Kira-kira jika seorang suami
ditanya, mana yang lebih dia sukai, istri yang terlalu cerewet suka membantah atau
istri yang lebih santun dan menghemat kata-kata?
Tak perlu survei untuk
pembenaran, bahwa laki-laki pada umumnya tak suka dibantah. Pada umumnya lho,
mungkin ada pengecualian jika anda tidak sepakat. Beberapa suami telah
mengeluhkan istrinya yang banyak bicara dan banyak bertanya.
“Istri saya banyak bicara
bu, terlalu banyak bertanya, bagaimana menyuruhnya untuk diam?”
Saya tersenyum geli. Geli, mengingat
bahwa terjadi pengaduan sebaliknya dari para istri:
“Suami saya sangat pendiam
bu. Jika diajak bicara belum tentu menjawab. Jika ada masalah tidak mau
membicarakan. Pernikahan kami mengalir saja, tak ada pembicaraan tentang masa
depan. Bagaimana cara membuat suami mau bicara bu?”
Suami ingin istrinya hemat
kata-kata dan sebaliknya istri berharap suaminya sedikit lebih verbal.
Kisah istri yang verbal ini terjadi
sejak dulu kala. Lihatlah cerdasnya Bunda Hajar untuk merubah perilakunya saat
mula pertama ditinggalkan oleh Nabiyullah Ibrahim di lembah Mekkah yang saat itu
tidak bertuan. Beruntun Bunda Hajar mencari tahu, maksud dari suaminya meninggalkannya
di tempat asing, sunyi dan tak berpenghuni.
“Ya Ibrahim, kepada siapa kau
meninggalkan kami? Tidak ada seorang pun disini.”
Tak ada jawab, bahkan
suaminya tak kuasa berpaling menatap istrinya.
“Ya Ibrahim, kepada siapa kau
meninggalkan kami? Tidak ada seorang pun disini.”
Masih tak ada jawab.
“Ya Ibrahim, kepada siapa
kau meninggalkan kami? Tidak ada seorang pun disini.”
Tetap tanpa jawab.
Tiga kali istrinya bertanya
dan ketiganya berlalu dalam kesunyian desau angin lembah Mekkah. Suaminya
memang tak tahu harus menjawab apa. Cerdasnya Bunda Hajar, beliau merubah
kalimatnya.
“Ya Ibrahim! Apakah Allah
yang telah memerintahkanmu untuk melakukan ini?” dan jawaban Ibrahim As. seperti
menjadikannya kalimat retoris.
“Ya.” Hanya sepotong jawab,
namun cukup bagi seorang istri solihah. “Dengan begitu, Allah tidak akan
membiarkan kita... Allah tidak akan membiarkan kita.”
Tak ada bantahan. Yang ada
hanya keyakinan, kepercayaan dan tawakal. Tak mungkin Allah mencelakai mereka,
menelantarkan mereka. Tak mungkin pula suaminya berlaku demikian.
Belakangan ini banyak
diantara kasus perselisihan suami istri diawali proses berbantah-bantahan.
Rata-rata suaminya tersinggung saat istri berani membantahnya. Terkadang untuk
perkara yang penting, kadang karena masalah yang sepele.
“Ibu, tolong nasehati istri
saya, hari ini saya sudah berlebaran, sudah berbuka puasa, dan istri saya masih
berpuasa, tidak mengikuti lebaran pada umumnya di kampung kami....bahkan ia tak
mau saya ajak ke lapangan untuk menunaikan sholat Ied.”
Itu pertanyaan pada Hari Raya
Idul Fitri beberapa waktu yang lalu. Mereka berdua telah berdebat ramai sejak
malam sebelumnya, berbeda pendapat tentang penentuan hari Raya.
Apakah yang diperoleh istri
tersebut jika pada Hari Raya Idul Fitri, saat manusia meraih manisnya buah
puasa dengan kataqwaan dan saling memaafkan, ia justru membantah suaminya? Seharusnya
ia belajar bahwa mentaati suami juga dalam warna ijtihad fiqhiyah.
Hmm tak hanya suami istri,
seorang pimpinan tak suka jika bawahannya banyak membantah. Guru tak suka
muridnya membantah. Orang tua juga tak suka anaknya ‘ngeyel’. Teman saja juga
tak suka dibantah. Apakah mungkin kita menyukai orang yang sering membantah
kita?
Para istri harus smart memilih kata dengan tepat, menyampaikannya
dengan santun untuk mengungkapkan pendapatnya. Agar tidak terkesan ‘ngeyel’. Yang
penting sampaikan persetujuan dulu. Usulannya yang berbeda dengan pendapat
suami disampaikan belakangan.
Lihatlah percakapan berikut:
Siang itu, suami melepon
istrinya dari kantor.
Suami (S): “ Mah, nanti sore
kita menengok Eyang ya, sudah lama kita tidak berkunjung”
Istri (I): “ Waah Ayah, kenapa
mendadak? Mamah kan hari ini ada arisan, masak Mamah harus bolos, ntar nggak
enak sama teman-teman”
S : “ Mamah tuh, susah amat diajak menengok orang
tua!”
I : “Bukannya Mamah tidak mau, Ayah kalau punya
rencana pakai ancang-ancang doong...lagian anak-anak masih semesteran, nanti kalau
diajak mereka capek dan tidak sempat belajar!”
Suami jengkel, istri juga
jengkel. Mungkin suami sudah kangen dengan orang tuanya dan jengkel istrinya
tidak mendukungnya.
Perhatikan versi lain:
S :“ Mah, nanti kita
menengok Eyang ya, sudah lama kita tidak berkunjung”
I :” Usulan yang bagus, Mamah
setuju. Mamah juga kangen sama Eyang”
S : “ Nanti bawa oleh-oleh
apa ya...?!’
I :” Eng...kalau boleh usul,
gimana kalau menengoknya hari Sabtu saja, Ayah kan libur, jadi kita bisa berangkat
siang. Hari ini anak-anak masih semesteran, ntar kita nggak bisa ajak mereka.
Mamah juga ada arisan nanti sore, jadi pengurus nggak enak kalau nggak datang....”
S: .......(mikir )
I: “Lagian Yah, kalau
berangkatnya Sabtu, Mamah bisa mesen ayam panggang kesukaan Eyang, semoga Mamah
juga sempat membuat kue untuk oleh-oleh. Sekarang Ayah telepon Eyang dulu saja,
mengabarkan rencana kita hari sabtu itu...”
Kira-kira percakapan mana
yang lebih membuat nyaman suami istri? Sama-sama ingin menunda rencana
bepergian, jika diawali dengan dukungan dan dilanjutkan dengan usulan solutif,
akan terasa lebih baik. Kehidupan rumah tangga akan selalu diikuti dengan
perpedaan pendapat diantara para anggota keluarga. Seni untuk mengelolanya akan
membawa keindahan dalam hubungan suami istri. Menjaga keutuhan rumah tangga
adalah kewajiban kedua belah fihak, suami dan istri. So, jauhilah berbantahan.
Tapi ada baiknya juga anda
bertanya pada suami, apakah ia menyukai istri yang “ngeyel”? Jika suami memang
suka, berarti anda beruntung!
Oya, maafkan saya tak punya
banyak teori, hanya berangkat dari kisah sehari-hari.
whahahaha setuju nih. saya belajar banyak setelah nikah tentang komunikasi ini. gak cuma saya sih ternyata, suami juga. sebelum nikah saya termasuk perempuan yang gak ceriwis, begitu juga udah nikah. tapi kok kadang2 malah gak sadar nyerocos ke suami ya hohoho :D apa udah nature kita gitu ya sebagai perempuan? tapi ya balik lagi saling belajar mesti ngomong bagaimana biar cesss ke hati masing-masing.
ReplyDeletemakasoih kunjungannya mak Ulu...saya juga super cerewet...
ReplyDeletepelajaran untuk saya yang super cerewet Mak.. hiks.. saya memang ekstrovet kalau ke suami... :)
ReplyDeleteMaksudnya sih agar komunikasi dua arah berlangsung setiap hari.. Terimakasih Mak... :)
hihihi...asik nih tulisan bunda Ida, makasih banget utk pencerahannya, walau dlm keluarga kecilku, si ayah jauh lebih cerewet dibandingin istrinya yg super kalem ini *kabooorrr :D
ReplyDeleteya ya ya.. intinya komunikasi, setujuuuuuu..
ReplyDeleteiya, intinya komunikasi yang baik ya...jgn ngeyel2an...
ReplyDeletehehehe, saya cerewet Mba Ida, soalnya suami saya pendiam. kalau sama-sama pendiam gimana dong..sepiii banget rumah qiqiqi, jurus ngeles
ReplyDeletehei semua, terimaksih untuk yang sudah nengokin urusan ngeyel ini, juga yang sudah kasih komen Ety handayaningsih, fitri anita,Uniek kasgarwanti, hanya segores, Riski Fitriasari
ReplyDeletexixixi,,, saya banget mak, super duper cerewet,,, tapi suami suka, kata dia ada teman buat berdebat *berdebat karena kebawelan saya...hehehehe...
ReplyDeletenaah...akhirnya ada juga suami penyuka istri cerewet...hihi tinanic...selamat ya...anda beruntung...tung!
ReplyDeleteMemang ya Mak, penolakan atau bantahan akan menimbulkan reaksi "bertahan". Jarang ada orang yang bisa langsung suka bila dibantah, mesti diam dulu bbrp saat untuk memikirkan kenapa lawan bicaranya membantah. Sebaiknya suami juga berpikir dengan baik bagaimana kalau mau bicara dengan istrinya, tidak langsung perintah2. Biasanya memang suami ya seperti tulisan di atas, istri seperti tulisan di atas juga :)
ReplyDeleteIntinya selalu klasik ya Mak: komunikasi. Klasik tapi nyatanya banyak yang kelabakan juga dengan urusan seperti ini :D
setuju mak Mugniar...teorinya kadang tahu...pas praktek suka lupa2...
ReplyDeletekatanya kalau laki2 egonya tinggi :D
ReplyDeletemasing-masing punya ego mak myra...tinggi rendahnya diukur dari psangan masing-masing hehe. makasih kunjungannya
ReplyDeletehihihi... aduhhh bunda tau aja nih kalo aku termasuk istri yang cerewet hehehe.... iya ya..ngomong juga ada seninya supaya ga bikin sewot suami.. baiklah :)
ReplyDeletemak Muna...pastinya udah pinter ambil hati suami...hihi
Deletekalo saya sebaliknya, saya pendiam, suami lebih verbal,
ReplyDeletehmm emang ada yang begitu ya mak...
Delete