Salah Faham seperti Tirai yang mengaburkan |
“Bu, saya ingin berbagi cerita...
Saya pernah jengkel pada seorang ustadz, guru anak
saya. Ini tentang bagaimana ia menangani masalah anak saya. Saya tahu anak saya
adalah anak yang sulit dan sering membuat ulah. Namun cara ustadz itu
mensikapi, menurut saya tidak tepat. Itu terjadi berulangkali.
Saking jengkelnya, saya sudah tidak mau lagi berbicara
dengannya.
Suatu ketika saya
bertemu istrinya. Saya sudah berniat untuk mengutarakan uneg-uneg saya pada
istrinya., agar istrinya saja yang menyampaikan pada ustadz tersebut.
Namun saat baru mulai mengobrol, istrinya bercerita
bahwa suaminya sangat mengagumi anak saya. Setiap hari, di rumah menceritakan keadaan
dan kemajuan anak saya. Melebihi perhatiannya pada anak sendiri. Bahkan
foto-foto anak saya dipasang menghiasi dinding kamarnya.
Seolah-olah ustadz tersebut sangat memperhatikan
dan mengidolakan anak saya.
Saya jadi luluh bu. Saya tidak jadi menyampaikan
uneg-uneg saya.
Saya jadi kehilangan rasa jengkel dan memandang
ustadz tersebut dengan paradigma yang baru. Rupanya selama ini saya salah
sangka terhadap sikap ustadz tersebut kepada anak saya. Mungkin karena saya
hanya mendengar dari versi anak saya...
Sejak saat itu, hubungan kami menjadi baik kembali.
Dan saya belajar banyak untuk tidak cepat menyimpulkan sesuatu, atau
berprasangka buruk....”
Si ibu yang bercerita itu sambil matanya
berkaca-kaca.
Rupanya ia telah belajar dari suatu peristiwa.
Dalam interaksi kita, sering kali bersliweran syak
wasangka terhadap seseorang. Bahkan orang yang terdekat dengan kita.
Saya pernah berprasangka pada anak saya.
Pada suatu hari ia pamit meminjam mobil untuk
melakukan order pemotretan guest house
di suatu tempat yang tidak terlalu jauh dari rumah
kami. Ia butuh mobil karena membawa properti.
Saya mengizinkan. Janjinya akan pulang secepatnya.
Hingga maghrib, putri saya belum juga pulang, jadi
selepas sholat maghrib, saya menelepon dia.
“ Ya mi, aku sedang makan. Ntar selesai makan aku
kembaliin lensa dan langsung pulang...”
Alhamdulillah, fikirku, jadi paling sebentar lagi
ia akan pulang.
Maka saya menunggunya. Hingga pukul 21.00, belum
pulang juga.
Saya masih menunggunya dan berusaha tenang. Tokh ia
membawa mobil, jadi tidak terlalu mengkhawatirkan dengan perjalanan pulang
malam.
Hingga jarum jam menunjuk ke angka 22.55, saya tak
tahan lagi. Saya menulis sms :
“ Kak, kok belum pulang...kamu dimana ?”
Saat akan memencet tombol send, aku mendengar suara
mobil. Jadi aku mengurungkan niatku untuk meng sms.
Dalam hati saya menimbang, sikap dan wajah seperti
apa yang akan saya pasang saat membukakan pintu untuknya.
Apakah saya akan cemberut ?
Atau marah dan memberondong dia dengan pertanyaan.
Atau saya diam saja ?
Atau saya pasang muka senang saja ?
Melihat wajah lelahnya, saya memilih untuk berekspresi
datar dan menunda dialog sebab akibat esok paginya.
Saat sarapan pagi, saya memulai pembicaraan yang
tertunda.
“ Sebenarnya kamu mengembalikan lensanya kemana tho
kak? Kok lama banget? Apa sampai Solo apa Magelang...?” nadaku datar saja.
“ Begini lho mi, kan aku menyewa tuh lensanya
selama 12 jam. Nah mau kukembailkan langsung setelah umi telpon tadi. Tapi
waktu kukontak, pemiliknya itu bilang, kalau dia lagi motret. Jadi dia bilang,
nanti ya dik, setelah jam sembilan. Nah aku nunggu tuh di kost temanku yang
tidak jauh dari tempat aku menyewa, baru bisa mengembalikan...Ternyata ia
datangnya jam 10 lebih...”
Anakku menjawab panjang lebar.
“ Oo jadi kamu menyewa ? Kenapa nggak dikembalikan
besok saja ?”
“ Dia juga bilang begitu, tapi kan aku jadinya
pinjam 24 jam. Sewa per 12 jam itu Rp.95.000. itu sudah yang termurah, kalau 24
jam kan akau bayar 2 x lipat...kan sayang uangnya...”
“Aduh maaf ya kak, kirain kamu pinjam gratisan.
Umi semalam khawatir saja, kamu kemana kok sampai malam. Umi tuh gak bisa tidur
kalau kamu belum pulang....” jelasku dengan nada menyesal.
“ Makanya aku pengin nanti membuka persewaan lensa.
Sekarang ini yang menyewakan paling baru ada dua apa tiga tempat. Padahal kalau
ada even atau tugas, banyak yang membutuhkan....”
“ Memang berapa harga lensanya...? “
“ Ya bervariasi lah Mi, ada yang 2 juta, ada yang
sampai 10 juta. Aku nabung biar bisa beli macam-macam lensa...”
....................... dan percakapan kami pun
berlanjut.
Aku bersyukur bahwa semalam aku tidak langsung
menegur atau marah pada anakku. Ternyata situasinya demikian. Aku hanya
berpesan, lain kali jika ada perubahan rencana atau kejadian tak terduga, ia
mau sms atau telepon , agar aku tidak mencemaskannya.
Jangan salah faham dengan gambar ini |
Salah faham dan suudzon, betapa dekatnya.
Mungkin itulah sebabnya Allah memerintahkan untuk
tabayyun terhadap berita atau peristiwa yang kita lihat. Salah faham ini bisa
berdampak luar biasa. Bisa rusak hubungan karena prasangka. Bahkan bisa menjadi
pemutus tali silaturahmi.
Maka penting untuk melakukan dialog dan melihat
situasi dari sudut orang yang kita salah fahami, atau sudut yang lain.
Itulah mungkin ada kata bijak sana. Karena kita
disuruh melihat dari seberang sana untuk bisa lebih utuh memahami. Bukan
sekedar bijak sini.
Maka diperlukan keberanian, keikhlasan, kejujuranm
untuk membuka diri dan berterus terang melakukan tabayyun.
Seorang rekan pernah mengaku, menangis dan tidak
bisa tidur semalaman karena membaca sms saya.
Ketika saya tanya sms yang seperti apa bunyinya
karena saya tidak bisa mengingatnya, jawabannya sungguh mengagetkan saya.
“ Itu lho bu, waktu saya tanya tentang apakah ada
pengajian atau tidak pekan ini...ibu jawabnya TIDAK, dengan huruf besar
semuanya. Saya berfikir ibu sedang marah dengan saya karena saya SMS sudah terlalu
malam. Saya jadi tidak bisa tidur....”
“ Bagaimana ibu bisa menyimpulkan saya marah ?”
“ Kalau pakai huruf Kapital semua, itu maknanya
sedang marah bu, jadi seperti orang yang teriak...”
“ Ooo, lha saya tidak tahu ada aturan membaca atau
menulis SMS yang seperti itu...Saya ingat waktu ibu SMS, sudah malam. Saya
sudah tidur, jadi saya menjawab dalam keadaan mengantuk dan tidak menyadari
bahwa saya telah memakai huruf besar semua. Tapi sungguh saya tidak marah pada
ibu tidak tahu jika cara menulis seperti itu maknanya marah, bahkan saya
langsung tidur lagi ...”
Jelasku.
“ Tapi saya minta maaf ya bu...membuat ibu sedih
dan tidak bisa tidur. Saya senang ibu menyampaikan ini dan saya jadi mengerti
tentang etika SMS. Ibu juga jadi tahu, saya tidak pernah marah pada orang
sekalipun sms larut malam kepada saya...”
Luar biasa ya pengaruh salah faham...jika saya
ceritakan contoh lain, mungkin tidak selesai sampai besok pagi.
Apalagi jika salah faham dan prasangka ini terjadi
diantara suami istri. Setan turut bermain dan bisa memecahkan biduk rumah
tangga.
Saya yakin anda punya pengalaman pribadi tentang
salah faham atau disalah fahami.
Kuncinya untuk menghilangkan itu adalah :
- Husnudzon. Mendahulukan prasangka baik.
- Memaklumi keadaan dan kesibukan orang lain.
- Melakukan tabayyun dengan niat ikhlas .Tidak cepat merespon sebelum tahu situasinya, apalagi respon negatif. Lebih baik diam dan menata hati sebelum berbicara atau bersikap.
- Membuka hati dan fikiran untuk menjadikan orang lain suka tabayyun kepada kita.
- Memaafkan sebelum orang lain meminta.
- Lebih dahulu mohon maaf.
Mungkin anda punya resep lain lagi untuk
ditambahkan dalam menepis prasangka.
Mari selalu berdoa agar senantiasa dikarunia kebersihan dan kelapangan hati...
Semoga bermanfaat, mohon maaf ya...
Jangan salah faham terhadap cerita ini. —
Mari selalu berdoa agar senantiasa dikarunia kebersihan dan kelapangan hati...
Semoga bermanfaat, mohon maaf ya...
Jangan salah faham terhadap cerita ini. —
سبحان الله
ReplyDelete♏ªªªªnTªªªªª laaah isinya ustadzah
Setuju, semuanya harus dimulai dgn berprasangka baik, jadinya ngga akan berakibat fatal atau malah memutuskan silaturahmi.
ReplyDeleteMakanya kalau soal yang sensitif, saya malas membahas lewat email, sms atau bentuknya tulisan,seringnya saya lgs hubungi by phone, jadi kita bisa atur intonasi kita dan bisa langsung kena ke sasaran yang di maksud.Karena sering kejadian yang ga enak, maksudnya baik, tp isi sms malah diforward ke org yg dimaksud, dan malah akhirnya salah faham.
Semoga kita bisa selalu menjaga silaturahmi dan berprasangka baik terus, tp tentunya jgn lupa waspada, ntar malah dibohongin terus..hehehe
Subhanallah tips - tips nya mengena sekali.. makasih mak :) *bookmark*
ReplyDeleteBerprasangka baik memang sangat penting ya mbak. Terutama pada orang terdekat kita. Berprasangka baik juga tanda apakah kita adalah orang yang berpikiran positif :)
ReplyDeleteTerimakasih mak-mak silaturahim sorenya: Mayya, Wulan novitasari, Adisanita, mahabbh el-ahmady.makasih ya comen dan sharingnya.
ReplyDeleteaq pernah sih baca, kalau nulis pakai kapital semua itu artinya marah. kalo org sepuh mah nulis kapital semua heheh
ReplyDeletemarilah khusnudzon:D
subhanalloh, super bangets bu. Btw photo yang terahir itu dimana bu, kok background spanduknya menginspirasi...hehehe
ReplyDeleteJiah Al jafara makasih kunjungan baliknya...memang udah plus ini mata jadi butuh yang besar-besar hehe.
ReplyDeleteSULASIH ST. itu foto di papua...ada lapangan golf punya markas AD. lha itulah tulisannya...
Saya juga pernah mbak kejadian..
ReplyDeleteanak-anak itu kadang-kadang hanya mengungkapkan apa yang ada didepan matanya dan apa yang tidak dia suka, tapi belom tentu itu yg terjadi yah mbak, mungkin yang di ungkapkannya itu hanya sebagian dari kejadian yang sebenarnya, namanya anak-anak (blom ngerti):)
dengan orang terdekat sangat mungkin salah faham ya Ri-Uz Athamir
ReplyDelete