Pages

Tuesday, April 29, 2014

Anakku Tukang Cakar?


Anak usia 2-3  tahun kadang menunjukkan prilaku agresifitas seperti memukul, menggigit, melempar atau mencakar.

Kejadian tak enak pernah kualami saat anakku masih duduk di kelompok bermain. Hari Jumat sore saya mendapat telepon dari ibu Kepada Sekolah, bahwa saat menjelang pulang, Revo terlibat pertengkaran dengan temannya. 

Po dan luka cakarnya
Bu guru lengah untuk mengetahui sebabnya apa, tiba-tiba kedua jagoan kecil itu sudah saling mencakar. Bu guru berpesan bahwa jika orang tua siswa ada yang yang menelepon, bilang minta maaf saja dan semua sudah diurus oleh sekolah.

Kukira masalahnya biasa saja, kulihat memang ada beberapa luka cakaran di wajah revo, namun tidak parah. Akupun berasumsi, teman bertengkarnya juga serupa kondisinya. Hanya insiden kecil saja.
Ternyata dugaan saya salah.


Ahad malam ada seorang ibu yang menelepon dan marah-marah besar. Rupanya beliau adalah ibunda dari siswa teman perang cakar Revo.
“Saya menunggu telepon dari Ibu, barangkali ibu mau minta maaf, ternyata tidak. Apa sekolah takut sama Ibu karena Ibu pakar parenting? Jangan-jangan anak Ibu itu hiperaktif...bla-bla-bla...”

Jantung saya seolah meloncat keluar. Saya dengarkan semua tumpahan kemarahan itu yang intinya, seharusnya saya ‘ngaruhke’ atau bertanya tentang keadaan anaknya dan meminta maaf. Dua hari beliau menunggu dan saya tidak menelepon atau datang menengok anaknya yang katanya luka parah. Beliau konon mencari tahu ke beberapa wali dan membenarkan bahwa anakku pernah mencakar beberapa anak yang lain. 

Hmm kok gak ada laporan dari gurunya ya, benarkah?

Eh saya tak membantah semua tuduhannya melalui telepon itu, saya hanya meminta maaf dan menawarkan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis anak atau spesialis kulit jika memang memerlukan operasi plastik. Beliau melunak.

Esok pagi kami bertemu di RS yang kami sepakati. Kupeluk ibu itu dan meminta maaf atas keterlambatan saya merespon, karena tidak menduga bahwa jejak cakaran Revo di wajah anaknya jauh lebih banyak. Dokter spesialis anak menganggap hanya luka luar yang akan sembuh dan kering tanpa bekas dalam 2-3 pekan, tak perlu operasi plastik. Dan memang demikian kenyataannya.

Memang menurut bundanya, luka cakaran baru, terlihat cukup memilukan pada hari pertama terjadi, namun pada hari Senin itu sebagian sudah mengering. Salah saya bahwa hari Jumat itu belum sempat memotong kuku Revo.

Saya tak habis fikir. Biasanya Revo tidak pernah berlaku demikian, jadi sungguh mengagetkan bahwa ia menjadi seagresif itu. Dari pengamatanku selama beberapa hari kemudian kepada teman ‘perang cakar’ itu, aku sampai pada kesimpulan bahwa teman kecil ini memang usil dan suka menggoda. Mungkin siang itu mood Revo sedang kurang baik dan dengan beberapa kali godaan ia meradang dan terjadilah aksi cakar-mencakar.

Beberapa hari kemudian temannya sudah berangkat sekolah. Revo sudah meminta maaf dan mereka juga sudah berteman baik. Sengaja kubuatkan kado selamat datang berupa mainan dan crayon untuk memperbaiki hubungan diantara mereka. Sekaligus bukti maaf yang tulus.

Ibundanya juga sudah sangat baik padaku, bahkan meminta maaf atas sikap agak kasarnya padaku saat menelepon dan juga tuduhannya bahwa mungkin anakku mengalami gangguan prilaku. Hingga kini, kami masih saling bersapa lewat telepon atau saling mengunjungi layaknya kakak dan adik.

Kesimpulanku, untuk menghadapi pertengkaran antar anak, sebaiknya orang tua menahan diri untuk tidak cepat menyimpulkan. Berlapang dada, bersikap lembut dan kooperatif, akan cepat memulihkan hubungan baik jangka panjang.

Eh satu lagi, jangan lupa rajin memotong kuku anak ya, karena dalam situasi darurat bisa menjadi “senjata’ yang luar biasa. (Walaupun sejak kejadian itu Revo tak pernah ‘menggunakan’ kuku lagi).

Po dan kakak-kakak

Adapun tentang agresifitas pada anak, orang tua dapat mencoba tips berikut untuk mencegah dan mengelolanya.

1.     Fahami bahwa anak memang memiliki emosi positif dan negatif, hargai dan akui ada pada anak. Janganlah orang tua mengabaikan atau menafikan. Misal kita katakan : “kamu marah ya? Memang wajar kamu marah karena mainanmu dirusak, tapi begini lho sikap yang baik kalau lagi marah...bla..bla...”

2.     Ajari anak untuk menyalurkannya dengan cara yang baik, misal dengan mengambil nafas sambil memejamkan mata dan menghitung 10 kali, berdoa, mencoret di kertas, memukul bantal atau kalau pengin teriak bisa di kamar mandi.

3.     Dialogkan pengalaman tidak enak dengan sebagai pelajaran pembentukan karakter, misal: ”Jengkel banget ya kalau ada teman yang merusak mainanmu, maka jangan sampai ya kamu merusakkan mainan anak lain. Kalau merusakkan tanpa sengaja sekalipun kita minta maaf ya, kalau perlu memang kita mengganti mainan yang kita rusakkan. Trus karena temanmu tidak minta maaf, ya udah kita maafin saja ya, memaafkan itu mulia lhoh, membuat kamu jadi merasa enak dan masuk surga...”

4.     Beritahukan pada anak batasan untuk melampiaskan kemarahan, jika ia masih saja marah. Misalnya tidak menyakiti orang lain, tidak menyakiti diri sendiri dan tidak merusak barang.

5.     Lakukan permainan peran tentang sebuah peristiwa negatif yang mungkin dialami anak dan apa tindakan atau ucapan yang sebaiknya dilakukan.

6.     Jika anak kita yang menyakiti anak lain, ajak untuk meminta maaf secara sportif dan untuk tidak lagi mengulagi perbuatannya.

Jika mengalami kejadian tak terduga pada si kecil...semoga bunda dapat bersikap dengan tepat ya. Manajemen konflik orang tua akan berpengaruh pada ketrampilan anak kelak menghadapi konflik.

Cerita ini dalam versi yang lain juga dimuat di sini.
Untuk perkembangan anak dibawah satu tahun cek di sini.

25 comments:

  1. Makasih sharenya mak..anak pertama ku juga jago an. Kalo di rumah main nya tinju2an tapi Kalo di luar rumah justru kadang ga terlalu berani. Ya mudah2an sih ga sampai seperti Revo ya mak..:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya, konflik kecil antar anak-anak sesungguhnya bagian dari proses pembelajaran.

      Delete
  2. Jadi emak dadanya harus lebar ya mbak, ihiks ...

    ReplyDelete
  3. wah mak,,selain membaca,,ilmu di dapat, dan bisa diaplikasikan buat ntar kalo udah punya anak,,makasih ya mak Ida :)

    ReplyDelete
  4. belajar terus ya untuk pengasuhan anak, banayk belajar sama mbak ida

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saling belajar mak Lidya, terimaksih telah menjadi pengunjung setia...

      Delete
  5. makasih mak ida sharingnya,sangat bermanfaat sekali,untuk bekal saya nanti kalo sudah diberi rizki anak :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga mak Hanna diberi rizki anak sholih dan sholihah...amiin ya Allah

      Delete
  6. saya setuju mba, bahwa kita selaku ortu harus bisa berlaku kooperatif dlm menghadapi tingkah laku anaknya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul banget mak Santi....makasih telah berkunjung

      Delete
  7. Hehe jadi ingat adikku yang super galak dan suka mencakar juga menggigit temannya..Ibu kadang kewalahan menghadapinya. untung anaknya sekarang ngga punya sifat sepert itu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya maak, ada usianya kok. jika tepat menanganinya akan segera berakhir

      Delete
  8. Thanks mak tipsnya, Thifa juga kalo marah atau ngga suka, dia suka dorong temennya gitu, bisa coba kupraktekan nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe iya maak. dipeluk dan didoakan tangannya dengan doa kebaikan yang didengarnya

      Delete
  9. Kalo untuk anak usia 1thn gimana? Anakku kalo kesel suka mukul kepala/gigit org terdekatnya. Cara ngatasiny gimana ya bun :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Diberi tahu, lalu diajarai mengusap, mencium dan meminta maaf bunda

      Delete
  10. Alhamdulillah dapat pencerahan mengenai Parenting, nanti sering2 ah main ke sini! salam kenal dari Cianjur mak Ida cantik!

    ReplyDelete
    Replies
    1. salam kenal Siti Aisyah dari Cianjur. terimakasih sudah main-main ke rumahku.

      Delete
  11. Tulisan mb sangat membantu sekali..karna skrg ak mengalami nya..anakku usia 5 thn menggigit teman sekolahnya..ilmu dr mb insy mau coba ak terapkan..trimakasih y mb

    ReplyDelete