Catatan harian Umi dan Azka.
Ahad, 27 februari 2012 .
Kadang perasaan seperti gunung yang akan meletus |
Pagi itu engkau bangun pagi
dan segera mandi. Tumben.
“Mau kemana kak?” tanyaku.
“Aku mau Sun Mor..mi
”jawabmu.
“Mmm kalau Sun Mor itu yang
Mor saja lho...bukan Sun evening...” kataku.
“ Lha iya...aku nanti juga
paling pulang siang-siang kok...” jawabmu.
“Kamu tahu tidak, jika
maghrib kamu belum pulang, umi itu cemas...kamu akan rasakan perasaan itu nanti
jika kamu punya anak gadis...”
“ Iya mungkin aku besok akan
merasakan ya mi...”jawabmu.
“ ..dan tahukah kamu, jika
sekarang kamu tidak taat sama umi...mungkin kelak anakmu juga tidak taat
sama kamu...?”
“Memangnya umi tidak taat
sama eyang...?” kamu balik bertanya.aku terkejut...anakku yang kritis...
“ Umi selalu berusaha taat
sama eyang dong. Bayangkan, umi taat saja, kamu kadang tidak nurut sama
umi...bayangkan jika kamu tidak taat...apa jadinya anakmu...”
“Hmmm iya ya...aku taat kok
sama umi...”
Dan kamu berangkat ke
sunmor. Hingga tengah hari, aku lupa dengan urusanmu. Aku sibukkan diri dengan
adik-adikmu. Siang, jam 12.00 aku memasak sayur asem yang lezat, barulah aku
ingat padamu. Sayur asem adalah kesukaanmu.
“ Kak, umi masak sayur
asem...lezaat” aku menulis SMS untukmu.
Maksudku sebenarnya adalah :
“Pulanglah nak, bukankah kamu tadi
berjanji pulang siang, ini umi sudah memasak sayur kesukaannmu “ . Namun engkau
tidak menjawab SMS itu.
Bahkan hingga ashar, engkau
tidak memberi kabar.
Maka aku meneleponmu.
Tulalit. HP mu tidak aktif.
Kemungkinannya adalah HPmu
mati kehabisan batre atau engkau sengaja mematikannya. Aku tidak mau
berprasangka buruk, jadi kuanggap saja hpmu sedang mati.
Cuaca mendung, lalu hujan
cukup deras. Aku mulai cemas.
Dimana kamu anakku ?
Hingga adzan maghrib berkumandang, engkau tidak
kunjung pulang.
Berbagai rasa berkecamuk
dalam hatiku. Apakah yang tengah terjadi ? apakah aku telah gagal mendidik
anakku ? Mengapa ia tidak kunjung pulang ? Mengapa ia tidak peduli pada
keluarga, pada orang tua dan adik-adiknya ? Apakah aku harus lebih tegas
lagi ?
Misalnya apakah perlu
kusampaikan pada ayahnya, bahwa menurut perasanku ia sekarang cenderung
menyepelekan ibunya. Apakah perlu uang sakunya lewat aku lagi, tidak langsung
ditransfer lewat ATM, sehingga jika ia merasa membutuhkan uang, ia akan memakai
proses pengajuan anggaran jika bepergian.
Bagaimana nanti aku akan
bersikap, jika ia pulang telat ?
Apakah aku akan
mendiamkannya, dari pada aku mengomel tak karuan. Tapi apakah mendiamkan itu
efektif, bisa jadi ia tidak akan tahu bahwa aku sedang marah padanya. Dan
mungkin menjadi contoh sikap orang tua yang kurang baik lantaran mendiamkan
anak justru ketika anak bersalah...?
Jika akan menasehati, dari
mana aku akan memulainya...?
Apakah aku harus lebih tegas
memberi tanggung jawab padanya, misal mengurus bajunya, mencuci seterika
sendiri, tidak dikerjakan pembantu...?
Barangkali dengan begitu ia
akan lebih dewasa dan bertanggung kawab paling tidak untuk urusannya sendiri...
Semua itu berkecamuk dalam
benakku. Semua itu mendera hatiku. Hingga saat sholat maghrib, aku merasakan
duka yang sangat. Kudoakan khusu untuk putriku, agar Allah segera mengetuk
hatinya untuk pulang.
Hujan masih saja turun,
langit pekat, dan hari telah gelap.
Selepas maghrib, aku ajak
anak-anak membaca ma’tsurot lalu mengaji. Amar, Hamda dan Difa, duduk membaca
Al-Qur;an bersamaku. Dalam hati aku terus bertanya...kemana kamu Azka...? Mengapa
engkau tidak bersama kami duduk membaca
al-Qur’an. Apakah kamu juga sudah sholat maghrib. Namun kusimpan saja semua dalam hati. Tak
kunampakkan cemasku pada anak yang lain.
Sedang kami mengaji
bersama...engkau datang mengetuk pintu. Amar kuminta membukakan.
“ Assalamu’alaikum...Umi
lihat...!”
Engkau masuk rumah, dengan
suara yang ringan renyah, tanpa rasa bersalah...lega sudah hatiku, hilang semua
resah, alhamdulillah...namun...
“...aku jatuh kecelakaan...”
masya Allah, aku menoleh, melihat engkau menunjukkan luka-luka di lutut dan
kakimu.
“ Aku jatuh sendiri, tapi cuma
ini luka-lukanya...”
“ Kamu tahu kak...mengapa
kamu jatuh...?” tanyaku hati-hati.
“ Iya aku tahu, pasti aku
tidak mendapat ridhonya Umi...pasti kalau Umi tidak ridho...aku jadi
kenapa...kenapa...”
Plong...hilang sudah semua
kemarahanku. Ternyata engkau mengerti nak...
“Umi tadi sore memang marah,
karena kamu tidak bisa ditelepon...kan janjinya pulang siang...”
“Iya, aku tadi habis dari sun
mor trus ngerjain tugas di rumah temanku. Kan kemarin sudah motret studio banyak...jadi banyak yang harus
diedit...jadi sekalian tadi kita kerjain...”
“Ya Allah, lain kali beri
kabar kek...biar umi tidak cemas...”
“Kan hpku mati... O iya
sebenarnya bisa pinjam hp temen ya...wah gak kepikiran...” katamu ringan.
Ya anakku, Umi
memaafkanmu...
“Kak, ini masalah komunikasi. Seandainya kamu
bilang rencana kamu dan acara kamu, umi tidak akan berpikir yang macam-macam.
Umi tadi padahal tidak mendoakan jelek untukmu. Tapi memang umi agak marah sama
kamu...”
“Ya deh lain kali aku
sms...”
Selesai sudah semua
pergulatan batin. Bagaimanapun kami saling menyayangi. Bagaimanapun kamu adalah
putriku yang masih kupercaya. Jika kamu bilang melakukan sesuatu, aku percaya
bahwa memang itulah yang kamu kerjakan. Maafkan Umi ,anakku. Jika tadi sempat
khawatir kamu pergi bermain dan bergaul tak karuan...
Sebagai ganti, kumasakkan
orak-arik untuk makan malam, jam 20.00 waktu dapur.
“Kak ayo makan, Umi masak
orak-arik enak...sayur asem tadi siang juga masih...sudah umi panasi".
“Ya mi..hmm baunya enak
sekali...” katamu.
Engkau mengambil nasi dan
makan dengan sangat lahap sambil menonton sepak bola bersama Amar. Aku
bergabung makan bersama. Kita ngobrol soal Indonesia vs. Singapura yang sedang
main. Kita mengobrol Persiba yang kemarin sore kamu tonton.
Cair sudah semua masalah.
“Aku makan sayur asemnya ya Mi...mmm kurang asin tapi gak papa...”
Engkau habiskan satu mangkuk
tak bersisa hingga kuah-kuahnya. Aku melihatnya dengan bangga.
Azka, engkau masih
anakku...masih menyukai masakanku...
“Ini kak, minum obat, biar badanmu tidak
pegel-pegel nanti malam dan besok pagi. Lukanya diolesi centabio...” kuambilkan
sebuah tablet.
“Obat apa mi? Centa bionya
sudah ketemu ini...” katamu sambil mengoles luka.
“Ini neuro sanbe, obat
vitamin syaraf dan tambah darah...orang habis jatuh biasanya pegal
badannya....”
“Makasih mi....enak ya kalau
capek minum ini jadi sembuh dong...tapi ntar aku masih minum coca cola...”
Azka, engkau masih anakku...masih
menurut apa saranku...
Ya Allah, jadikan dia putri
sholihah, penyejuk mata. Jagalah dia dari api dunia dan api neraka..berikan
selalu kebaikan dan kebahagiaan, amin.
Dan semua rencanaku sore
tadi, menguap sudah...
Hal seperti ini pasti juga dialami kebanyakan orang tua ya Mba, seperti saya juga sering mengalami hal seperti ini. Maklumlah jiwa orang tua. he,, he, he,,,
ReplyDeleteSalam
makasih kunjungannya Indra Kusuma, tidak mudah menjadi orang tua di jaman sekarang. salam kenal
ReplyDeleteKalau jadiorang tua selalu begitu ya?.. sayangnya aku belum pernah merasakan punya anak...
ReplyDeleteBtw, aku jadi ingat masa remaja aku... karena ibuku amat terlalau mencemaskan setiap aku keluar rumah, saking cemasnya, jarang sekali aku diizinkan pergi jauh... alhasil masa remaja banyak bohongnya agar dapat izin...
ya ... antara apa yang seorang ibu cemaskan akan menjadi beda dengan apa yang anak pikirkan..
hhhmmm... entahlah, mungkin karena aku belumpunya anak ya, cara berpikir aku agak beda, dari zaman aku kecilhingga sekarang, banyak orang tua yang terlalu mencemaskan anaknya diluar rumah sehingga seringnya kurang ridho jika anaknya bepergian..
naluri ibu susah banget untuk diabaikan..makasij telah berkunjung Rumah belajar bumi cendekia. salam kenal ya.
ReplyDeletemaaakkk.. hehee aku terenyuh bacanya...
ReplyDeletejadi teringat aku dahulu wakt kelas 6 SD, aku memang tak pernah main jauh, apalagi bapakku juga cukup tegas..
pernah suatu saat aku main ke rumah tetangga, sampai sore dan ternyata hujan dueras mengguyur petir menyambar hingga malam...
aku santai saja bermain di rumah temanku, mau plang juga sama ibu temanku gak boleh tunggu sampai hujan reda dulu saja.
tapi ternyata dirumah ibuku sudah menangis tak terkira, kakak2ku mencariku ke rumah teman-teman sekolahku dan bapakku hampir saja lapor ke polisi....
hingga hujan reda aku diantar ibu temanku pulang, dan begitu sampai rumah ibu menangis dan langsung memelukku, aku tidak paham apa-apa, baru ku sadari ternyata seharian mereka mencariku.
padahal aku hanya main di rumah tetangga yang jaraknya 5 rumah dari rumahku.....
hukzzz jd merasa bersalah, maklum karena saya gak pernah main sampai berjam-jam...
mak Ichaa begitulah perasaan ibu, semoga mak Icha segera jadi ibuuu
ReplyDeleteKecemasan adalah wujud cinta dan kasih sayang kepada orang yang kita cintai ya Jeng. Walaupun kita sudah berserah diri kepada Allah Swt tetapi rasa cemas kadang masih melanda. Itu manusiawi.
ReplyDeleteYang harus dijaga adalah jangan sampai keluar ucapan yang tidak baik kepada siapapun, apalagi kepada anak.
Terima kasih artikelnya yang penuh makna.
Salam hagat dari Surabaya
oragtua memang sering banget cemas ya mbk hehe....belum ngerasain jadi ibu nih saya jadi cuma bisa mbayangin hehehe
ReplyDeleteIbu saya juga gitu bu. Karena sampe sekarang saya blm nikah, ibu masih cukup protektif. Kalau jam 5 sore saya blm pulang, atau kalau saya pergi sore dan sampai 4 jam kemudian saya blm pulang. Bakal fi sms sama ibu "dek, kok belum pulang?" (Padahal sy udah 30thn).
ReplyDeleteTerkadang ada perasaan 'aduuuuh udah gede ini. Masih aja harus laporan'. Tapi, segera istighfar...trus ngambil sisi positifnya 'ibu cuma khawatir sama saya karena saya anak perempuan satu2nya' :).
Ibu saya juga gitu bu. Karena sampe sekarang saya blm nikah, ibu masih cukup protektif. Kalau jam 5 sore saya blm pulang, atau kalau saya pergi sore dan sampai 4 jam kemudian saya blm pulang. Bakal fi sms sama ibu "dek, kok belum pulang?" (Padahal sy udah 30thn).
ReplyDeleteTerkadang ada perasaan 'aduuuuh udah gede ini. Masih aja harus laporan'. Tapi, segera istighfar...trus ngambil sisi positifnya 'ibu cuma khawatir sama saya karena saya anak perempuan satu2nya' :).
anak saya laki2 semua dan masih kecil. kalo ngilang belum pulang dari main saja saya sudah kuatir minta ampun, takut culik. apalagi waktu merantau dan jemputan sekolahnya belum sampai, deg2an takut dibawa lari. parno yah :(
ReplyDeletemakasih ya sharingnya enno, semoga gak bikin bundanya cemas. Mak hana saya doakan segera punya anak yang sehat dan solih ya, mak riana akan merasakan saat usia anak 14 tahun...semoga semua jadi putra yang solih.Pakdhe cholik matur nuwun ya...
ReplyDeleteTerharu membacanya, harus mencoba tips yang diberikan.
ReplyDeleteThanks sudah berbagi ya, mak :)
Subhanallah..
ReplyDeleteSaya kok merinding ya mbak bacanya. Saya memang sekarang sedang punya masalah dengan nak didik saya dipesantren.. :)
Jadi saya banyak belajar disnini.
Oya, mbak, kata-katnya coba koreksi lagi. Banyak yang kepleset, kawab, kami dll.. :)
Makasih kunjungannya mak Injul. Iya pak Kopyah putih, memang banyak salah ketik. Saya kurang telaten mengeditnya.Oke nanti saya koreksi.
ReplyDeleteSubhanallah... mba Ida seorang Ummi yang penyabar. Kalau dari pagi sampai sore itu pasti cemas ya... apalagi hape anak tidak dapat dihubungi.
ReplyDeleteSaya juga punya 3 abege di rumah ...
Sungguh tulisan ini sangat mengharukan, baca apa yang dilakukan mba Ida, saya langsung membayangkan apa yang akan saya lakukan kalau si gadis pergi sampai lama gini.
begitulah jatuh bangunnya punya abg titi...makasih sudah berkunjung ya
ReplyDeletebegitulah jatuh bangunnya punya abg titi...makasih sudah berkunjung ya
ReplyDeletememang pada intinya komunikasi itu yang utama ya bu, agar orang tua di rumah tidak cemas dan anak juga bisa beraktivitas dengan nyaman..
ReplyDeletesepakat mrs amidy
ReplyDeletePutri sy prnh plg telat spt itu mak, ikut kegiatan PMR, sekali sy nasehati, dia berjanji tdk lg, kedua begitu lg,kesabran sy msh terbendung, ketiga kalinya plg hmpr isya' hujan deras,hp g bs dihub, kwatir kecewa bercampur aduk tdk bs terbendung, sy marah dan memukul pintu sekeras2nya...dia menangis sypun menangis..sy istiqfar sebyk2nya...stlh itu dia tdk prnh lg plg telat, ktnya ibu menakutkan sekali klo marah,kr br itu dia melihat sy marah sebsr itu.
ReplyDeletewaah merinding mak sampai ke ujung rambut...menjadi ibu tidak mudah ya mak, apalagi bagi anak gadis.
ReplyDeletewaah merinding mak sampai ke ujung rambut...menjadi ibu tidak mudah ya mak, apalagi bagi anak gadis.
ReplyDelete