Masih ingat kisah lama yang kira-kira berjudul: gembala yang
kesepian. Kubaca saat saya masih di bangku SD.
Saya ulang sedikit versi yang saya ingat ya:
Alkisah ada seorang anak gembala yang selalu bekerja sendirian
bersama para dombanya di kaki gunung. Terkadang kebosanan datang pada gembala
kesepian ini. Suatu hari ia punya ide untuk membunuh kesepiannya. Anak gembala
itu berteriak:
“Tolong...tolooong...ada serigala!”
Mendengar teriakan anak gembala, penduduk desa berdatangan ke
kaki gunung menemui anak gembala itu. Ternyata anak gembala dan dombanya dalam
keadaan baik-baik saja. Tidak ada serigala. Penduduk desa kecewa karena mereka
merasa tertipu. Mereka telah meninggalkan pekerjaannya demi menolong anak
gembala. Nyatanya ia hanya bermain-main. Singkat cerita, pada hari lain anak
gembala itu mengulangi keisengannya untuk kedua kalinya dan berakhir dengan
kekecewaan para penduduk.
Pada suatu hari, datanglah sekawanan serigala yang menyerbu
domba gembalaan di kaki gunung. Anak gembala panik dan berteriak minta tolong.
“ Toloong...ada serigala!” Ia berteriak berulang hingga habis
nafasnya, dan serigala itu berhasil membunuh beberapa dombanya. Namun penduduk
kampung tak ada yang datang seorangpun. Mereka mendengar teriakan anak gembala
dan lolongan serigala, namun mereka berkata:
“Jangan sampai kita dikerjai anak gembala itu untuk ketiga
kalinya”
Jadi begitulah balasan yang diterima oleh orang yang
iseng-iseng berbohong. Kehilangan kepercayaan.
Maaf ya jika cerita versi saya tidak persis sama. Maaf juga
saya tidak mencantumkan sumbernya karena saya sudah lupa di majalah anak-anak
yang mana saya membacanya saat saya masih SD. Saya hanya ingin mensarikan ulang hikmah kisah tua itu:
jangan ciderai kepercayaan. Sungguh mahal harga kepercayaan. Sekalinya ia
hilang, betapa sulit menebusnya.
Seorang istri menceritakan bahwa ia pernah membuat satu kesalahan
yang kemudian disesalinya seumur hidup. Ia tidak merincikan apa keslahannya,
namun sebagai konsultan, mudah untuk menebaknya. Suaminya yang marah karena
kesalahan itu, sepertinya tak pernah memaafkannya. Buktinya sekarang suaminya
membalas dendam dengan balik menyengaja melakukan kesalahan yang sama. Biar
impas katanya. Hhmmm.
Anda para pembaca, semoga arif bijaksana. Kehormatan diri
hanyalah bisa kita bangun sendiri dengan kesungguhan kita menepati janji dan
memelihara amanah.
Orang jawa bilang: “Ajining diri, gumantung obahing lathi”
Maknanya, harga diri kita tergantung apa yang kita ucapkan
dan konsistensi kita pada ucapan tersebut.
Intinya adalah perkataan yang benar, itu kunci utama menjaga
perkataan. Ini kisahku kemarin yang memilih untuk mengeluarkan uang lebih
banyak demi menjaga kepercayaan. Kemarin saya mengajak ibu-ibu wisata religi.
Sejak semua sudah booking pinjaman bus dari teman yang punya sekolah. Informasi
dari suamiku, ada 1 bus kapasitas 24 orang. Berhubung peserta awal 60 orang
lebih, saya putuskan menyewa satu bus tambahan.
Setelah mecari lewat seorang teman, dapat juga sewa busnya kapasitas 30 orang. Deal. H-2 saya konfirmasi
langsung dengan pemilik bus pertama, yang milik sekolah, ternyata ada 2 bus.
Hmm total ada 3 bus. Bimbang nih. Kalau yang sewa dibatalin, dua bus artinya
untuk 48 orang dan saya masih harus cari tambahan satu mobil lagi dong.
Keadaan berubah cepat. H-1 ada beberapa orang yang membatalkan
diri sehingga peserta hanya 50 orang. Menurut pemikiran saya, lebih mudah
membatalkan bus pinjaman dari pada bus sewaan. Kalau orang dipinjam, nggak
jadi, mungkin malah senang karena nggak jadi repot. Tapi kalau barang sewaan,
jangan-jangan ia sudah menolak order lain demi janjinya padaku.
Begitulah. Saya memilih kehilangan sekitar satu juta, selisih
ongkos yang saya keluarkan saat membatalkan satu bus pinjaman dan tetap melanjutkan
menyewa.
Hey kenapa jadi curhat...eh demi pelajarannya, saya memilih
menjaga kepercayaan dan kredibilitas saya.
Menjaga kepercayaan juga dengan kesungguhan kita menepati
etika dan tata aturan. Jika dalam hidup ini diatur dengan aturan sosial yang
tertulis maupun tidak, dalam agama juga ada syariat ibadah dan akhlaq. Orang yang
menepati semua itu, insya Allah akan dihormati oleh orang lain. Suami istri
yang saling menjaga komitmen diantara mereka berdua, insya Allah akan memiliki
hubungan jangka panjang yang sehat dan indah.
Betapa capeknya hubungan yang dibangun diatas rasa curiga dan
was-was. Apalagi jika sedah masuk unsur dendam. Kapan akan ada sakinah. Betapa
jauhnya dari baiti jannati.
Trus, kalau sudah terlanjur nih...gimana dong.
Memang tidak mudah, namun bisa. Lakukan 3 hal saja.
1.
Taubatan
nasuha. Artinya menyesali diri, tidak melakukan lagi, mohon ampun pada Allah
dan minta maaf pada pihak terkait.
2.
Tutup
dengan perbuatan yang baik dan kesungguhan menjaga diri agar tidak tergelincir
lagi. Ini akan menghapuskan.
3.
Terus
berdoa agar dimudahkan keluar dari masa lalu itu dan dimaafkan oleh Allah,
ditutup aibnya dan dihapus dari hati dan ingatan pasangan kita.
Diantara taubat yang diterima itu adalah saat orang lain tak
lagi membincangkan kesalahan kita. Tak ada manusia yang tidak bersalah, namun
ada yang kesalahannya dibincangkan orang banyak, ada yang tidak. Nah yang sadar
dan taubat, itu yang ditutup kesalahannya oleh Allah.
Semoga saja kita dijauhkan dari perbuatan menciderai
kepercayaan ini. Selalu dijaga dari ketergelinciran. Amin.
ya, kepercayaan itu mahal mak, bahkan tak terbeli dengan gunungan harta :D
ReplyDeletemakasih kunjungannya mak Sumarti Saelan...senang banget nih dapat komentar...
ReplyDelete