Huaa....!
Hura-hura pilpres ini sungguh menyita
energi seluruh bangsa. Prihatin bingits dengan pola kampanye yang gelap mata.
Seandainya seluruh anak negeri ini mau
sedikit merenung dan bertanya di relung hati:
Sebesar
apakah cintanya pada Indonesia?
Seperti
apakah cintanya untuk Indonesia?
Puisi ini adalah bagian dari
keprihatinan dan ekspresi cinta saya untuk negeri ini.
Mari simak ya.
MERINDU
INDONESIA YANG SESUNGGUHNYA
Blarrr...!
Seolah kudengar petir menggelegar
Menyalakan langit katulistiwa
Kala Gadjah Mada acungkan keris
ikrarkan sumpah Palapa
Itu sudah jauuuh berlalu, kawan
Saat negeri ini masih bernama
nuswantara
Namun inspirasinya
Telah sampai di meja diskusi
Para pejuang proklamasi penggagas
negeri
Inilah Indonesia yang sesungguhnya
Penuh semangat juang wariskan epik
kepahlawanan
Blarrr...!
Seolah kudengar dentum meriam Belanda, Jepang,
Sekutu silih berganti
Berabad memerah tanah negeri ini
Dengan darah para pribumi
Menggelegar pidato Bung Tomo
Berkilat pedang Tjut Nyak Dien
Keteguhan Diponegoro
Hasanuddin, Sisingamangaraja, Agus
Salim, Teuku Umar, Imam Bonjol, Pattimura, Ahmad Dahlan, Ki Hajar Dewantara...
Dan Sudirman, dengan separuh paru-paru
Memimpin gerilya
Tak berhingga pahlawan yang tersurat
dalam sejarah
Atau yang tak pernah tersebut nama
Merelakan tulang dan darah
Menopang kemerdekaan dan pembangunan
Namun kini, kemana Indonesia yang
sesungguhnya?
Ketika ribuan anak jalanan menangis di
kolong jembatan
Remaja kaya berhura-hura
Para dokter berdemo menuntut keadilan
Dan pengadilan,
bak opera murahan
Tindak anarki menjadi tontonan
Para politisi bukanlah negarawan,
hingga di Monas mungkin butuh lebih banyak
tiang gantungan
Setiap jiwa terlahir menanggung hutang
Dan bayi-bayi terbuang, bertanya apa
salah mereka
Ibu pertiwi menangis tanpa air mata,
kawan
Menyaksikan carut marut sendi kehidupan
Merindukan Indonesia yang sesungguhnya
Ketika minyak tak pernah langka
Dan para satwa tak kehilangan habitat
Ketika rasa malu menjadi pakaian anak
perawan
Dan pemimpin bangga dalam kesederhanaan
Di mana Indonesia yang sesungguhnya?
Apakah hanya tinggal cerita?
Yang terwariskan menjadi legenda?
Tidak...tidaakk...tidaaakkk!
Indonesia hanya sedang menanti,
Reformasi yang mengembalikan jati diri
Menanti,
Lahirnya putra bangsa yang menjunjung
harga diri
Pejabat yang bermartabat
Dan warga yang santun saling menghormat
Kawan, mari mengais dari puing-puing
sejarah
Keteladanan para pencerah
Kesungguhan, kejujuran, belas kasih, dan
pantang penyerah
Mari ruahkan di dada anak-anak
berseragam putih merah
Yang berlarian dengan wajah cerah
Terbang menjemput mimpi di
bangku-bangku sekolah
Lalu kudengar syahdu di sudut-sudut
kampung
Para ibu yang menidurkan bayinya
Dengan dendang nina bobo,
Tanpa khawatir harga BBM, LPG dan tarif
listrik melonjak
Para petani yang menggiring bebek ke sawah,
tanpa khawatir harga padi merendah
Pengusaha tenteram berbenah
Tanpa khawatir rupiah melemah
Para
pekerja duduk tenang di kereta,
Tanpa khawatir kemacetan jalan ibu kota
Orang mengaji berkopiah
Tanpa khawatir dituduh teroris
Ibu pertiwi jangan menangis
Masih ada sepenggal nurani
Di dada generasi muda
Yang harus kita jaga
Dari korupsi usia
Masih,
Masih,
Masih ,
Ada harapan dan cinta
Untuk Indonesia yang sesungguhnya
Mari bermohon kepada Yang di Atas Sana
Rahmat dan karuniaNya
Dan terus berkarya
Dalam gelora cinta
Untuk Indonesia baru yang sesungguhnya.
Jogjakarta, 10 Januari 2014.
Ida Nur Laela.
ya begitulah indonesia :)
ReplyDeletenegara kita tercinta
Deletesemoga saja Indonesia jadi lebih baik
ReplyDeleteamiin
DeleteHarusnya masyarakt kini bercermin dari sejarah,.sehingga bisa mensyukuri atas segala nikmat jaman kini :)
ReplyDeletebetul banget...saatnya isi kemerdekaan dengan hal yang baik
Deletemasih ada harapan ya mak... :)
ReplyDeletesetuju mak, masih banyak orang baik di negeri ini
Deletewah mak Ida suka puisi juga , sy suka banget apa saja yg terlihat pasti jadi rangkaian puisi
ReplyDeleteiya mak...kalau lagi muncul romantisnya.
Delete