Pages

Friday, June 13, 2014

Konsistensi Orang Tua dan Protes si Anak

Favorit Revo

“Kalau Umi yang melanggar aturan boleh ya?”
Aku seperti tersengat dengan pertanyaan Revo.
“Umi melanggar apa Po?”
“Tadi Umi bilang kalau aku boleh makan mie. Padahal kan kemarin aku juga sudah makan mie...”
Masya Allah. Kritis betul si revo.


Di rumah kami berlaku aturan makan mie instan hanya sekali dalam sepekan. Ah tepatnya aku yang bikin aturan, dan sebagian anak menurut. Tukang melanggar adalah si nomer tiga yang malam-malam suka lapar dan diam-diam bikin mie.

Kemarin di rumah sudah pada makan mie rame-rame. Hari ini kami di pantai dan aku sedang enggak mau pusing membujuk makan Revo, jadi aku mengijinkan ia makan mie.

“Kan umi tidak melanggar untuk Umi sendiri, tapi memberi ijin kamu...Umi kan belum tentu sebulan sekali makan mie...” Aku mencoba menjelaskan atau tepatnya membela diri. Hmm salah ya?

“Tapi kan Umi tetap melanggar peraturan...” kenceng protes Revo.
“Oke, kalau begitu nggak jadi saja...Revo siang ini nggak boleh makan mie...makan lauk yang lain saja...”
“Yaah...aku kan pengin makan mie...kakak-kakak juga...”
“Naah sekarang siapa yang pengin melanggar? Umi sebenarnya Cuma nggak mau rame saja....kita kan mau senang-senang di pantai...jadi nggak usah bertengkar soal makan...”
“Jadi kalau lagi senang-senang boleh melanggar...?” tegas Revo minta kepastian.
Hadeuh...!

Ayah bunda, pengalaman di atas membuat saya berfikir ulang tentang aturan dan konsistensi.  Bagaimanapun anak-anak memahami segala sesuatu dengan hitam putih. Mereka belum bisa menerima ketika kita sedikit membuat kebijakan yang luwes untuk suatu aturan pada situasi tertentu...#halah. Padahal aslinya saya yang nggak mau repot mikir makan anak-anak sedangkan kita lagi senang-senang di pantai.

Namun sungguh saya menyesal dan berfikir ulang untuk lain kali memberi prolog sebelum ‘melanggar’ aturan yang saya buat sendiri. Agar anak tidak menganggap orang tua tidak konsisten.

Misal seharusnya tadi ada prolog:
“Revo jika ingin makan bakmi, hari ini ada bonus tambahan boleh makan bakmi karena kita sedang piknik...” atau semacam itulah. Agar jauh dari kesan melanggar. Hihi enggak enak rasanya dituduh melanggar terutama oleh anak sendiri.

Jadi, kututup percakapan tema itu dengan sportif, dan berkata pada Revo:
“Maafkan Umi ya tadi karena melanggar aturan makan bakmi. Besok-besok Umi berusaha untuk tidak melanggar. Kalau Umi melanggar diingatkan ya...” Padahal saya tidak ikutan makan bakmi.

Yang mengejutkan adalah jawaban Revo.
“Iya Mi..kan yang melanggar kita semua...bukan hanya Umi...”
Naah kan saya masih dianggap melanggar!

Memang jadi orang tua harus konsisten.

Rebutan lotis di perahu

16 comments:

  1. Hihihi...kritis pisan mas Revo mak..pinter deh... catet ahh biar ga dibilang emak ga konsisten :p

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. amiin semoga jadfi orang sholih apapun profesinya

      Delete
  3. haha, iya yah, jadi orang tua itu emank repot. Harus konsisten kalau gak di demo gitu :D

    ReplyDelete
  4. hihii Revo pinter deh *towel pipinya :D

    ReplyDelete
  5. hihihi say beberapa kali juga dikritik anak karena gak konsisten. Suka ada rasa malu dan menyesal sih. Tapi, bersyukur juga karena anak masih mau bersuara untuk mengingatkan kita walopun dalam bentuk protes. Daripada diam-diam, tapi dalam hatinya ambil kesimpulan sendiri kala gak konsisten itu ternyata gak apa-apa. Malah jadinya lebih salah :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. waah betul banget mak Myra, alhamdulilah mereka menyampaikan jadi kita bisa evaluasi diri.

      Delete
  6. Mhihiii, kudu ati-ati banget tuh mak. Anaknya kritis pisan :D

    ReplyDelete
  7. kalau umi dikritik sama revo...kalau aku sama murid dan itu rasanya jleb banget loh umi..hihihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihi itulah jafdi bu guru...harus baik terus...

      Delete
  8. ternyata kita sama ya mbak menerapkan aturan makan mie

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya mak, jadi ortu mau konsisten kadang harus berdebat dengan anak...toss mak

      Delete