Jika anda
pernah mendaki gunung, pastinya merasakan suka dukanya. Rasa lelah, beban yang
berat, terperosok, tertusuk duri, tergelincir, kedinginan, sesak nafas, teman
yang butuh pertolongan, dan mungkin juga salah jalan. Mungkin juga bertemu
binatang buas atau sekedar lintah yang menjijikkan. Semua itu seakan terbayar
saat mencapai puncak dengan penuh kegembiraan menyaksikan sunrise dan pemandangan yang memanjakan mata.
Racikan
pengalaman yang menjadi memori indah bahkan hingga bertahun kemudian.
Setelahnya kita akan menceritakan dan mengenangnya, bahkan tentang segala
penderitaan perjalanan, dengan sudut pandang kebanggaan dan kebahagiaan.
Berkeluarga,
ibarat pergi mendaki, dengan tim bermula dua orang, suami istri.
Terkadang
salah satu mengeluh, atau keduanya mengeluh. Terkadang capek, dan harus jeda
sejenak mengambil nafas. Terkadang yang satu harus menahan diri, karena
pasangannya berjalan sangat lambat dan meminta pengertian.
Kekurangan
bekal, menghadapi cuaca ekstrim, panas terik menyengat, gerimis hingga hujan
badai berhalilintar. Dan sakit yang mungkin menyerang.
Bertemu persimpangan
kadang berselisih jalan mana yang akan dipilih. Ketika kabut datang seakan
gelap semua arah tak tahu hendak kemana. Hanya bisa bergandengan tangan dan
meraba langkah dengan mata kaki.
Terkadang
ada banyak godaan di jalan, bebungaan yang indah, buah-buahan atau ranting
berserak. Ketika ingin memunguti bisa jadi menghambat perjalanan. Atau sibuk
mengumpulkan renik-renik dan enggan
melanjutkan ke puncak lantaran beratnya bawaan suvenir perjalanan.
Berapa
banyak pendaki yang menghabiskan energi dengan mengeluh sepanjang jalan, atau
ramai bertengkar tentang arah perjalanan. Beberapa ada yang terperosok atau
terjungkal dalam jurang yang dalam. Ada yang selamat dan bisa kembali, ada yang
hilang tak tentu rimbanya.
Berkeluarga,
adalah pengalaman mendaki dengan semua tantangan dan resikonya. Semakin tinggi
gunung yang ingin ditaklukkan, semakin butuh persiapan mental, pemahaman medan
dan kelapangan dada bekerjasama dengan team.
Perbekalan seorang
pendaki tidaklah harus banyak, namun penting membawa barang-barang vital sesuai
kebutuhan. Kompas, peta, bekal makanan, minuman, obat-obatan dan sekedar alas
tidur. Jaket dan kaus kaki pengusir dingin, mantol hujan, tongkat dan tali mungkin bagian yang akan
diperlukan.
Saya hanya
pendaki amatiran yang penah sesekali menjelajah gunung. Namun cukuplah kiranya
menjadi pengalaman membayangkan sulit dan terjalnya medan dan dinamika
pendakian. Menghadapi situasi yang mungkin tidak diperkirakan.
Berkeluarga
adalah pengalaman yang diinginkan semua orang. Namun apakah telah mempersiapkan
tantangan pendakian? Atau mengira bisa duduk manis di mobil hingga tiba-tiba
telah sampai di puncak?
Gunung Api Purba. Nglaggeran. |
Semua berpulang
kepada setiap pasangan.
Kerja keras,
kesetiaan dalam team, semua racikan rasa dan cuaca ekstrim adalah kemestian
yang akan memperkaya jiwa. Jadi janganlah banyak mengeluh dan milikilah daya
tahan, karena itulah yang akan melahirkan rasa bahagia.
Oke, keep
move on dan nikmati saja semua prosesnya karena jalan mendaki itu adalah
berkeluarga.
Spesial untuk suamiku, cintaku, guru,
sahabat dan inspirasiku.
Terimakasih untuk semua pelajaran
kehidupan yang engkau sajikan. Terimakasih untuk tetap setia dalam SATU team
bersamaku, selamanya.
Mengenang 23 tahun kebersamaan kami.
Mertosanan
kulon, 7 Juli 2014.
Semoga senantiasa SaMaRa ya bu..:) Doakan saya juga, ingin jd istri solehah tp prakteknya msh seujung kuku..
ReplyDeleteAlhamdulillah amiin. Semoga juga dirimu sekeluarga
DeleteBegitu juga menjadi guru.. Mendaki bak perjuangan pendakian.. Yg penting jgn banyak mengeluh teruslah jalan sampai ke puncak 'karier' yg di inginkan..
ReplyDeleteBetl banget...bisa diterapkan dalan semua bentuk perjuangan kehidupan.
Deletesudah 23 tahun ya Mba Ida..moga langgeng terus ya
ReplyDeleteamiin makasih mak fitri....nggak tahunya aku sudah tua haha
DeleteUhuuuks
ReplyDelete...Fenny baru seusia digit belakang usia pernikahn mak Ida
jalan masih panjang mak Fenny...semoga enak dinikmati apapun rasanya...
DeleteUmur pernikahan kami hampir 1/3 umur pernikahan Mak Ida. Semoga kami tetap bisa terus mendaki dengan baik ya Mak, mohon doa... ;)
ReplyDeleteInsya allah selama ada keikhlasan dan kesabaran
DeleteHappy anniversary, Mak. Semoga langgeng mendaki bersama dengan tim :)
ReplyDeleteTerima kasih untuk petuahnya.. berguna sekali buat yg masih emak wannabe macam saya :)
Salam,
Phie
iya Phie semoga jodohmu tepat dan baiiikk amiin
Deletedalem bgt maknanya mak..
ReplyDeleteo iya, barakallah ya mak sdh 23 tahun. Smoga kluarga mak ida slalu samawa dan menginspirasi kita smua. Keep move on:)
amiin,. makasih doanya mak. semoga demikian pula dengan keluargamu, amiin
Deletesemoga tetap langgeng, mak ida. feel happy for you :)
ReplyDeletemakasih mak Sary. demikian pula dengan mak Sary
DeleteAh...
ReplyDeleteMembaca tulisan ini, semakin bertambah saja semangat saya. Semangat untuk segera mendaki bersama Ms L. :)
semoga dimudahkan Mas.dan menjadi keluarga sakinah amiin
DeleteSo sweet mak Ida............. :)
ReplyDeletemakasih mak
DeleteGak enak kalau mendaki dengan cara duduk manis di mobil. . .
ReplyDeleteGak menantang, Bu. :D
Happy anniversary ya, Bu. Semoga bahagia selalu. :)
iya idah...cocoknya buat nenek-nenek sakit lutut saja. kalau yang muda lebih romantis kehujanan berdua lalu berteduh di bawah pohon...hahaha
Deletesetuju dengan perumpaannya yang mendaki, Mak :)
ReplyDeleteyuuk terus mendaki mak.
DeleteIkut senang mbak, smg bahagia, senantiasa dihimpun dalam kebaikan dan awet sampai kakek nenek...
ReplyDeleteamiiin semoga demikian pula padamu dik
DeleteHuaa Mak Ida udah 23 tahun ya.. selamat ya mak, moga selalu samara, aamiin
ReplyDeleteiya makasih doanya mak
Delete