Suatu hari aku mengunjungi sebuah sekolah dasar.
Saat asyik berdialog dengan Kepala Sekolah, terdengar sedikit kehebohan. Anak
yang berteriak-teriak dan meronta. Suara pintu berdebam ditendang kaki si anak
di sela teriakannya. Lalu beberapa bujukan guru mencoba menenangkan. Seorang
ibu guru memangku anak yang masih menangis keras.
Kepala sekolah menyebut nama anak itu. Beliau
langsung tahu tanpa harus menengok siapa yang
menangis. Aku berdiri dan melongok keluar jendela.
" Sudah beberapa kali, atau malah cukup
sering..."
" Kira-kira sebabnya apa bu...?"
" kalau menurut hasil konsultasi dengan
psikolog, pola asuh yang diterapkan ibunya. Karena kakaknya juga berperilaku
serupa. Sepertinya adiknya juga berpotensi demikian..."
Aku membayangkan ibunda anak itu. Satu dua kali aku
pernah bertemu, seorang perempuan cantik, sangat cantik malah, pintar dan kaya.
Terdidik tentu, karena dosen di sebuah perguruan tinggi. Hmm apakah benar
masalah pola asuh...?
Aku tak dapat menyimpulkan tanpa fakta.
" Apakah orang tuanya tahu masalah
ini...?"
" Tahu bu, kami sudah beberapa kali dialog.
kalau versi orang tuanya dia di rumah anak manis....namun dilacak di TK dulu
ternyata sudah terjadi hal serupa ini "
" Kalau sebab pemicu kemarahan anak ini apa bu
?"
Waah kok jadi wawancara.
Sungguh bukan sekedar ingin tahu, aku meniatkan diri menjadi pengamat pendidikan anak, agar aku menjadi praktisi yang belajar dari situasi seperti apapun.
Sungguh bukan sekedar ingin tahu, aku meniatkan diri menjadi pengamat pendidikan anak, agar aku menjadi praktisi yang belajar dari situasi seperti apapun.
" Masalah sepele saja bu. Kadang ia tak bisa
menerima konsekwensi dari kesepakatan atau tersinggung oleh temannya ..."
Jelas kepala sekolah.
Aku jadi ingat beberapa kasus anak yang sulit dan
orang tuanya berkonsultasi padaku. Ada yang menolak makan dan minum. Orang
tuanya menjadi direpotkan oleh anak TK besar ini dari sejak ia bangun hingga ia
tidur lagi. Bahkan orang tuanya tak punya waktu kecuali saat ia berada di
sekolah. Setelah saya gali, masalah justru ada pada ibunya.
Atau anak belum berusia tiga tahun yang sering
mengamuk dan tak jelas maunya, sehingga sering dimarahi oleh orang tuanya.
Apalagi saat ia punya adik,tingkah lakunya semakin menjadi. Sekali lagi,
masalahnya ternyata ada pada kedua orang tuanya.
Kata rekanku yang ahli Psikiatri, kadang saat
menangani satu klien, sesungguhnya ia menangani beberapa klien sekaligus. Misal seorang ibu yang membawa anak gadisnya yang
stress berat. Ternyata dari penggalian sang psikiater, penyebab sress adalah
sikap, pola asuh dari orang-orang terdekatnya. Jadi yang seharusnya diterapi
bukan saja klien, tapi juga ibu dan bapaknya.
Dalam sebuah keluarga tentu saja semua saling
berhubungan. Apalagi antara orang tua dan anak. Kesalahan dalam pola asuh,
ternyata berpengaruh besar pada karakter dan kesehatan jiwa anak.
Kesimpulan saya adalah : mari merawat jiwa anak
yang menjadi amanah Allah, dengan memulai dari merawat jiwa kita sendiri.
Agar tidak menyesal di kemudian hari.
Silahkan berbagi pengalaman anda , cara merawat
jiwa ini......
No comments:
Post a Comment