Pages

Thursday, June 19, 2014

Tahun Ajaran baru, Ayo Sekolah!



Barusan marak di media tentang Raeni, gadis pintar lulusan terbaik Unes Semarang. Anak seorang tukang becak yang beruntung mendapat beasiswa Bidik Misi dan berhasil dengan sangat baik.
Setiap awal tahun ajaran, saya selalu ngenes menyaksikan tidak semua anak bisa melanjutkan sekolah. Ah ternyata memang inilah kenyataan negeri yang katanya menerapkan wajib belajar 9 tahun. Pada kenyataannya masih banyak anak yang belum beruntung mengenyam bangku pendidikan.
Puisi ini tadinya saya ikutkan salah satu lomba yang kemudian saya tidak tahu kelanjutannya. Apakah memang ada yang menang atau tidak. Kemungkinan saya memang tidak menang lantaran tidak dihubungi oleh panitia.
Namun karena ini adalah ungkapan jiwa dan keprihatinan, tetap saja saya muat di blog.
Silahkan menikmati apapun rasanya.

Mimpi Sekolah Anak Pengais Sampah

Ilustrasi dokpri


Ada anak bertanya pada bapaknya
“ Buat apa kita tinggal di sini bapak?
Padahal hidup kita menderita?”
Sang bapak menatap nanar anaknya, lalu membuang mata ke sungai keruh didepan mereka

“Mimpi ibu kota anakku...” desisnya pilu
Si anak tujuh tahun tak juga mengerti.
Kata-kata sarat arti dari lelaki kurus legam yang ia panggil bapak
“Bukankah kita punya tempat di desa, yang konon damai sejahtera?
.... aku ingin bersekolah bapak,
bukan saja mendorong gerobak sampah”
Tanya lirih sang anak melimpah ruah

Bapak itu menelan ludah
Menyesali masa yang hilang
Ia terlanjur menjual sawah warisan
Untuk bekal merantau ke ke ibukota

Kata orang ibu kota tempat uang
Tempat gemerlap dan kesuksesan
Ia nekat pindah
Mengais nafkah tanpa pendidikan berarti
Tertolak di sana-sini

Hidup mengontrak rumah petak
di tepi sungai berteman banjir musiman
Hingga nyawa merenggut istrinya
Karena tak mampu membayar rumah sakit

Konon ada kartu Jakarta sehat
Tapi ia tak memilikinya
Karena ia penduduk haram ibukota
Tak dikenali entah siapa

Di atas jembatan, melintas anak-anak berseragam merah putih
Dengan ransel di pundak
Riang benyanyi lagu Indonesia Tanah Air Beta

“Aku ingin sekolah bapak...”
Si anak berbisik lirih
Dan si bapak kembali menelan ludah
Mengelus rambut anaknya yang memerah
Dari sudut matanya mencurah
Gundah
Sekeruh sungai di bawah
Langit memburam kelam
Dan awan meluruh
Menjadi bah

“ Banjir...banjir...”
Bapak dan anak bergegas
Kaki-kaki tak beralas
Menuju gubuk petak memelas
Mengais sisa baju dan perkakas

Gelombang air berjibun
Menyeret tiada ampun
Bapak dan anak saling teriak
“Bapaaak...!”
“ Naak...”

Dua tangan saling gapai
Berlomba dengan keruh menderas
Pekik dan air mata kini tak berarti
Tertimbun  lumpur, sampah dan kepanikan

Esok hari orang ramai temukan jasad anak dan bapak
Yang tak mereka tahu entah siapa
Jasad tak bernama
Tak dikenali
Berlabuh di kamar mayat

Berbulan kemudian,
Mimpi  sekolah si anak pengais sampah
Berakhir di ruang pratikum bedah
Mahasiswa kedokteran

Mimpi sekolah si anak pengais sampah
Maujud dalam sumbangannya
Mencerdaskan para calon dokter

Semoga kelak, para mahasiswa mengenangnya
Derita jasad bapak anak yang entah siapa
Mayat yang hancur tak bersisa
Oleh gunting pisau pinset
Bahan pratikum mereka
Yang tinggal potongan tulang belulang dan daging
Tak berbentuk lagi manusia

Mimpi sekolah di anak pengais sampah
Terkubur bersama ratusan potongan jasad tak dikenali
Tak diakui
Oleh siapapun
Namun sangat berarti
Bagi terdidiknya  para dokter
Inilah ironi negeri ini
Derita seseorang
Menjadi berkah bagi yang lain.


Jogjakarta, 8 Februari 2014

12 comments:

  1. miris memang melihat kenyataan pendidikan di tanah air. Bahkan capres belum menyentuh esensi pendidikan dengan konsep yang brilian. Sistem calo dan biaya yang tinggi, juga ketidakjelasan arah kurikulum membuat anak2 semakin kacau. Semoga ada setitik harapan ya Mbak...aamiin

    ReplyDelete
  2. pendidikan di indonesia gak merata. Kasian orang2 gak mampu.

    ReplyDelete
  3. kemarin aku juga lihat si Raeni di Hitam Putih
    memang Indonesia ini masih belum bisa makmur, tapi bukan berarti harus putus asa
    kadang juga sedih lihat nasib perantau2 di Jakarta

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya betul...lingkaran suh waktu untuk menguraietan benang kusut yang but

      Delete
  4. sedih sekali bu, ayo pastikan orang disekitar kita bisa mengenyam pendidikan dengan upaya apapun.

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul banget...tanggung jawab sosial juga bukan hanya negara

      Delete