Beberapa kali kutemui, seorang nenek tua hidup seorang diri,
benar-benar seorang diri. Anak cucunya hanya menengok setahun sekali. Seperti yang
kami temui malam ini.
Sebenarnyalah kami menengok seorang bayi. Ada tetangga yang
melahirkan sesar, dan kami hendak melihat keadaannya. Lalu kami ingat seorang
nenek yang tinggal persis di seberang rumah tempat kami menengok bayi. Nenek
Wasi.
Kami dapati rumah kecil bercahaya temaram. Kami ketuk dan
mengucap salam, tak ada respon, mungkin karena suara kami ditingkahi adzan Isya
yang mulai berkumandang dari beberapa masjid. Melalui celah pintu yang sedikit
terbuka, saya mencoba mengintip.
Nenek Wasi sedang membaca Alqur’an, dalam temaram lampu dan
tanpa kaca mata, subhanallah. Mungkin dia sedang hendak menyelesaikan halaman
yang sedang dibaca, atau memang benar tidak mendengar kami. Kami menunggu
hingga adzan selesai, dan kembali mengetuk pintu setelah mengintip nenek yang
mulai menutup lembaran buram Al-Qur’an tua berhuruf besar-besar di pangkuannya.
Kali ini nenek menjawab salam dan tertatih membukakan pintu.
Semula ia tidak mengenali kami, lalu setelah pandangannya beberapa saat, ia
mengusap mata dan berkata:
“Ooo, pak Cahyadi to...”
Kami berbincang dengan sedikit keras karena nenek sudah
berkurang pendengarannya.
Kuamati rumah kecil tempat tinggal nenek. Hanya terdisi dari
tiga ruangan. Kami berada di ruang tamu yang tanpa kursi tamu. Hanya amben
beralas tikar tempat nenek menerima tamu dan duduk mengaji. Mungkin nenek tidur
di kamar. Di ruangan sebelah yang tak berdaun pintu, kulihat dapur kecil tempat
nenek memasak.
Ini adalah tipologi rumah sangat sederhana hasil bantuan
karena gempa yang menimpa beberapa waktu yang lalu. Uang Rp.15 juta yang sudah
dipotong beberapa kali, hanya bisa mewujud menjadi bangunan yang sungguh
sederhana.
Kutahu sedikit cerita tentang nenek Wasi, dulunya adalah
orang yang hidupnya sedang-sedang saja. Punya sebidang tanah dan juga
berprofesi tani sebagaimana warga lainnya. Setelah ditinggal mati suaminya dan
anaknya mulai berkeluarga, maka satu persatu tanahnya dijual oleh anaknya,
hingga sekarang tanah dan pekarangan yang dia tempatipun telah dijual oleh
anaknya.
Senyatanyalah nenek tak punya apa-apa lagi dan hanya hidup
atas belas kasihan pemilik tanah yang baru, yang kebetulan tetangganya sendiri.
Ini bukan kisah pertama. Sebelumnya ada mbah Sayuti dan
beberapa mbah yang lain yang diperlakukan serupa oleh anak-anaknya. Janda renta
yang makin menua, hidup sendiri tanpa didampingi anak cucu. Makan dari hasil
bumi dan belas kasihan tetangga. Mereka menanam beberapa tanaman seperti bayam,
cabe, pepaya, hingga bisa dipetik untuk lauk harian. Adapun beras, ada jatah
raskin yang bisa ditukar dengan beras yang sedikit lebih enak.
Kami berpamitan dengan meninggalkan sedekah sekedarnya untuk
nenek. Sebenarnya ada Lembaga yang kami buat untuk menyantuni para nenek malang
ini secara berkala,namun mungkin tak memadai untuk menanggung hidup mereka
sepenuhnya. Para nenek tua biasanya sakit-sakitan, dan karena tiada biaya maka
hanya obat gosok yang menjadi teman mengurangi berbagai rasa yang mendera.
Beberapa tahun yang lalu saya pernah menangisi seorang nenek,
dua rumah saja dari rumahku yang meninggal tanpa ketahuan, karena hidup
sendirian. Alhamdulillah sepertinya belum berbilang jam sejak nafas terakhir
hingga saat cucunya datang menengok.
Hmmm berapa banyak nenek-nenek malang serupa?
Betapa durhakanya jika membiarkan orang tua hidup dalam
penderitaan dan kepapaan...
Ingatlah ibu yang dulu pernah membuai, mengasihi dan merawat penuh
cinta. Kini ketika mereka menua, saatnya lebih berbakti dengan menjadikan masa
tua mereka lebih bahagia. Sesungguhnya, seperti apa seseorang ingin
diperlakukan oleh anak cucunya kelak di hari tua, seperti itulah semestinya
kini dia memperlakukan orang tuanya.
***
Ikuti Give Away Resensi buku Wonderful Husband yang full hadiah. Persyaratannya lihat di:
mbahnya suami saya dah tua sekali, belum pikun....yg sabar mengurusnya hanya ibu mertua saya...yang lain mudah mengeluh....saya sangat terharu melihat ketelatenan mertua mengurusnya...
ReplyDeleteduh sedih..
ReplyDeletemdh2an kita semua ga jd anak yg durhaka yah :(
sedih, ya, Mak. Miris banget syaa bacanya
ReplyDelete"Sesungguhnya, seperti apa seseorang ingin diperlakukan oleh anak cucunya kelak di hari tua, seperti itulah semestinya kini dia memperlakukan orang tuanya." ah iyaa mak, smoga saya bisa selalu membuat kedua ortu maupun mertua bahagia :')
ReplyDeleteMakasih kunjungannya Rahmi Aziza, mak myra Anastasia, Nathalia Diana dam Enci Sasikirani. ada 27 janda di kampungku dan sebagiannya dalam keadaan yang demikian.
ReplyDeleteRosulullah bersabda,"Celaka, celaka dan celaka!" Para sahabat bertanya,"Wahai, Rasulullah. Siapakah gerangan?" Beliau bersabda,"Orang yang mendapati orang tuanya, atau salah satunya pada hari tuanya, namun ia (tetap) masuk neraka." [HR Muslim]....mudah2an kita semua tdk termasuk dlm golongan orang2 yg durhaka kpd ortu ya mak nur...Naudzubillah min dzalik
ReplyDeletemakasih mak Irowati
ReplyDeleteastagfirullah...
ReplyDeletemudah2an saya tdk jadi anak durhaka..
naudzubillahmindzalik.
salam kenal mbak :)
kunjungan pertama di blognya nih.
astagfirullah :'(
ReplyDeleteanaknyaaaa enaknya dibikin pecel deh, kok kayak gitu sama ortu :'(
jadi inget mbah putriku di purworejo sana..sudah tinggal sendirian, di rumah besar, ditemani adeknya bapak yg itupun punya keterbelakangan mental sehingga tidak bisa mengurus dirinya sendiri..
ReplyDeleteanak2 dan cucu2nya mbah semua di jakarta..mbah pernah diajak tinggal di jakarta, tapi tidak betah..akhirnya tiap bulan sekali bergantian anak2nya yg di jakarta pulang ke purworejo sana..
cuma bisa menitipkan mbah sama sepupu2 bapak yg masih tinggal di sana plus ada orang yang bantu2 nyuci, masak sama beres2 rumah mbah..
Semoga Allah selalu menjaga mbah..
Ya..Allah, durhaka banget anak-anaknya. meninggalkan ibu dalam kepapaan bahkan tega menjual harta orang tuanya
ReplyDeleteNauzubillah
semoga saya tetap membahagiakan mereka (ortu saya) sampe akhir hayat mereka :')
ReplyDeletesalam kenal :)
Ina rakhmawati, salam kenal jugaa.makasih kunjungannya semua saja, Destiany, Sie- Thi, Bunda 3R, sari widiarti yang dibikin pecel bayam saja lebih enak...
ReplyDeleteAstaghfirullah. . .
ReplyDeleteTeganya anak2nya ya, Mba. Harusnya mensejahterakan orang tua, malah menjual apa yang dimiliki orang tua.
Prihatin. . .
iya idah ceries...banyak prilaku durhaka yang harus dicerahkan.
ReplyDeletePostingan ini sekaligus mengingatkan kita semua ...
ReplyDeleteuntuk selalu memperhatikan Ibu (dan juga bapak) ...
jangan sampai karena kesibukan jadi melupakan beliau ...
Salam saya Mbak Ida
salam kembali the Ordinary... terimakasih sudah berkunjung
ReplyDeleteastaghfirulloh,, semoga saya dijauhkan dari sifat anak durhaka.. terima kasih bu ida sudah mengingatkan melalui tulisan ini.. :)
ReplyDeleteastaghfirulloh,, semoga saya dijauhkan dari sifat anak durhaka.. terima kasih bu ida sudah mengingatkan melalui tulisan ini.. :)
ReplyDeleteMbrebes mili bacanya :(
ReplyDeletemakasih sudah berkunjung mrs amidy, Nunu
ReplyDeleteSemoga kita selalu bisa berbanti pada orang tua ya
ReplyDeleteamin Mama Cal-Vin, makasih kunjungannya
ReplyDeleteSalam kenal Bu :)
ReplyDeleteIbu ini istrinya pak Cahyadi Takriawan ya? Beliau dulu dosen Pendidikan Agama Islam sewaktu saya kuliah :D
betul mbak widya, salam kenal ya jumpa di dunia maya
Delete