”
“Iya, kalau begitu mbak Yuli besok tak suruh bawa pulang kandang itu “ kataku.
“Iya, kalau begitu mbak Yuli besok tak suruh bawa pulang kandang itu “ kataku.
Maka sore harinya aku memberi instruksi,
“Mbak, kandang yang kecil tolong dibersihkan dan digantung. Kandang yang besar bawa pulang saja. Mungkin lebih berguna jika di rumahmu. Disini hanya membuat kami sedih karena ingat bulbul jalak Riau itu…”
Sore itu sekitar menjelang maghrib, mbak Yuli membawa pulang kandangnya. Aku lega. Kuikhlaskan sudah bul-bul yang mati maupun yang hilang.
“Mbak, kandang yang kecil tolong dibersihkan dan digantung. Kandang yang besar bawa pulang saja. Mungkin lebih berguna jika di rumahmu. Disini hanya membuat kami sedih karena ingat bulbul jalak Riau itu…”
Sore itu sekitar menjelang maghrib, mbak Yuli membawa pulang kandangnya. Aku lega. Kuikhlaskan sudah bul-bul yang mati maupun yang hilang.
Selalu menjaga Revo |
Namun keajaiban terjadi!
Selepas maghrib, seseorang mengetuk pintu. Rupanya Darojat, tetangga depan rumah yang juga driver keluarga kami, datang membawa seekor burung. Bulbul si jalak Riau !
Kamipun heboh. Sekalipun kondisinya lemas, lesu dan kusam, tapi kami gembira menyambutnya. Lima hari adalah waktu yang lama bagi kami yang bahkan sudah merelakan kepergiannya.
Rupanya seorang tetangga melihat mbak Yuli membawa pulang kandang burung.
Ia lantas bertanya pada driverku, Darojat , apakah burung kami lepas kok kandangnya dibawa pulang mbak Yuli. Ternyata tetangga tersebut menemukan bulbul pada hari kedua setelah hilang. Tiga hari ia menanti kabar orang yang kehilangan burung. Namun tak ada yang mencari. Jadi ia masih terus memeiharanya. Dalam kardus. Oalah...
Kami belajar satu hal, saat kami mengikhlaskan sesuatu,
ternyata Allah justru mengembalikannya kepada kami. Bulbul yang sekarang,
rasanya jauh lebih berharga dan jauh lebih kami harapkan daripada saat pertama kali ia
datang.
Kami berterimakasih pada pak Jono, tetangga yang menemukan bulbul.
Bul-bul segera mandi dan makan. Sepertinya ia sangat kegerahan dan kelaparan. Esok pagi kami kehilangan kicauannya. Rupanya stress telah membuat bulbul kehilangan ingatan pada kata-kata yang kami ajarkan.
Keadaan ini tak berlangsung lama. Segera setelah aktivitas mandi bersama Revo berjalan rutin, bulbul kembali ceria dan berkicau.
Kami tidak lupa menambah kancingan ekstra pada kandangnya karena ia sungguh pandai mematuk atau membuka pintu. Jalak riau cerdas nian.
Kami berterimakasih pada pak Jono, tetangga yang menemukan bulbul.
Bul-bul segera mandi dan makan. Sepertinya ia sangat kegerahan dan kelaparan. Esok pagi kami kehilangan kicauannya. Rupanya stress telah membuat bulbul kehilangan ingatan pada kata-kata yang kami ajarkan.
Keadaan ini tak berlangsung lama. Segera setelah aktivitas mandi bersama Revo berjalan rutin, bulbul kembali ceria dan berkicau.
Kami tidak lupa menambah kancingan ekstra pada kandangnya karena ia sungguh pandai mematuk atau membuka pintu. Jalak riau cerdas nian.
Ngobrol dengan Revo |
Bulbul ini suka makan pisang. Khususnya pisang kapok putih yang
agak mengkal. Juga makanan burung yang warnanya hijau kecil-kecil. Ia juga mau
nasi, sesekali. Mau makan belalang atau semut. Waah sebenarnya banyak juga hobi
kulinernya.
Sejak ‘kepergiannya’ yang pertama, bulbul sempat lepas lagi duakali. Namun ia selalu mudah ditemukan. Mungkin karena sudah tidak pintar terbang atau mungkin karena sudah ‘omah’ atau jinak.
Waktu terus berlalu,
mungkin sudah setahunan bulbul berteman dengan Revo. Terutama dalam
acara mandi bersama.Sejak ‘kepergiannya’ yang pertama, bulbul sempat lepas lagi duakali. Namun ia selalu mudah ditemukan. Mungkin karena sudah tidak pintar terbang atau mungkin karena sudah ‘omah’ atau jinak.
Suatu hari aku melihat aku melihat video tentang seorang
ustadz pesantren yang diikuti oleh banyak burung peliharaannya. Tak lama
kemudian kami (aku, Revo, suamiku , Azka dan Dija) berkesempatan mengunjungi
Kuala Lumpur. Pada salah satu perjalanan kami di pagi hari, kami melihat burung
gagak dan jalak, berkeliaran di jalan raya. Burung-burung ini sepertinya nyaman
saja dan tidak takut pada kendaraan yang lalu lalang. Salah seorang ustadz yang
mengantar kami bercerita tentang komentar seorang ustadz yang berkunjung ke Malaysia
yang mendapati banyak burung.
Begini komentarnya :
“ Malaysia ini sungguh negeri yang tentram, buktinya banyak
burung yang terbang bebas tanpa rasa takut. Kita bayangkan di tanah air jika
ada burung yang terlihat, ada saja orang yang akan menembaknya. “
Sepulang dari Malaysia, aku tergelitik untuk mencoba, apakah bul-bul milik kami sudah jinak atau belum.
Suatu siang, sengaja kututup semua pintu dan jendela rumah, lantas kulepaskan bul-bul dari kandangnya dalam ruangan dapur.
Mula-mula ia tidak mau keluar kandang, lalu mau juga akhirnya. Dia berdiri di dinding kursi, lalu pindah ke meja. Kami hanya duduk diam untuk tidak menakutinya. Begitu teori yang kudengar tentang cara menjinakkan.
Setelah bul-bul tidak nampak takut, Revo berjalan pindah tempat, ternyata bul-bul mengikuti arah Revo pergi.
Kusuruh Revo menjauh, bulbul terus mengikuti. Begitulah akhirnya Revo berjalan-jalan dan bulbul mengikuti.
Sepulang dari Malaysia, aku tergelitik untuk mencoba, apakah bul-bul milik kami sudah jinak atau belum.
Suatu siang, sengaja kututup semua pintu dan jendela rumah, lantas kulepaskan bul-bul dari kandangnya dalam ruangan dapur.
Mula-mula ia tidak mau keluar kandang, lalu mau juga akhirnya. Dia berdiri di dinding kursi, lalu pindah ke meja. Kami hanya duduk diam untuk tidak menakutinya. Begitu teori yang kudengar tentang cara menjinakkan.
Setelah bul-bul tidak nampak takut, Revo berjalan pindah tempat, ternyata bul-bul mengikuti arah Revo pergi.
Kusuruh Revo menjauh, bulbul terus mengikuti. Begitulah akhirnya Revo berjalan-jalan dan bulbul mengikuti.
Singkat cerita, setelah beberapa kali adaptasi dan menguji
kesetiaan bulbul pada Revo, kami berani melepasnya di halaman. Dan kembali
bulbul hanya mengikuti Revo.
Maka resmilah bulbul adalah burungnya Revo. Ia tidak mau mengikuti orang lain, hanya Revo. Untuk memasukkan ke dalam kandang, juga harus ditangkap dekat Revo duduk. Kadang dengan sukarela mau masuk sendiri ke dalam kandang.
Saat di luar rumah, kadang bulbul terbang tinggi ke atas pohon, namun segera saja ia turun jika Revo yang memanggil.
Kini saat menunggui Revo mandi, bulbul tidak di dalam kandang lagi, namun ia ikut terjun ke dalam bak mandi, berdua dengan Revo. Lucu yaa.
Maka resmilah bulbul adalah burungnya Revo. Ia tidak mau mengikuti orang lain, hanya Revo. Untuk memasukkan ke dalam kandang, juga harus ditangkap dekat Revo duduk. Kadang dengan sukarela mau masuk sendiri ke dalam kandang.
Saat di luar rumah, kadang bulbul terbang tinggi ke atas pohon, namun segera saja ia turun jika Revo yang memanggil.
Kini saat menunggui Revo mandi, bulbul tidak di dalam kandang lagi, namun ia ikut terjun ke dalam bak mandi, berdua dengan Revo. Lucu yaa.
Abi pakai helm karena takut dipatuk bul-bul |
Ada satu lagi keunikan bulbul. Ia memusuhi siapa saja yang dipandang memusuhi atau mengancam Revo. Saat bulbul melihat abi dan Revo bermain perang-perang, seolah Abi menyerang Revo, bulbul marah. Sejak itu ia selalu menyerang Abi. Apapun yang dilakukan abi, ia tidak lagi peduli. Jadinya Abi harus memakai jaket dan helm agar tidak dipatuk bulbul. Kadang abi sengaja menggoda bulbul dengan pura-pura menyerang Revo, lantas mereka bermain kejar-kejaran. Revo dan bulbul mengejar dan menyerang abi bersama-sama.
Demikian pula pada Amar dan Difa, saat bulbul melihat mereka pura-pura mengganggu Revo dan Revo berteriak : “ Serang bull...!” maka bulbul siap menyerang siapa saja yang mengancam keselamat Revo ...ha...ha....
Celakanya, suatu hari Revo menangis saat kumandikan. Jadi bulbul mengira aku menyakiti Revo, sejak saat itu, aku akan diserang jika memandikan Revo. Anehnya jika ibuku atau mbak Yuli yang memandikan Revo, mereka tidak diserang. Di luar acara bercanda itu, bulbul baik padaku dan pada semua orang. Bahkan pada tamu-tamu kami. Seringkali ia hinggap di kepalaku, kepala Revo, kepala ibuku atau kepala tamu-tamu kami. Tak jarang ia buang kotoran sembarangan. Bahkan di kepala orang yang dihinggapinya.
Jika Revo main komputer bulbul akan menunggui dengan
nangkring di layar monitor. Selama apapun Revo diam di kursi, bulbul akan setia
menungguinya.
Jika Revo pagi mandi, bulbul ikut mandi. Saat Revo sekolah, bulbul dimasukkan ke dalam kandang. Jika Revo pulang sekolah, ia kembali di lepas dan mereka bermain bersama. Jika Revo mengantuk, mau tidur, barulah bulbul masuk kandang lagi. Bulbul sudah menjadi bagian dari hidup kami. Kami buatkan video dan foto-foto keakraban Revo dan bulbul.
Jika Revo pagi mandi, bulbul ikut mandi. Saat Revo sekolah, bulbul dimasukkan ke dalam kandang. Jika Revo pulang sekolah, ia kembali di lepas dan mereka bermain bersama. Jika Revo mengantuk, mau tidur, barulah bulbul masuk kandang lagi. Bulbul sudah menjadi bagian dari hidup kami. Kami buatkan video dan foto-foto keakraban Revo dan bulbul.
Bulbul hinggap di kepala tamu |
Cerita berlanjut lebaran tahun 2012. Kami mudik dan pergi ke Jawa Timur. Totalnya lima hari meninggalkan bulbul hanya dengan ibu dan asisten rumah tanggaku. Rupanya ia kangen pada Revo, saat kandangnya terbuka, ia bergegas terbang keluar. Karena tak ada Revo, atau salah satu dari kami yang biasa memanggil dia turun dari atas pohon, bulbul pergi makin jauh. Karyawanku berusaha mengikuti hingga ke tengah kampung. Makin siang, ia makin tak terdeteksi.
Sorenya ada kabar bulbul telah ditembak mati oleh orang dari
kampung sebelah yang hobi menembak burung.
Kami masih di Ponorogo saat kabar duka itu sampai. Kami sudah tidak lagi bergembira dalam perjalanan pulang. Semua berduka untuk bulbul.
Aku memutar otak untuk mencari jalan keluar ditengah kesedihan kami.
Begitu kembali ke Jogja, esok harinya aku membeli jalak suren yang sangat mirip dengan bulbul. Hanya posturnya lebih kecil sedikit.
“ Po, saat kita mudik kemarin, ternyata bulbul kesepian dan ikut mudik juga. Jadi sekarang yang ada adalah adiknya bulbul...” begitu penjelasan kami.
Kami masih di Ponorogo saat kabar duka itu sampai. Kami sudah tidak lagi bergembira dalam perjalanan pulang. Semua berduka untuk bulbul.
Aku memutar otak untuk mencari jalan keluar ditengah kesedihan kami.
Begitu kembali ke Jogja, esok harinya aku membeli jalak suren yang sangat mirip dengan bulbul. Hanya posturnya lebih kecil sedikit.
“ Po, saat kita mudik kemarin, ternyata bulbul kesepian dan ikut mudik juga. Jadi sekarang yang ada adalah adiknya bulbul...” begitu penjelasan kami.
saling sayang |
Belum kusampaikan bahwa kemungkinan besar bulbul sudah mati.
Revo memang sedih, tapi segera terhidur dengan kehadiran ‘adik’ bulbul yang diberi nama bilbil, oleh Revo.
Sayangnya tentu saja bilbil belum jinak. Jika dipegang tidak mau, bahkan ketakutan. Ia juga tidak bisa bersuara seperti bulbul yang selalu meneriakkan : “ Difa...difa...difae...”
Ikatan revo dan bilbil tentu berbeda, akhirnya Revo menyerah untuk menjinakkan bilbil, lantaran tidak segera menampakkan hasil. Jadi ia kemudian jarang bermain burung sekalipun tetap diusahakan mandi bersama di halaman belakang. Tentu bilbil selalu dalam kandang.
Bilbil memang bukan bulbul.
Enam bulan kemudian perhatian Revo teralih pada para kucing, piaraan baru kami. Bahkan dua bulan yang lalu, bilbil hilang dari kandang. Tak ada yang merasa amat sangat kehilangan, seperti kesedihan kami lebaran yang lalu saat kehilangan bulbul. Kini semua beralih ke para kucing, Sushi dan Max yang sungguh merebut cinta anak-anak.
Namun menjelang lebaran tahun 2013 ini, kenangan dan cinta kami pada bulbul terusik kembali. Saat sahur, Azka membawa cerita :
“ Waktu aku naik motor mau ke kampus kan, aku melihat bulbul...ah pasti bukan bulbul, pikirku, tapi betul-betul mirip bulbul. Dia diam saja di tepi jalan, di seberang jalan. Akhirnya aku berhenti hendak putar balik dan mengambil dia, tapi saat itu dia terbang dan ternyata tidak sendirian...mungkin ia bersama ibunya...”
Kami semua tertawa ingat kisah pertama yang kami karang untuk Revo. Bulbul tengah mudik mencari ibunya. Walaupun kini Revo telah tahu kebenaran bahwa bulbul mati ditembak orang, namun itu setelah ia tak sedih lagi.
“ Kan dia bilang, ini bukan soal uang...tapi ia merawat ibunya yang telah tua...jadi ia tak mau tinggal di sini lagi...” kataku, dan kami tertawa ingat iklan ramadhan dari salah satu BUMN.
“ ...Padahal sudah ditawari bayaran dua kali lipat jika ia mau tinggal...” kata suamiku.
“ Tapi ini bukan soal pisang...ini soal merawat ibunya...” kata anakku yang lain.
“ Kenapa kamu tidak bilang –tok...tok...tok nanti kalau ia menyahut tok...tok...tok berarti ia betulan si bulbul...” kata Hamda.
“ Atau kamu bilang teng...teng...teng...”
“ Atau kamu bilang serang Abi...! Nanti dia kan cari Abi...” kata Abi.
Kami tertawa-tawa mengulang semua cerita bahagia kami bersama bulbul selama dua tahun. Tak ada lagi kesedihan. Ingatan tentang bulbul telah menjadi kenangan yang indah.
Itulah yang membuatku menyelesaikan tulisan ini. Tentu saja jalak yang dilihat Azka mustahil bulbul, karena para jalak suren itu memang rata-rata mirip. Kami mengenali yang membedakan bulbul pada kakinya. Salah satu kakinya hanya berjari 3.
Semoga bulbul telah tenang di alam sana dan arwahnya diterima di sisiNya...hehe.
Kami berharap berjumpa lagi dengan bulbul di surga kelak.
Terimakasih bulbul, pernah menjadi sahabat kami dan memberi warna bahagia dalam kehidupan kami, terutama Revo.
Revo memang sedih, tapi segera terhidur dengan kehadiran ‘adik’ bulbul yang diberi nama bilbil, oleh Revo.
Sayangnya tentu saja bilbil belum jinak. Jika dipegang tidak mau, bahkan ketakutan. Ia juga tidak bisa bersuara seperti bulbul yang selalu meneriakkan : “ Difa...difa...difae...”
Ikatan revo dan bilbil tentu berbeda, akhirnya Revo menyerah untuk menjinakkan bilbil, lantaran tidak segera menampakkan hasil. Jadi ia kemudian jarang bermain burung sekalipun tetap diusahakan mandi bersama di halaman belakang. Tentu bilbil selalu dalam kandang.
Bilbil memang bukan bulbul.
Enam bulan kemudian perhatian Revo teralih pada para kucing, piaraan baru kami. Bahkan dua bulan yang lalu, bilbil hilang dari kandang. Tak ada yang merasa amat sangat kehilangan, seperti kesedihan kami lebaran yang lalu saat kehilangan bulbul. Kini semua beralih ke para kucing, Sushi dan Max yang sungguh merebut cinta anak-anak.
Namun menjelang lebaran tahun 2013 ini, kenangan dan cinta kami pada bulbul terusik kembali. Saat sahur, Azka membawa cerita :
“ Waktu aku naik motor mau ke kampus kan, aku melihat bulbul...ah pasti bukan bulbul, pikirku, tapi betul-betul mirip bulbul. Dia diam saja di tepi jalan, di seberang jalan. Akhirnya aku berhenti hendak putar balik dan mengambil dia, tapi saat itu dia terbang dan ternyata tidak sendirian...mungkin ia bersama ibunya...”
Kami semua tertawa ingat kisah pertama yang kami karang untuk Revo. Bulbul tengah mudik mencari ibunya. Walaupun kini Revo telah tahu kebenaran bahwa bulbul mati ditembak orang, namun itu setelah ia tak sedih lagi.
“ Kan dia bilang, ini bukan soal uang...tapi ia merawat ibunya yang telah tua...jadi ia tak mau tinggal di sini lagi...” kataku, dan kami tertawa ingat iklan ramadhan dari salah satu BUMN.
“ ...Padahal sudah ditawari bayaran dua kali lipat jika ia mau tinggal...” kata suamiku.
“ Tapi ini bukan soal pisang...ini soal merawat ibunya...” kata anakku yang lain.
“ Kenapa kamu tidak bilang –tok...tok...tok nanti kalau ia menyahut tok...tok...tok berarti ia betulan si bulbul...” kata Hamda.
“ Atau kamu bilang teng...teng...teng...”
“ Atau kamu bilang serang Abi...! Nanti dia kan cari Abi...” kata Abi.
Kami tertawa-tawa mengulang semua cerita bahagia kami bersama bulbul selama dua tahun. Tak ada lagi kesedihan. Ingatan tentang bulbul telah menjadi kenangan yang indah.
Itulah yang membuatku menyelesaikan tulisan ini. Tentu saja jalak yang dilihat Azka mustahil bulbul, karena para jalak suren itu memang rata-rata mirip. Kami mengenali yang membedakan bulbul pada kakinya. Salah satu kakinya hanya berjari 3.
Semoga bulbul telah tenang di alam sana dan arwahnya diterima di sisiNya...hehe.
Kami berharap berjumpa lagi dengan bulbul di surga kelak.
Terimakasih bulbul, pernah menjadi sahabat kami dan memberi warna bahagia dalam kehidupan kami, terutama Revo.
Sahabat Sejati siap melindungi Revo |
Foto-foto ini sebagian pernah dimuat di fb Ida nur laila dan di blog anakku,
bulbul bisa sedekat itu dg revo ya mba,,iiih,,sayang bulbulnya ketembak,,nanti beli lg ya revo :)
ReplyDeletemakasih kunjungannya tita...mau kasih potongan video revo mandi satu bak dengan bulbul...tapi mak gaptek ini belum bisa caranya...
ReplyDeleteheheheh lucu banget yah si bul bul ^^ berasa kaya cerita film burung yag akrab dengan keluarga :D
ReplyDeletekapan-kapan mau upload saat mandi satu bak berdua revo
Delete