Di rumah mertuaku, dapur adalah pusat aktivitas
Sebagai keluarga besar, dan memiliki rumah yang besar, maka
dapurnya juga besar.
Pertama kali menjadi menantu, aku takjub melihat besar dan
banyaknya pawonan ( tungku kayu bakar) hingga kuhitung jumlah lubangnya ada 9.
Kalau kompor gasku hanya dua tungku, pawonan eyang ada 9 tungku. Yang dipakai
sehari-hari hanya dua atau tiga. Saat ada acara atau ‘nduwe gawe’ barulah semua
tungku dipakai.
Selain tungku kayu, masih ada beberapa anglo untuk memasak
makanan tertentu. Dan juga kompor minyak, pada waktu itu.
Saat ini dapur telah direhab menjadi dapur bersih. Dimana
hanya ada dua kompor gas dengan 4 tungku api, dan dua kompor minyak yang
disediakan. Dalam ruangan asap di sebelah dapur, tetap dipakai tungku kayu,
hanya dua pawon saja. Biasanya untuk memasak air mandi atau menggodog ketupat.
Putra-putri eyang ada 8. Namun putri sulung meninggal saat
melahirkan anak pertama, hingga tinggal lima anak lelaki dan 2 anak perempuan.
Suamiku adalah anak ke lima, atau lelaki bungsu. Dua adiknya perempuan.
Justru karena aktivitas banyak di dapur, maka sekalipun anak
laki-laki, semua putra eyang terbiasa terjun ke dapur. Memasak makanan dan
terlibat dalam semua prosesnya.
Alhamdulillah, jadinya suamiku pinter dan hoby masak.
Sayangnya, eh kok
sayangnya, alhamdulillah juga jadi hoby makan dan wisata kuliner.
Dua putri eyang semua berbisnis di bidang makanan, satu punya perusaan roti kecil-kecilan, yang satu membuka dua warung makan, soto kare dan ayam goreng tulang lunak.
Bahkan semangat anak-anak dapur ini terwariskan pada cucu
eyang. Dua putri sulung dari dua putri eyang, (mereka lahir pada hari yang sama
dengan dua ibu yang berbeda), sekarang mengambil jurusan tataboga di sebuah SMK
di Solo.
Ada beberapa resep favorit keluarga seperti sambel tumpang,
pondoh pecel, bothok, sambel goreng kentang, oseng kikil, ingkung ayam, peyek
dan sop yang selalu dimasak saat keluarga berkumpul.
Hingga hari ini, kami sering berkumpul di dapur rumah eyang,
untuk berbagai acara. Kendurian, peringatan neton, ulang tahun, syukuran atau
sekedar ngumpul makan-makan tanpa tema tertentu.
Seperti yang kami lakukan setiap menjelang Ramadhan dan
nanti saat Syawal.
Dan kini, kamipun membangun rumah dengan dapur yang juga cukup
besar. Sekaligus bersatu dengan ruang makan. Acara keluargaku juga sering
terkonsentrasi di dapur. Anak-anak terbiasa juga membuat lauk sendiri jika mereka
kurang berselera dengan makanan yang kusajikan. Tidak apa-apa. Aku ingin
anak-anakku juga menjadi anak-anak dapur yang piawai masak dan mencukupi
kebutuhannya sendiri, sekalipun ia anak laki-laki.
No comments:
Post a Comment