Pages

Friday, April 25, 2014

Ablah Tsurayya




Pertemuan dengan beliau adalah mimpi indah yang entah kapan akan terulang lagi.

Semua berawal dari pagi shubuh pertama kami di Madinah. Kami tiba jam 11 malam pada hari Kamis , jadi setelah meletakkan berbagi bawaan, bersegeralah kami untuk menuju masjid Nabawi. Aku dan beberapa rekan rombonganku, tidak segera beranjak pergi setelah sholat shubuh usai. Kami sedang membaca alma’tsurot ketika ada penawaran ziyaroh Raudhah.

Begitulah daya tarik yang luar bisa mendorong kami mengikuti papan bertulis Malaysia.


Saat menanti giliran menuju Raudhah ini, kami  pertama kali melihat sosok ustadzah yang bersuara lantang namun penuh wibawa. Beliau mengisi waktu selama menanti giliran, dengan berceramah tentang berbagai tema.

Mulai dari membersihkan niat, menjaga ketauhidan, menjauhi kesyirikan hingga tentang thoharoh, sholat dan bahkan hingga tatacara sholat jenazah. Beliau juga sampaikan adab menuntut ilmu, adab di masjid Nabawi...subhanallah. Kata-kata sarat ilmu dan hikmah mengalir dari kemuliaannya.

Kuingat betul nasehatnya : “ Janganlah menyengaja melakukan pelanggaran, apalagi di rumah Allah masjid Nabawi. Allah Maha tahu apa yang kita lakukan. Mungkin para asykar terlewat tidak mengetahui, tapi Allah Maha tahu siapa yang beniat ibadah dengan sungguh-sungguh dan menjaga adabnya...”

“ Janganlah berlari, janganlah mendorong atau mendahului, apalagi menyakiti saudaramu. Ini di dalam masjid Nabawi. Dimana adab kalian...? Dimana hormat kalian pada Nabi SAW...?” begitu teriakannya nyaring dan tegas, namun tetap santun menegur para peziarah yang tidak sabaran.

Kami jatuh hati. Sejak pandangan pertama. Sejak mendengar ceramahnya dan wajah melayunya yang bersinar dibalik cadar. Siapakah Beliau ?
“ Apakah beliau orang Malaysia ?”
“ Atau orang Indonesia ?”

Berbagai cara kita tempuh untuk dapat menemui beliau. Untuk mereguk lebih banyak ilmu dan hikmah. Kami bertanya pada salah seorang murokib  perempuan dan mendapat informasi bahwa namanya adalah Ablah Tsurayya. Beliau selain berceramah kepada para peziarah di masjid nabawi pada muslim haji, juga mengajar tahfidz pada hari-hari tertentu. Kadang beliau juga duduk membaca di perpustakaan.

Jadi, mulailah perjuangan kami.
Dari keterangan para murokib, kami mendapat informasi bahwa ustadzah bertugas hanya ba’da isya dan ba’da shubuh. Itupun tidak setiap hari. Beberapa  hari penantian dan kami selalu juga mencegat di perpustakaan, kami tak kunjung bersua kembali.

Hari Selasa saat menanti giliran menuju Roudhah, Bu Awie yang paling gigih, menulis surat dan disampaikan saat beliau berceramah di depan jamaah peziarah Raudhah. Surat permintaan untuk kami dapat mengaji kepada beliau di sela-sela waktunya.

Akhirnya sore harinya kami mendapat kabar gembira. Melalui sms, beliau menjawab.

Beliau menawarkan beberapa opsi waktu pertemuan. Alhamdulillah kami dapat berjumpa dua kali dengan beliau pada Rabu  malam dan Kamis  pagi. dan bertanya berbagai soal agama. Di luar dua waktu itu, kadang kami duduk diam saja menyimak beliau saat ada murid beliau yang menyetorkan tahfidzul Qur’an. Beliau memiliki hak untuk menuliskan sanad hafalan qur’an seorang yang telah lulus ujian tahfidzul Qur’an. Subhanallah.

Ternyata beliau orang asli Padang yang telah lama menempuh ilmu agama di Madinah. Kemudian menjadi Dosen di salah satu universitas di Madinah dan setiap muslim haji bertugas memandu jamaah dari Indonesia dan Malaysia.Beliau bertugas sejak tahun 1976. Jadi sudah 35 tahun. Waah.

Beliau adalah orang yang ramah dan menyenangkan, namun menyangkut masalah ibadah sangat tegas. Beliau memandang segala sesuatu dengan hitam putih. Tak ada grey area, karena itu juga bagian dari area hitam. Beliau fasih berbahada Indonesia, Arab dan juga Pakistan.

Beliau memiliki 4 putra dan 3 cucu. Sayangnya beliau tidak mau diajak berfoto, sekalipun memakai cadar. Jadi kami tidak punya dokumentasi dengan beliau. Namun kenangan indah tentang beliau tak kan kulupakan seumur hidupku. 

Aku ingin mencium tangannya, namun beliau menolak dan memilih memeluk dengan cipika cipiki. Hingga kami tiba di Indonesia, Ablah Tsurayya masih mengirim SMS pesan rindu dan doa agar kami istiqomah. Terimakasih doanya, ustadzah.

Aku selalu berharap jika Allah mengizinkan aku untuk kembali mengunjungi tanah suci, dan berziyarah ke masjid Nabawi, semoga Allah berikan rizki perjumpaan dengan beliau.



12 comments:

  1. semoaga tercapai ya Mba Ida, amin ..

    ReplyDelete
  2. Setiap thn membimbing haji selama 35thn mbak?subhanallah..moga2 mbak Ida bisa segera bertemu beliau lg di Baitullah.doakan aku bisa segera nyampe sana jg ya mbak ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. amiin mak muna semoga segera sampai. Btw waktu umrah saya coba cari, beliau tidak ada, konon bertugasnya hanya saat haji.

      Delete
  3. Subhanallah Mak Ida. Semoga aku pun bisa ke sana seperti dirimu. :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. kudoakan mak Nia bisa berhaji dan umrah di waktu muda, amiin

      Delete
  4. subhanallah....menakjubkan sekali mak.....semoga niat daftar haji dalam waktu dekat terkabul..., doakan mak ida...

    ReplyDelete
  5. Subhanallah.. Jadi ingin ketemu juga. Semoga diberi kesempatan untuk bertemu lagi ya bu Ida :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa,,,perhatikan saja siapa kelak yang berceramah saat menanti menuju raudhoh mak

      Delete