“
Ibu-ibu, bayangkan saya sedang memegang buah jeruk. Jeruk nipis, bulat kecil
hijau....” aku pura-pura memegang buah jeruk nipis imajiner yang mungil. Lalu kudekatkan
ke hidungku.
“
Hmm baunya sudah kecut. Sekarang saya ambil pisau, saya iris buah ini...menetes
beberapa titik airnya...baunya makin
kecut...” Aku memperagakan acara memotong.
“
Lalu potongan jeruk nipis ini saya ambil, saya mendongak dan saya peras di
mulut saya...”
Akupun
memperagakan memeras irisan jeruk nipis sambil melek merem.
“
ibu-ibu siapa yang merasa asem dan berliur di mulut...?” hampir semua ibu
mengacungkan tangannya.
“
Ngiluu bu di gigi saya...” kata seorang ibu.
Itulah
kekuatan pikiran. Pikiran kita sudah menyimpan memori tentang buah jeruk nipis
dan rasa kecut yang amat sangat. Saat saya ajak ibu memikirkannya, maka ada
reaksi kimiawi dan fisik dalam diri kita merespon pikiran itu. Demikian ulasku
selanjutnya.
Demikian
pula yang terjadi saat kita memikirkan tentang rasa bahagia. Mengingat
peristiwa menyenangkan akan membuat tubuh memproduksi hormon . Dalam terapi
stres, seorang terapis kadang meminta pada klien untuk memikirkan peristiwa
menyenangkan dan bahagia yang pernah dialaminya.
Klien di suruh duduk atau berbaring dengan rileks, memejamkan mata dan memanggil memorinya tentang peristiwa bahagia dalam hidupnya. Saat bisa mengingat dan tersenyum atau tertawa mengenangnya, maka otaknya akan memproduksi hormon dopamin dan serotonin. Dan kebahagiaannya akan semakin bertambah. Ia akan merasakan tenang dan nyaman, mengusir rasa stresnya.
Klien di suruh duduk atau berbaring dengan rileks, memejamkan mata dan memanggil memorinya tentang peristiwa bahagia dalam hidupnya. Saat bisa mengingat dan tersenyum atau tertawa mengenangnya, maka otaknya akan memproduksi hormon dopamin dan serotonin. Dan kebahagiaannya akan semakin bertambah. Ia akan merasakan tenang dan nyaman, mengusir rasa stresnya.
Demikian
pula terjadi hal yang sebaliknya. Saat seseorang mengenang dan mengulang
ingatan tentang pengalaman menyedihkan, memilukan, rasa tidak enak. Maka otaknya
akan memproduksi hormon stres, yaitu hormon kortisol. Tubuh akan dibanjiri si
kortisol ini dan rasa stres akan menggelisahkan jiwa. Stres yang berkepanjangan
akan membawa pengaruh organik dan menyebabkan munculnya gejala sakit tertentu.
Maka
kitalah yang semestinya menjadi tuan atas tubuh kita sendiri. Kemampuan kita
memilih dan mengendalikan fikiran kita, untuk mengingat peristiwa bahagia atau
peristiwa yang menyedihkan, akan membawa dampak pada tubuh kita. Kecerdasan
untuk bersikap dan memilih berbahagia serta tetap bisa mencari celah kesyukuran
saat ditimpa musibah sekalipun, akan
membawa dampak positif pada jiwa kita. Sebaliknya saat kita terbenam
dalam jurang kesedihan, dan banyak emosi negatif yang kita biarkan menguasai
fikiran, maka juga akan membuat tubuh mudah sakit.
Marilah
senantiasa berdoa untuk dimudahkan menjadi insan yang lapang dada, mudah bersyukur
dan selalu ingat untuk bersabar. Bermohon diberi kecerdasan memilih bahagia
pada situasi apapun untuk kebaikan dunia dan akhirat kita. Para ibu yang
memilih bahagia, akan berdampak besar pada rumahtangganya, bukan hanya pada
dirinya. Anak-anak dan suami akan merasakan aura bahagia itu dan rumahpun terasa
menjadi rumah surga.
Dalam
perjalanan pulang, nada SMS di HPku berbunyi. Aku menengok pesan yang masuk,
begini :
“ Umi, alhamdulillah saya mendapat pencerahan.
Selama ini ternyata terlalu emosi, menyiksa diri sendiri. Saya merasa sayalah
orang terjahat di dunia...sayalah yang meracuni diri saya sendiri. Hampir saja
saya tidak lulus ujian. Jazakumullah Umi, doakan semoga kami senantiasa dapat
bersyukur dan dapat memetik hikmah dari setiap peristiwa, amin”
Sms
itu kuterima dari seorang ibu, yang tadi menghadiri pengajian.
Semoga
aku yang mengatakan, diberi pencerahan juga. Mohon doa pembaca semuanya.
No comments:
Post a Comment