“ Umi aku mau sodaqoh mainan...” kata Revo sambil memilih
milih mainannya. Kulihat ia meletakkan beberapa mainan di kursi. Ada robot yang
telah kehilangan anggota badan, ada juga yang masih utuh. Ada beberapa
mobil-mobilan yang tidak lagi ia inginkan walaupun masih bagus.
“ Mengapa kamu pengin sodaqoh po ?” tanyaku ingin tahu.
“ Kata abi, kalau aku menjual atau sodaqoh mainan, aku boleh
beli mainan lagi...Aku ingin ultraman nexus yang bagus...”
Kubiarkan saja ia terus memilih mainan. Setelah ada sekitar 15
mainan terkumpul, ia menoleh lagi ke arahku.
“ Sudah banyak Mi, tapi sebenarnya aku mau memberikan semua
mainanku biar boleh beli yang banyak...kalau menjual kan sulit jadi sodaqoh
saja . Umi ini diberikan ke siapa ya...?”
“ Ya nanti ke Udin...” kataku. Udin adalah anak asisten rumah
tanggaku.
“ Bintang juga, Naufal, Ahmad trus teman-teman sekolahku...”
kata Revo dengan semangat.
“ Waah kalau teman sekolahmu, nanti tidak cukup...kan temanmu
banyak...”
Revo setuju untuk membagikan hanya ke tetangga.
Aku mengambil tas dan memasukkan mainan yang telah dipilihnya.
Revo beralih ke komputer. Membuka YouTub dan mencari gambar
ultraman.
Setelah menemukan ia berteriak gembira.
“ Umi aku sudah menemukan yang akan dibeli....besok pagi kita
harus ke Jepang !”
“ Ke Jepang ? Ngapain Po ?”
“ Beli mainan yang asli. Ini bagus sekali...!”
“ What ? ke Jepang untuk beli mainan....?!” si Nomer 4
nimbrung sambil geleng-geleng kepala. Aku memberi isyarat agar ia tidak campur
tangan dalam percakapanku dengan Revo.
“ Boleh saja kita ke Jepang, tapi harus beli tiket dulu. Kalau
mau beli tiket harus punya paspor dan
visa, baru boleh beli tiket.”
“Paspor itu apa ? Visa itu apa ?” tanyanya penuh minat.
“Paspor itu buku catatan untuk perjalanan keluar negeri. Keterangan
bahwa kita orang Indonesia yang baik yang boleh pergi ke mana-mana di negara
lain. Kalau visa itu ijin berkunjungdari negara yang didatangi. O jepang sudah
membolehkan kita berkunjung ke sana, nah baru kita beli tiket...”
Revo manggut-manggut entah faham entah tidak. Mungkin ia
berusaha mencerna.
“Kalau urus paspor dan visa, mungkin kita butuh biaya 5 juta.
Tiketnya juga 5 juta, pulang pergi 10 juta. Jadi 1 orang ke jepang butuh uang
15 juta. Kalau umi ikut, abi ikut, bertiga kita butuh uang 45 juta. Belum yang
untuk beli mainannya...” kataku memberikan gambangan kasar pembiayaan yang
persisnya aku sendiri kurang tahu harga tiketnya.
“ Abi punya uang tidak 45 juta ?” tanya Revo serius.
“ Sekarang belum punya..... Abi harus jual mobil dulu kalau
mau punya uang cepat.”
“ Ya mobilnya dijual besok pagi...tapi mobil yang mana ? “
tanyanya serius.
“ Yang punya kita kan cuma sedan, punya abi, sama visto, kalau
visto dijual kan umi nggak bisa kemana mana...” kataku.
“ Ya sedan saja...bilangin abi, besok dijual ya..”
“ What ?! Jual mobil untuk beli mainan...?!” si nomer 4
nimbrung lagi.
“ Settt.!” Aku memberi isyarat lagi dengan tertawa tertahan.
“ Tapi Po, kalau mau jual mobil itu, mobilnya harus dipotret
dulu, trus dimuat nih di toko bagus, atau berniaga.com. Nih umi tunjukkin...”
Aku membuka situs tersebut dan menunjukkan pada Revo contoh
orang jualan aneka barang.
“ Nih...ada rumah, ada mobil, ada mbak-mbak ( sebenarnya
nawarin mobil), ada bayi ( sebenarnya nawarin pakaian bayi)...”
“ Ada kucing...!” seru Revo gembira.
Kami jadi asyik melihat-lihat aneka barang yang dijual. Burung
juga ada, anjing...kamera, alat musik...dan Revo justru tertarik dengan aneka
barang yang ditawarkan.
“Kalau sudah di foto, dipasang di sini, belum tentu sehari
dua hari laku, jadi harus sabar...OK ? Besok Revo cerita dulu rencananya ke
abi....”
Revo mengangguk gembira dan kami beralih ke aktivitas
mengerjakan Pe eR.
Malamnya saat abinya pulang, aku menunggu cara Revo
menceritakan hasil pembicaraan kami.
“ Abi, besok kita jual mobil untuk beli mainan ke Jepang
ya...? Umi tadi nunjukkin jualannya di komputer. Ada bayi juga lho Bi, ada
kucing, ada mbak-mbak...bla-bla ..besok tak tunjukkin ya Bi di komputernya...”
Abinya yang terlongong-longong hanya mengiyakan saja.
Namun pagi ini, Revo berubah rencana.
" Mi, beli mainannya juga bisa ke Amplas. Aku pernah lihat di sana juga ada ultramen nexus...Jadi kita tidak harus ke Jepang" Hmm. Begitulah, ganti hari ganti rencana. Entah siang nanti berubah apa.
Kubiarkan saja semalam ia punya keinginan pergi ke Jepang. Walaupun
tujuannya sungguh sederhana dan menggelikan: membeli mainan. Tapi itulah
dunianya saat ini, dunia bermain.
Malam sebelumnya kami sibuk membuat model rumah, garasi dan lapangan parkir dari kardus bekas. Ia menikmatinya dan sangat gembira dengan miniatur sederhana itu. Malam ini ia ingin ke Jepang membeli robot. Entah besok apa lagi yang diinginkannya.
Malam sebelumnya kami sibuk membuat model rumah, garasi dan lapangan parkir dari kardus bekas. Ia menikmatinya dan sangat gembira dengan miniatur sederhana itu. Malam ini ia ingin ke Jepang membeli robot. Entah besok apa lagi yang diinginkannya.
Keinginan tersebut tidak kupatahkan dengan alur berfikir orang
dewasa yang mungkin memandang mimpinya adalah kesia-siaan: Masak ke Jepang
hanya beli mainan...yang benar saja.
Biarlah Revo sekarang menginginkan itu. Masih banyak waktu
bagiku untuk menjelaskan secara bertahap tentang prioritas, dan sebagainya.
Dalam diskusi kami tadi ia menjadi mengerti tentang jual beli on line, tentang
paspor, visa, proses mencari pembiayaan untuk mewujudkan impian. Yang lebih
penting adalah memperhatikan mimpi-mimpi anak dan pendapatnya. Bagian dari
upaya merawat jiwanya.
Terus bermimpilah anakku. Kudoakan suatu saat kelak engkau
bisa ke Jepang, bukan sekedar membeli mainan. Tapi sambil membeli mainan juga
boleh. (Ayahnya waktu ke Jepang juga membeli oleh-oleh mainan).
‘
Ayo Om dukung Revo ke Jepang ya. Tapi ajak-ajak Om loh ya biar bisa beli maainan juga hehe. Salam sukses selalu!
ReplyDeleteayo om rudi ikut ke jepang sama Revo. Tapi om jual dulu mobilnya haha
DeleteImajinasi anak perlu diarahkan agar positif dan bermanfaat. Sekarang membeli, kelak menciptakan sendiri.
ReplyDeleteSaya pernah ke Jepang tapi dalam rangka dinas. Hanya sempat jalan-jalan ke toko elektronik terbesar di toko, tanpa membeli. Juga melihat tower.
Salam hangat dari Surabaya
nggih pakdhe doakan saya dan anak-anak juga sampai ke jepang
DeleteInspiratif maak... aku perlu nyontek niih cara membesarkan mimpi anak2. :) makasiihhh
ReplyDeletemak Nurul saya doakan sampai juga ke jepang sama anak-anak
Deletemerawat mimpi memang penting mak, kemarin Fenny yang sudah besar "dipatahkan" mimpinya saja masih down :D
ReplyDeleteya mak Fenny kita harus terus belajar menjadi orang tua
DeleteAyuk ke Jepang :)
ReplyDeleteyuuk...pengin lihat sakura mekar
Deletewah mainannya tersusun rapih...wah sama donk kayak si kecil saya yang terobsesi pengen ke Jepang tapi bukan untuk beli mainan tapi karena pengen tahu bahasa jepang dan main salju seperti di film frozen. btw, smg impiannya tercapai ya Revo
ReplyDeletesemoga kesampaian mak mimpi si kecil
DeleteSemoga keinginan revo bisa terwujud gk hanya ke jepang tp bisa keliling dunia.
ReplyDeleteamiin waah makasih doanya
DeleteSalam kenal ya mak..
ReplyDeleteSaya jadi blajar menjadi ortu bijak kelak buat anakku nih mak.. trimakasih sharingnya..
sama-sama mak. saya juga makasih telah dikunjungi
DeleteBelajaaaarrr byk ttg bgmn menyikapi anak2 dan berkmnksi dgn anak2 dr mak ida :)
ReplyDeletemakasih mak Irma. btw saya sangat terkesan dengan tulisan tetang curahan hati seorang penyitas...bikin merinding mak
DeleteLuar biasa cara menjelaskannya Mak, salut ..... Ivo juga punya sederet daftar mainan yang dia mau beli di Amerika ..... dia selalu pikir mainan asli, bagus da murah cuma ada di Amerika. Gegara kami selalu nunggu diskonan kalo mau belikan mainan di Kids Station. Kalo dia tanya, kok disini mahal ya ma, kami selalu jelaskan bahwa mainan tersebut mainan impor jadi kena ongkos kirim, bea masuk, pajak ,dll. Ivopun berpendapat kalo dari negara produsen pasti lebih murah.
ReplyDeletehihi padahal tiketnya yang mahal...makasih mak
Delete