Oleh : Ida Nur Laila
29
Oktober , kami sampai di Jeddah. Mungkin menjelang dhuhur.
Jeddah
adalah Bandara internasional, sangat sibuk pada musim haji. Antrian untuk
proses pemeriksaan imigrasi sangat panjang. Berlapis-lapis sampai tiga kali.
Wah, sepertinya tidak praktis. Kami harus menunggu hingga hampir 5 jam. Aku
tidak tahu mengapa harus demikian.
Sementara
kami menunggu urusan paspor dan tanda pengenal selesai, kami diminta sholat dan
makan.
Menanti
sambil duduk-duduk di manapun ada tempat yang penting bisa bergerombol dalam satu rombongan. Bersama
koper-koper yang sangat banyak, kami lebih mirip rombongan terlantar. Yang
masih muda mengisi waktu dengan berjalan-jalan melihat toko suvenir. Mengisi
perut dengan makanan lokal atau makanan Indonesia rasa Jeddah yang ada di
warung makan dalam area bandara. Ada juga yang membeli kartu perdana dan pulsa.
Kami
mendapat gratisan kartu perdana isi 3 reyal dari mobily, operator
setempat.Mobily ini sangat royal, tiap jamaah mendapat kartu perdana. Jika mau
juga bisa dapat payung dan tas punggung, gratis.
Mungkin
dalam hitungan bisnis, mereka tetap untung lantaran banyak juga yang mengisi
ulang dan memakainya untuk seterusnya selama di tanah suci.
Sementara
menunggu, kami makan siang nasi kotak jatah dari travel. Nasi lauk ayam bakar,
sambal, lalap dan sayur pedas seperti balado. Buahnya apel. Minumnya air
mineral. Dalam keadaan lapar, semua terasa enak saja, apalagi nasinya masih
panas.
Seorang
cleaning servis berwajah melayu membersihkan sampah kami. Ternyata orang Jawa Barat.
Baru 2 tahun di Jeddah, ia bercerita kalau tidak kerasan dan ingin segera kembali
ke Indonesia. Katanya bulan Juli kontraknya habis, dan dia tidak ingin balik
lagi. Entah siapa nama cleaning service itu. Ia banyak bicara dan mengobrol.
Mungkin senang lantaran bertemu dengan saudara setanah air. Beberapa jamaah
bershodaqoh untuknya. Dan ia terima dengan gembira tanpa basa-basi. Sementara
kami melanjutkan makan dan ia melanjutkan menyapu dan memunguti sampah.
Toilet
bandara ini sungguh jorok. Kukira beberapa bandara di tanah air, di luar Jawa
lumayan jorok. Tapi ini parah, lebih parah dari toilet terminal bus. Tapi
mungkin juga karena banyaknya yang menggunakan dan dari berbagai-bagai bangsa.
Mungkin juga tenaga pembersihnya tidak memadai jumlahnya. Di area toilet
bertebaran kaus kaki kotor, CD bekas dan juga bungkus pembalut. Bagaimanapun
keadaannya, karena membutuhkan, maka kami pun mengunjungi toilet. Memenuhi
panggilan alam dan berwudhu.
Tempat
sholat disekatkan di area terbuka yang sangat luas. Lokasi kami transit ini
beratapkan tenda tinggi. Atap tenda berbentuk kerucut yang ujungnya berlubang.
Sangat membantu mengurangi panas yang menyengat karena udara panas akan naik
keluar melalui lubang di ujung kerucut.Untungnya jarang hujan, jadi ujung
kerucut berlubang tidak akan menimbulkan masalah.
Seorang
jamaah laki-laki tua tidur dengan alas seadanya dan berbantal tas ransel. Ia
dari travel berbeda denganku. Aku perhatikan keadaanya sungguh memprihatinkan.Badannya
kurus kering tapi kakinya bengkak besar. Kulitnya lengannya sebagian melepuh
berwarna merah kegelapan. Ia telah memakai pakaian ihram untuk melakukan umrah.
Sungguh
lemah kelihatannya. Aku membicarakan keadaan bapak ini dengan seorang rekan
dokter yang satu rombongan denganku.
“Tadi
bapak itu sudah dibawa ke ambulan, dan
sudah dioksigen, tapi sudah dikembalikan lagi ke sini...” terangnya. Oo...
Aku
mendekat padanya. Seorang kakek duduk menunggui di dekat kakek yang tidur tadi.
“ Dari
mana pak?”
“ Dari Aceh...ini
kakak tertua saya..”
“Apakah
ia sakit?”
“ Ya
sejak di tanah air. Tapi kakak memang ingin berangkat haji, sudah lama
menunggunya...”
“ Sudah
dibawa ke dokter?”
“ Sudah
dan sudah dikasih obat..”
Aku mengangguk maklum. Kuberikan dua buah apel
untuk mereka berdua. Dan sebotol air mineral.
Ia
berterimakasih dan aku menjauh,kembali ke rombonganku. Kuperhatikan kakek itu
kesulitan makan apel, karena tidak ada pisau. Ia berusaha membelah apel dengan
jari tangannya namun gagal. Lalu ia berusaha menggingitnya, namun giginya yang
tinggal 1-2 tidak sanggup juga mengoyak buah apel.
“ Aduh
aku memberi buah yang salah kepada kakek itu..” keluhku pada rekanku. “Ia tidak
punya gigi...”
“Ini
ada pisang, diberi pisang saja..” kata mbak Retna rekanku.
Maka
aku kembali ke kakek tadi dengan membawa sebuah pisang cavendis. Rupanya sang
kakek akhirnya mulai berhasil menggigit apel itu, karena cukup lunak buahnya.
Tapi ia tetap menerima tambahan pisang dengan senang hati.
Ini
baru hari pertama tiba di Saudi, semoga dua kakek tadi memiliki stamina yang
cukup untuk menjalani harinya yang masih
panjang...diberi kesehatan selama prosesi haji dan dimudahkan untuk mendapat
pertolongan yang dibutuhkan. Tanpa sadar menetes air mataku. Betapa kuatnya azam
dari dua kakek tersebut. Tapi mungkin juga banyak kakek dan nenek lain jamaah
haji yang bersemangat walaupun fisik sudah lemah. Semoga semua dimudahkan.
Setelah
berkeliling dan membeli minuman dingin, aku kembali ke rombongan dan duduk
memperhatikan orang yang lalu lalang. Setiap jamaah haji yang berangkat melalui
pesawat udara, pasti harus singgah di bandara Jeddah. Hari ini ada ribuan juga
yang tiba dari berbagai negara. Mereka ada yang berwajah penuh semangat. Ada
yang sudah nampak kecapean. Semua membawa cerita masing-masing hingga sampai di Jeddah. Semua membawa tujuan
masing-masing. Jika mau mewawancarai, tentu menarik untuk mendengar hal-ikhwal
tentang asal usul mereka. Namun banyak orang yang sibuk dan tidak sempat
mengobrol.
Ada
yang sibuk dengan telepon genggamnya, menjawab sms, mengganti kartu perdana,
mengisi ulang atau bermain BB. Ada yang membenahi barang bawaannya, makan,
sholat, ke toilet, belanja suvenir. Ada yang sibuk memotret, merekam dengan
handycam, atau dengan HP. Ada juga yang sibuk melamun sampai enggan menjawab
pertanyaan.
Jika
ada kesempatan, aku suka mengobrol dan mewawancarai orang. Menurutku, banyak
pelajaran yang bisa kupetik dari kisah hidup orang-orang. Aku juga duduk
memperhatikan sekitarku dan merekam jamaah haji yang lain dengan kamera.
Termasuk memotret bapak tua yang terbaring sakit.
Namun
panggilan berkumpul membuat kami bergegas berbaris untuk menerima tanda
pengenal dan memasuki bus.
Setelah
naik bus, ternyata masih harus menunggu lama lantaran koper yang banyak dan
besar-besar juga harus dimuat di atas bus kami. Jadi kami menunggu lagi. Proses
memuat ini cukup lama. Koper dinaikkan dengan alat untuk sejajar dengan tinggi
atap bus.
Hanya
ada 3 orang tukang angkut berbadan gembul yang bekerja. Dua orang memuat di bawah
dan satu orang di atas bus. Badan mereka yang besar rupanya sesuai dengan
ukuran koper yang sangat besar. Ah jasa mereka juga sangat besar.
Satu
jam kemudian, kami siap meninggalkan Jeddah, menuju Makkah. Waktu telah menjelang maghrib ketika kami beriringan dalam
4 bus besar, ber AC dan bertoilet. Selamat tinggal bandara Jeddah, sampai jumpa
lagi tgl 25 november saat aku pulang nanti.
Kunikmati
pemandangan senja pertama menuju
Makkah...Makkah kami datang!
No comments:
Post a Comment