Kemarin pagi Hp ku berdering. Kulihat nomer yang tak
kukenali. Namun kuangkat juga.
“ Ibu saya ingin wawancara dengan ibu. Saya mahasiswi dari
kampus X yang sedang menyusun
skripsi...bla...bla...”
Aku sering mendapat permintaan demikian. Jika topiknya
sesuai, kadang kusetujui. Jika tidak , lebih banyak kutolak. Intinya mahasiswi
yang meneleponku ingin wawancara dengan klienku tentang pengaruh konseling
terhadap keutuhan rumah tangga. Tentu saja aku menolak. Kasus klien adalah
rahasia. Dan aku tidak akan membuka jati diri mereka. Kalau terkadang aku
ceritakan sepenggal kasus, tidak saya kaitkan dengan identitas seseorang. Jadi menunjuk
seseorang atau sebuah keluarga adalah klien, hal yang jelas kuhindari. Aku
menolaknya. Pembicaraan itupun berakhir.
Pagi tadi selepas anak-anak berangkat sekolah, datanglah dua
orang tamu, yang tak kukenali. Tanpa janjian. Dalam hati aku sudah mengeluh.
Waktu yang kumiliki sungguh sempit, aku belum mandi, sarapan dan biasanya
sekedar on line sebentar sebelum aku berangkat ke tempat kerja. Jika aku harus
menerina tamu pada jam begini, semua akan terlambat...
Namun sopan-santun
sebagai seorang muslim, tentu aku menerima mereka.
Ternyata salah satunya adalah yang kemarin menelepon. Ia mulai
dengan mengenalkan nama dan jati dirinya serta tujuan kedatangannya.
“Saya sangat peduli pada lingkungan. Saya suka menolong
sesama, saya suka memperhatikan permasalahan sosial dan sangat ingin berbuat
untuk membaikkan masyarakat...” begitu prolognya. Lalu ia lanjutkan dengan
berbagai aktivitas dia saat ini. Diantaranya aktif dalam komunitas penulisan
dan bedah buku klasik. Ia juga ingin membangun sekolah alam selepas lulus
nantinya. Selama ini ia telah merintis komunitas untuk mencerdaskan
lingkungannya, bahkan juga dikalangan anak berkebutuhan khusus. Perlahan muncul
rasa simpatiku. Betapa seorang mahasiswa tingkat 4, ia memiliki kepedulian dan
pemikiran yang begitu matang dan jauh ke depan.
“ Beberapa waktu yang lalu, kakak saya menikah. Saya lihat
kakak justru sibuk dengan masalah teknis pernikahan. Ternyata kakak tidak siap
dengan konsep pernikahan itu sendiri. Saya sudah baca buku bapak Cahyadi yang
berjudul Di jalan Dakwah Kugapai Sakinah. Dalam buku tebal itu, banyak hal yang
harus dipersiapkan untuk seseorang itu menikah. Kakak justru bertanya ini itu
ke saya karena saya yang telah baca bukunya....”
Ia adalah mahasiswi jurusan Hukum Syariah. Ia tidak ingin
skripsi tentang kasus perceraian atau konflik keluarga yang diambil di
Pengadilan Agama. Ia ingin lebih dari itu.
“ Menurut saya, banyaknya problem keluarga mungkin karena
pasangan yang akan menikah tidak memahami konsep berkeluarga. Saya ingin
meneliti secara kualitatif, pengaruh bimbingan pranikah terhadap kebaikan
sebuah keluarga....”
Begitulah pembicaraan kami. Akhirnya setelah ia memaparkan
panjang lebar tentang fokus perhatiannya, aku bisa meletakkan diri, dimana akan
membantunya. Aku meminta maaf bahwa kemarin sempat menolak berkontribusi,
lantaran tidak terlalu memahami apa yang dia sampaikan. Ia juga meminta maaf
karena terlalu to the point dalam memintaku sebelum menjelaskan latar belakang
dan tujuannya.
Pagi ini aku belajar sebuah kegigihan dari sorang mahasiswi
muda, cantik, smart dan type pejuang gigih. Ia tidak patah semangat atas
penolakan saat meminta untuk pertama kali. Ia nekat menemuiku untuk menjelaskan
secara langsung, bahkan nekat bertamu tanpa janjian. Dari pertemuan ini, aku
justru belajar darinya tentang keyakinan,
optimisme dan husnudzon seorang gadis muda yang memperjuangkan idealitasnya. Aku simpati dan jatuh
hati. Seandainya punya anak laki-laki, sudah kulamar ia menjadi menantuku.
Simpatiku bertambah saat mengetahui. Kemarin sore ia datang
ke Jogja dengan berkendara motor berdua dengan temannya, demi menemuiku. Ia
ingin bertemu dan menjelaskan langsung proyeknya lantaran aku telah menolaknya
via telepon. Setelah cukup berbincang dan begitu melihat jam tepat pukul 09.00,
bersegera berpamitan untuk mengejar kuliah jam 13.00. Di Semarang. Berkendara
motor lagi !
Aku mengantar kepulangannya dengan
pesan untuk hati-hati dan jangan ngebut. Kuberikan tanda mata buku karyaku dan berpesan
jika datang lagi ke Jogja, untuk menginap saja di rumahku.
Aku bersyukur pada Allah atas
pencerahan pagi ini, melalui seorang gadis belia, yang penuh semangat. Kulihat
kesuksesan membayangi masa depannya. Semoga.
No comments:
Post a Comment