Pages

Tuesday, October 15, 2013

IDHUL ADHA : PESTA SEKAMPUNG


Daging untuk semua

Kampungku Mertosanan Kulon, Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan di pinggiran kabupaten Bantul, adalah kampung yang relatif religius dibandingkan kampung sekitarnya. Diantara indikatornya adalah jumlah hewan kurban yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. 



Tahun ini ada 8 ekor sapi dan 3 kambing yang terkumpul untuk kurban. Artinya ada 59 warga yang berpartisipasi. Dari 185-an KK. Kalau dibuat prosentase sekitar 35% ya. Itu saja aku dan ibuku berkurban di kota lain karena satu dan lain hal. Mungkin juga ada beberapa warga kampung dengan alasan yang berbeda-beda  tidak berkurban di kampung kami.

Warga berpartisipasi memotong daging kurban
Bandingkan dengan warga kampung sebelah yang terdiri dari sekitar 85 KK. Mereka berhasil mengumpulkan hewan kurban 6 ekor kambing, dengan catatan yang satu dari teman suamiku. Jadi tidak sampai 10% dari warga setempat yang berkurban?

Apakah penduduk kampungku orang-orang yang mampu ? Hmm tidak juga. Lihatlah profil beberapa shohibul kurban. Tinggal di depan rumahku, mbah Minah yang berusia 80 tahun. Mbah Minah berkurban iuran membeli sapi. 

Dari mana ya mendapat uang sedangkan mbah Minah tak lagi bekerja? Beberapa bulan yang lalu Mbak Minah masih kuat untuk sekedar membuat sapu lidi, atau mengupas buah melinjo (oncek melinjo), atau kadang mengambil daun pisang dari kebun dan menjualnya kepada yang membutuhkan. Sekarang sudah tidak kuat lagi. Mbah Minah hanya memelihara beberapa ekor ayam, jika sudah agak besar akan dijualkan ke pasar oleh anaknya. Untuk berkurban, mbak Minah menabung selama beberapa tahun dari hasil kerjanya sendiri dan pemberian anaknya.
Dapur Umum

Kemudian ada mbak Fid’ah yang berkurban atas nama bapaknya. Mbak fid’ah bekerja membuat sudi dari kertas, beliau membeli kertas kiloan, lalu dibuat sudi dan dijual ke toko kardus dan perlengkapan snack. Kadang juga menjual hasil kerajinan tangan jahitan saudaranya berupa sarung bantal dan bros dari kain perca. Beberapa waktu yang lalu sempat menjadi pengasuh anak di sebuah TPA, namun sudah 3 bulan ini memilih berhenti bekerja untuk merawat ibu mertuanya yang sudah tua. 

Ibu mertuanya jatuh dan patah tulang paha, hingga kini hanya bisa berbaring di tempat tidur. Mbak Fid’ah menabung selama setahun penuh untuk dapat berpartisipasi di hari raya kurban ini. Bapak ibunya jauh-jauh datang dari Kaliangkrik Magelang untuk ikut menyaksikan penyembelihan.

Banyak warga yang berkorban yang tak dapat saya ceritakan profilnya satu persatu. Diantaranya anak-anak muda yang bahkan belum berkeluarga. Mereka sudah bekerja dan menyisihkan penghasilannya untuk menunjukkan kecintaannya pada Allah.

Masyarakat kampungku memiliki kelompok tabungan kurban. Sebulan sekali anggota kelompok  berkumpul dan menyetorkan tabungan menurut kemampuan masing-masing. Dari tabungan itu ada yang mampu berkurban setelah menabung selama 1 tahun, ada yang 2 tahun, 3 tahun, atau paling lama 4 tahun. Sekalipun lama namun ada kesungguhan mereka untuk menyisihkan penghasilan yang tak seberapa. Profesi warga kampungku kebanyakan tukang. Ada tukang batu, tukang kayu,tukang las, tukang cukur, tukang tambal ban, tukang cetak batu-bata, cetak batako, tukang sayur, petani, ternak ayam, supir, buruh pabrik, dan guru. Jarang yang orang kantoran. Jumlah PNS tidak sampai 10 orang.

Sebagian jama'ah sholat 
Panitia kurban sudah sibuk sejak sebulan sebelum hari Raya. Dari kalangan remaja dan muda-mudi juga sibuk mempersiapkan lomba takbir keliling. Mereka berlatih, membuat kostum dan membuat maskot. Tahun ini maskotnya berbentuk robot yang berkalung tasbih hehe...

Sholat Ied dilaksanakan di Lapangan sebagai pusat segala aktivitas. Dihadiri oleh warga dari satu pedukuhan dan kampung sekitarnya. 

Setelah usai sholat Ied, warga bergotong royong melalukan prosesi penyembelihan. Ibu-ibu sebagian memasak untuk warga yang bekerja. Hampir semua orang yang tidak memiliki udzur, terlibat dalam hajatan akbar ini, termasuk anak-anak yang menjadi penggembira.

Anak-anak ikut berpesta 
Setelah  acara mengelola hewan kurban usai, semua makan bersama diiringi senda gurau penuh kegembiraan. Setelah sholat dhuhur, dilakukan pembagian daging oleh para muda-mudi. Diantar ke rumah setiap warga. Bagi warga yang mengikutkansertakan hewan kurban, mendapat jatah sepertiga daging dan balungan. 

Bagi warga yang menjadi panitia, juga mendapatkan bagian sebagai panitia. Adapun secara otomatis, semua KK mendapat juga jatah daging, jeroan dan balungan. Jadi seorang yang berkurban, menjadi panitia dan juga warga, bisa mendapat cukup banyak bagian. Apalagi jika dalam satu rumah mengikutkan semua anggota keluarga untuk menjadi panitia atau sekedar membantu prosesinya.

Kulihat kegembiraan dan kemeriahan  setiap kali merayakan Idhul Adha. Aku bersyukur telah diijinkan Allah untuk tinggal di kampungku, dimana warga sangat rukun dan senang berbuat baik.
Aku juga bantu-bantu lho 

12 comments:

  1. wah serunya mak... saya juga pulang kampung t4 mertua....tapi ga ikutan bantu2, cuma nonton ma krucil....

    ReplyDelete
  2. okee dong kumpul keluarga senangnya mak...silahkan mampir kalau ke jogja.Makasih sudah berkunjung ke blog

    ReplyDelete
  3. weeeh...bu ida potorono to? dg balai desa mananya? sy dulu di ngentak pelem baturetno btp btl :-) n pernah kerja di potorono jg 5 tahun di dini advertising (tpt pak taufik ridwan, kl ibu kenal).

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe main dong mak...iya aku ngerti dini advertising

      Delete
  4. paling bahagia memang ketika nama kita sebagai shohibul Qurban dipanggil (bukan untuk pamer/riya') tapi inilah bukti kecil dari hamba ALLAH..Serunya memang pas ngotel-otel daging,,hihihi barengan ibu2 dan bercerita2 ^_^ itulah kebersamaan

    ReplyDelete
  5. Berarti akhir pekan bisa nyate di Banguntapan heeee

    ReplyDelete
  6. sama serunya dg di kampungku Mbak...hehehe...walaupun kampungku kalah religius dg kampung panjenengan

    ReplyDelete