Pages

Monday, February 2, 2015

“Kamu Selingkuh dengan Smart Phone!”



Huh, setiap hari bertambah saja laporan kasus perselingkuhan gegara benda ajaib bernama smartphone dan tablet. Tentang itu pernah saya muat di sini.

Eh tetapi artikel ini maksudnya bukan tentang hal di tas.

Seorang istri perempuan baik-baik saja, setia pada suaminya, bahkan rajin ibadah. Tetapi suaminya merasa dikhianati karena perselingkuhan istri. Selingkuh dengan media sosial gegara dibelikan tablet.

Istrinya kini sibuk bersosialita. Punya akun facebook, twitter, instagram, dan juga bergrup-grup WA dan BBM. Bangun tidur ia langsung menengok barang ajaib yang bahkan dibawanya ke tempat tidur. Pagi hari ia mempersiapkan sarapan dan bekal sekolah anak-anak, sambil membawa tablet ke dapur. Selesai memasak ia memotret dan update status. Sarapan atau makan malam dengan suaminya sambil terus melanjutkan obrolan via medsos.

“Mamah sadar tidak, kalau mamah tuh sudah kena nomophobhia?”


Sang istri terperanjat dengan pernyataan suaminya. Pernyataan yang datar namun menghujam ke uluhati.
“Iya aku sadar ...” katanya setengah frustasi, “tetapi aku jualan online, bagaimana aku mau layani pembeli dan promo kalau tidak pakai ini ?”
Ia menutup tabletnya dan memandang suaminya dengan masgul.

Sebulan yang lalu ia menegur suaminya. Gegara merasa diabaikan oleh keasyikan suaminya dengan tablet juga.
“Papah itu terjajah sama hp. Lihat tuh anak mengajak main, Papah enggak sempat!”
Beberapa waktu kemudian suaminya membuat keputusan ekstrim dengan berhenti menggunakan tablet, mematikan WA, kembali dengan hp jadul yang hanya bisa SMS. Mengoperasikan media sosial hanya melalui PC.

Ia melihat prilaku suaminya, ingin meniru, tapi merasa belum sanggup. Apalagi bisnisnya makin menjadi. Setiap hari ada saja pembeli, bertubi-tubi.
Sampai pada batas teguran suami yang membuatnya terjerembab.

“Mamah itu ikut grup WA sampai 28. Belum BBM, belum grup FB. Semua orang yang nomophobia selalu punya alasan, mengapa mereka melakukan itu” lanjut suaminya.

Ia tak membantah lagi. Kenyataannya memang demikian. Suaminya merasa dikhianati karena  hubungannya dengan smartphone sudah melampaui batas. Sekalipun ia menggunakannya untuk kebaikan. Menshare konten positif, membuat postingan edukasi. Membina banyak grup pengajian WA dan bla...bla....

Sang istri kini menatap barang ajaib di gengamannya. Rumah tangganya jauh lebih penting dari orang banyak diluar sana. Siapa yang mengharuskan ia meladeni banyak orang yang bertanya tentang agama? Siapa yang mengharuskan ia bertanggungjawab kepada banyak orang dengan berbagai postingan positif? Siapa yang mengharuskan ia melayani pembeli hingga lewat malam? Tak ada.

Apalagi jika karena hal itu, telah mengganggu hubungan sosial. Jika anaknya justru terabaikan. Jika suaminya justru memprotesnya. Dalam dirinya ia berjanji lebih selektif menggunakan teknologi komunikasi. Lebih selektif bergabung dengan grup dan membuat jadwal buka lapak dengan tidak berjaga 24 jam.

Suaminya ingin saat mereka bersama, istrinya tak bersanding dengan tablet. Karena bukannya saling bertatap mata dengan suami, istri justru memelototi layar. Suaminya ingin saat mereka berpergian, ia mengobrol daripada meladeni jualannya.

Jadi, ia memutuskan untuk menjadi tuan atas waktunya sendiri dan membebaskan diri dari penjajahan smartphonenya.

###

Apakah kisah diatas mengada-ada?
Tidak, itu kisah nyata. Mungkin juga terjadi pada anda, kalau anda mau jujur. Berapa sering anda menengok layar di genggaman anda dalam satu jam, bisa menjadi indikasinya. Jika anda lebih sering menggenggam atau nyanding barang ajaib itu, indikasi juga. Atau anda suka membawa power bank, karena khawatir lowbat? Anda cemas karena kuota internet habis, tidak ada sinyal atau wifi?

Selama bepergian dengan pasangan, makan bersama anda justru bersosialita?  Atau lebih parah anda membawa tablet ke tempat tidur?

Eh bukankah sudah ada tuh artis yang menggugat cerai gegara istrinya sedang gandrung dengan twitter. Pemicunya juga saat mereka bepergian.

Bukan hanya artis, seorang teman juga pernah diturunkan di jalan oleh suaminya, Alasannya karena sepanjang jalan saat mereka bepergian, istrinya sibuk melayani jualan online dan tidak membantu suaminya melihat rambu jalan. Mereka bepergian malam hari dan sang suami sudah rabun dengan kacamata yang lumayan tebal..

Ah, jangan!
Jangan sampai yang demikian terjadi dalam kehidupan kita.
Teknologi seharusnya untuk memudahkan kehidupan, bukan mengundang masalah baru dalam kehidupan, apalagi dalam rumah tangga anda.

Tapi siapkah anda?

33 comments:

  1. Duh takut juga ya mbak, aku juga sering nih bawa-bawa tabletku ke tempat tidur. Bahkan pagi-pagi yang kuliat pertama tabku. Aku gk mau ah jadi nomophobhia hiks hiks :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yuuk mak. Kita yang atyr jadwal kencan dengan smartphone

      Delete
  2. Sepakat mak, jangan sampai gadget menjajah kita. Kalau saya berusaha sebisa mungkin kalau suami berada di rumah berusaha untuk tidak berinteraksi dominan dengan gadget, seperlunya saja. Begitu juga jika anak-anak berada di rumah. Jazaakillah khair bunda sudah mengingatkan. Selalu suka mampir di sini.

    ReplyDelete
  3. Rasanya memiliki jadwal tertentu dengan tablet memang diperlukan agar gak kebablasan

    ReplyDelete
  4. No... jangan sampai teknologi membuat kita lalai terhadap tanggung jawab kita ke keluarga. Semoga ALLAH menlindungi kita dari hal-hal yang merugikan. terimakasih mak ida sharingnya.. love it

    ReplyDelete
  5. jangan sampe ah kena nomophobia mak. untungnya tiap tidur selalu "mobile data" tuh dinon-aktifkan. paling pernah tuh kejadian sama kaya yang diceritain diatas. gak bantu suami liat marka jalan, alhasil nyasar di tol.
    semoga kita bisa menggunakan gadget dengan bijak ya mak. amin
    salam kenal mak :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. salam kenal. hehe terkadang keasyikan sampai lupa dengan yang di sampingnya

      Delete
  6. artikel yang menarik mak :) keren n ga neko2 dalam penyampaiannya
    oya.. salam kenal ya mak

    ReplyDelete
  7. Setuju sekali sama postingan ini mak. Terutama pas temen-temen lagi ngumpul, tapi lebih sibuk sama gadgetnya sendiri-sendiri. :(

    ReplyDelete
  8. Uh.. jd takut! Untung screen bikin saya cpt ngantuk, dan sering salah ngetik klw touch screen. Jd nggak bisa lama-lama.:)

    ReplyDelete
  9. Iya yaa ... Siapa yang mengharuskan kita meladeni banyak orang yang bertanya tentang agama dan ini itu?
    Iya yaa, siapa yang mengharuskan kita membuat status/postingan positif?
    Siapaa ...? :(
    Baru nyadar nih ... terimakasih atas postingan yg sangat informatif ini!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kadangbyang mengharuskan tuh 'nafsu' kita sendiri hiks.

      Delete
  10. Group sebanyak itu gimana mantaunya ya mbak :)

    ReplyDelete
  11. Makasih mbak Ida tulisannya makjleb bangeeet .

    ReplyDelete
  12. Setelah punya suami, saya sering memikirkan hal ini bun. Jangan sampai suami sampai komplen. Sakitnya tuh di sini!

    ReplyDelete
  13. semoga tidak terkena nomophobia.. aamiin.. dulu saya join 6 grup bbm saja udh merasa terjajah. waktu untuk suami dan anak-anak berkurang. alhamdulillah sekarang cuma 1 grup saja yang masih saya ikuti.. :)

    ReplyDelete
  14. berarti aku termasuk yg selingkuh donk :(

    ReplyDelete
  15. jadi merenung sendiri karena samaaa gabisa jauh dr hp walaupun dia lagi di charger // ya ampuun

    ReplyDelete
  16. kalo engga selingkuh mba soalnya belum punya pacar juga belum punya suami hehehe masih sendiri gituh :D

    ReplyDelete