Adab (lagi)
By. Ida Nurlaila
"Ini punya siapa?" kakak nomer lima yang doyan makan melongok isi kulkas dan menunjuk makanan.
"Punya Po!"
"Kalau carica?"
"Bebas!"
"Brownies boleh dimakan?"
"Boleh Bang!"
Kebiasaan di rumah ini, anak-anak bertanya jika akan mengambil makanan dari kulkas. Apalagi yang ngekos atau pulang dari pondok. Kalau sehari-hari tinggal Revo dan kakak kedua, mereka saling tahu makanan apa punya siapa. Jadi jarang tanya, kecuali ada makanan yang tidak biasa.
Saya tidak ingat mulai kapan dan bagaimana mulanya. Namun sejak kecil memang kami ajari anak-anak tentang hak milik, tentang berbagi dan menghargai. Jika beli makanan tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi bertanya pada yang lain, apakah mau juga dibelikan. Jika akan makan memastikan ia berhak memakan makanan tersebut. Tidak otomatis apa yang ada di kulkas menjadi hak mereka. Kalau di meja makan, biasanya milik umum.
Ini adalah hal dasar sebagai modal menjaga kehalalan thoyyiban apa yang masuk ke dalam tubuh. Bisa saja halal, tapi jadi tidak thoyyib karena ada yang keberatan.
"Aku yang minta, kenapa kamu yang habiskan?"
Pertanyaan seperti ini nyaris tak pernah ada. Si kecil sekalipun, saat meminta milik kakak, akan dibahasakan oleh yang dewasa.
Misal sekarang ada beby Raung yang ingin kentang goreng Revo, maka mama Raung akan berkata:
" Om Po, minta kentangnya ya... "
Dan tak ada yang menolak berbagi. Paling pesan perlahan..
"Jangan banyak-banyak!"
Anak-anak tumbuh membesar, mereka akan bergaul dengan teman di sekolah pun di lingkungan rumah. Di asrama atau di pondok. Jika tidak dibiasakan menghargai hak milik dan minta ijin, bisa saja berlaku yang tidak benar.
Tentu juga saat bertamu. Sekalipun hidangan telah tersaji, ajari anak adab untuk bersabar menanti dipersilahkan. Mengambil yang terdekat dan sewajarnya. Bahkan Rasulullah mengambil makanan dengan tiga jari, bukan meraup dengan lima jari. Apalagi sepuluh jari, seakan menampakkan kerakusan.
Dari Ka’ab bin Malik dari bapaknya beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu makan dengan menggunakan tiga jari dan menjilati jari-jari tersebut sebelum dibersihkan.” (HR Muslim no. 2032 dan lainnya)
Berkenaan dengan hadits ini Ibnu Utsaimin mengatakan, “Dianjurkan untuk makan dengan tiga jari, yaitu jari tengah, jari telunjuk, dan jempol, karena hal tersebut menunjukkan tidak rakus dan ketawadhu’an. Akan tetapi hal ini berlaku untuk makanan yang bisa dimakan dengan menggunakan tiga jari. Adapun makanan yang tidak bisa dimakan dengan menggunakan tiga jari, maka diperbolehkan untuk menggunakan lebih dari tiga jari, misalnya nasi. Namun, makanan yang bisa dimakan dengan menggunakan tiga jari maka hendaknya kita hanya menggunakan tiga jari saja, karena hal itu merupakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Syarah Riyadhus shalihin Juz VII hal 243).
Jangan lupa untuk doa keberkahan, bukan mencela atau bercanda yang buruk, sebab ucapan bisa menjadi doa.
Contoh, mengambil kacang sembari berkomentar:
"Makan kacang entar jerawatan. " benran bisa jadi jerawat.
"Waah bisa asam urat nih!" sambil menjumput emping.
Lebih baik jauh lebih baik mengamalkan nasehat Rasulullah.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam berkata pada seorang anak laki-laki, 'Hai anak laki-laki! Sebutkan Nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang lebih dekat denganmu.
"Sejak saat itu aku telah menerapkan instruksi itu saat makan.” (HR. Bukhari).
Naah, indah bukan jika dimana pun, di rumah, bertamu atau di warung, kita memiliki adab yang tinggi. Sebab ortu adalah teladan bagi anak.
Yuuk banyak berdoa agar selalu ingat menjaga adab.
No comments:
Post a Comment