Daging untuk semua |
Kampungku Mertosanan Kulon, Desa
Potorono, Kecamatan Banguntapan di pinggiran kabupaten Bantul, adalah kampung
yang relatif religius dibandingkan kampung sekitarnya. Diantara indikatornya
adalah jumlah hewan kurban yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Tahun ini ada 8 ekor sapi dan 3 kambing yang terkumpul untuk kurban. Artinya ada 59 warga yang berpartisipasi. Dari 185-an KK. Kalau dibuat prosentase sekitar 35% ya. Itu saja aku dan ibuku berkurban di kota lain karena satu dan lain hal. Mungkin juga ada beberapa warga kampung dengan alasan yang berbeda-beda tidak berkurban di kampung kami.
Tahun ini ada 8 ekor sapi dan 3 kambing yang terkumpul untuk kurban. Artinya ada 59 warga yang berpartisipasi. Dari 185-an KK. Kalau dibuat prosentase sekitar 35% ya. Itu saja aku dan ibuku berkurban di kota lain karena satu dan lain hal. Mungkin juga ada beberapa warga kampung dengan alasan yang berbeda-beda tidak berkurban di kampung kami.
Warga berpartisipasi memotong daging kurban |
Bandingkan dengan warga kampung
sebelah yang terdiri dari sekitar 85 KK. Mereka berhasil mengumpulkan hewan kurban
6 ekor kambing, dengan catatan yang satu dari teman suamiku. Jadi tidak sampai
10% dari warga setempat yang berkurban?
Apakah penduduk kampungku
orang-orang yang mampu ? Hmm tidak juga. Lihatlah profil beberapa shohibul
kurban. Tinggal di depan rumahku, mbah Minah yang berusia 80 tahun. Mbah Minah
berkurban iuran membeli sapi.
Dari mana ya mendapat uang sedangkan mbah Minah tak lagi bekerja? Beberapa bulan yang lalu Mbak Minah masih kuat untuk sekedar membuat sapu lidi, atau mengupas buah melinjo (oncek melinjo), atau kadang mengambil daun pisang dari kebun dan menjualnya kepada yang membutuhkan. Sekarang sudah tidak kuat lagi. Mbah Minah hanya memelihara beberapa ekor ayam, jika sudah agak besar akan dijualkan ke pasar oleh anaknya. Untuk berkurban, mbak Minah menabung selama beberapa tahun dari hasil kerjanya sendiri dan pemberian anaknya.
Dari mana ya mendapat uang sedangkan mbah Minah tak lagi bekerja? Beberapa bulan yang lalu Mbak Minah masih kuat untuk sekedar membuat sapu lidi, atau mengupas buah melinjo (oncek melinjo), atau kadang mengambil daun pisang dari kebun dan menjualnya kepada yang membutuhkan. Sekarang sudah tidak kuat lagi. Mbah Minah hanya memelihara beberapa ekor ayam, jika sudah agak besar akan dijualkan ke pasar oleh anaknya. Untuk berkurban, mbak Minah menabung selama beberapa tahun dari hasil kerjanya sendiri dan pemberian anaknya.
Dapur Umum |
Kemudian ada mbak Fid’ah yang berkurban atas nama bapaknya. Mbak fid’ah bekerja membuat sudi dari kertas, beliau membeli kertas kiloan, lalu dibuat sudi dan dijual ke toko kardus dan perlengkapan snack. Kadang juga menjual hasil kerajinan tangan jahitan saudaranya berupa sarung bantal dan bros dari kain perca. Beberapa waktu yang lalu sempat menjadi pengasuh anak di sebuah TPA, namun sudah 3 bulan ini memilih berhenti bekerja untuk merawat ibu mertuanya yang sudah tua.
Ibu mertuanya jatuh dan patah tulang paha, hingga kini hanya bisa berbaring di tempat tidur. Mbak Fid’ah menabung selama setahun penuh untuk dapat berpartisipasi di hari raya kurban ini. Bapak ibunya jauh-jauh datang dari Kaliangkrik Magelang untuk ikut menyaksikan penyembelihan.
Banyak warga yang berkorban yang
tak dapat saya ceritakan profilnya satu persatu. Diantaranya anak-anak muda
yang bahkan belum berkeluarga. Mereka sudah bekerja dan menyisihkan penghasilannya
untuk menunjukkan kecintaannya pada Allah.
Masyarakat kampungku memiliki kelompok
tabungan kurban. Sebulan sekali anggota kelompok berkumpul dan menyetorkan tabungan menurut
kemampuan masing-masing. Dari tabungan itu ada yang mampu berkurban setelah
menabung selama 1 tahun, ada yang 2 tahun, 3 tahun, atau paling lama 4 tahun.
Sekalipun lama namun ada kesungguhan mereka untuk menyisihkan penghasilan yang
tak seberapa. Profesi warga kampungku kebanyakan tukang. Ada tukang batu,
tukang kayu,tukang las, tukang cukur, tukang tambal ban, tukang cetak batu-bata,
cetak batako, tukang sayur, petani, ternak ayam, supir, buruh pabrik, dan guru.
Jarang yang orang kantoran. Jumlah PNS tidak sampai 10 orang.
Sebagian jama'ah sholat |
Panitia kurban sudah sibuk sejak
sebulan sebelum hari Raya. Dari kalangan remaja dan muda-mudi juga sibuk
mempersiapkan lomba takbir keliling. Mereka berlatih, membuat kostum dan
membuat maskot. Tahun ini maskotnya berbentuk robot yang berkalung tasbih
hehe...
Sholat Ied dilaksanakan di
Lapangan sebagai pusat segala aktivitas. Dihadiri oleh warga dari satu pedukuhan
dan kampung sekitarnya.
Setelah usai sholat Ied, warga bergotong royong melalukan prosesi penyembelihan. Ibu-ibu sebagian memasak untuk warga yang bekerja. Hampir semua orang yang tidak memiliki udzur, terlibat dalam hajatan akbar ini, termasuk anak-anak yang menjadi penggembira.
Setelah usai sholat Ied, warga bergotong royong melalukan prosesi penyembelihan. Ibu-ibu sebagian memasak untuk warga yang bekerja. Hampir semua orang yang tidak memiliki udzur, terlibat dalam hajatan akbar ini, termasuk anak-anak yang menjadi penggembira.
Anak-anak ikut berpesta |
Setelah acara mengelola hewan kurban usai, semua
makan bersama diiringi senda gurau penuh kegembiraan. Setelah sholat dhuhur,
dilakukan pembagian daging oleh para muda-mudi. Diantar ke rumah setiap warga.
Bagi warga yang mengikutkansertakan hewan kurban, mendapat jatah sepertiga daging
dan balungan.
Bagi warga yang menjadi panitia, juga mendapatkan bagian sebagai panitia. Adapun secara otomatis, semua KK mendapat juga jatah daging, jeroan dan balungan. Jadi seorang yang berkurban, menjadi panitia dan juga warga, bisa mendapat cukup banyak bagian. Apalagi jika dalam satu rumah mengikutkan semua anggota keluarga untuk menjadi panitia atau sekedar membantu prosesinya.
Bagi warga yang menjadi panitia, juga mendapatkan bagian sebagai panitia. Adapun secara otomatis, semua KK mendapat juga jatah daging, jeroan dan balungan. Jadi seorang yang berkurban, menjadi panitia dan juga warga, bisa mendapat cukup banyak bagian. Apalagi jika dalam satu rumah mengikutkan semua anggota keluarga untuk menjadi panitia atau sekedar membantu prosesinya.
Kulihat kegembiraan dan
kemeriahan setiap kali merayakan Idhul
Adha. Aku bersyukur telah diijinkan Allah untuk tinggal di kampungku, dimana
warga sangat rukun dan senang berbuat baik.
Aku juga bantu-bantu lho |
wah serunya mak... saya juga pulang kampung t4 mertua....tapi ga ikutan bantu2, cuma nonton ma krucil....
ReplyDeleteokee dong kumpul keluarga senangnya mak...silahkan mampir kalau ke jogja.Makasih sudah berkunjung ke blog
ReplyDeleteweeeh...bu ida potorono to? dg balai desa mananya? sy dulu di ngentak pelem baturetno btp btl :-) n pernah kerja di potorono jg 5 tahun di dini advertising (tpt pak taufik ridwan, kl ibu kenal).
ReplyDeletehehe main dong mak...iya aku ngerti dini advertising
Deletepaling bahagia memang ketika nama kita sebagai shohibul Qurban dipanggil (bukan untuk pamer/riya') tapi inilah bukti kecil dari hamba ALLAH..Serunya memang pas ngotel-otel daging,,hihihi barengan ibu2 dan bercerita2 ^_^ itulah kebersamaan
ReplyDeleteiya mak Ari...seru setahun sekali
DeleteBerarti akhir pekan bisa nyate di Banguntapan heeee
ReplyDeleteyuuk nyate sapi....
Deletesama serunya dg di kampungku Mbak...hehehe...walaupun kampungku kalah religius dg kampung panjenengan
ReplyDeletealhamdulillah bersama dalam kebaikan ya
Deleteseru dan meriah banget
ReplyDeletebegitulah hidup di desa mbak
Delete