Entah
mengapa saya suka menulis tentang Revo. Barangkali karena sesungguhnya anakku
adalah guruku. Guru untuk belajar
tentang pengendalian diri dan banyak lagi hal lainnya. Seperti kisah kami di
hari Ahad saat Revo berumur sekitaran 6 tahun.
Pagi itu
Revo bangun dengan senyum manis.
"Umi,
aku bawa Max...!" serunya.
"Waah
ganteng alhamdulillah sudah bangun. Kok langsung bawa max (kucing), sekarang
pipis, wudhu sholat dulu..." Aku mengingatkan ritual paginya.
Revo belum
mau menuruti dan mulai bermain dengan kucing kesayangannya. Abangnya
menemaninya. Saya tak terlalu merekam aktivitas mereka, namun sesekali terus
menyapa dan mengingatkan Revo untuk pipis, wudhu sholat, sambil saya mengetik
di depan PC.
Tiba-tiba
saya sadari mereka telah bersilang pendapat, karena abangnya menyuruh solat
juga. Abangnya meninggalkan Revo dan Revo mulai marah, membuangi bantal kursi
ke lantai. Kucingnya masih saja dipelukannya.
"Revo,
bantalnya jangan dibuangi, itu tadi sudah dirapikan...”
Bukannya
menurut, ia malah membantah dan berteriak.
"Lha
bang Dif nggak mau main sama aku...!"
Saya meninggalkan
pekerjaanku, mendekat ke Revo untuk lebih fokus dan bicara tegas.
"Revo
jadi seperti ini karena main max. Sekarang max dikembalikan, atau Umi yang
ambil max-nya..."
"Huwaa...umi
kok kasar sama aku..." Ia mulai meledak.
"Umi
kan tidak kasar, Umi harus bilang apa biar Revo nurut?" Eh, tapi sepertinya suaraku mulai meninggi juga.
"Tapi
bagiku itu kasar. Aku maunya Umi bilang seperti saat Umi masih di kursi sana
tadi..."
Hmmm saya
mengambil nafas dan berfikir sejenak. Melanjutkan sikap tegasku, pasti Revo
akan menangis walaupun menurut, atau saya mengulang dan memperbaiki caraku.
Saya memilih
yang ke dua.
Saya kembali
ke kursi depan komputer, mengambil nafas, tersenyum dan berkata dengan nada riang:
"Po,
ganteng pinter, bantalnya yang pada jatuh diambil ya, kembalikan yang rapi.
Trus max masukkan kandang dulu sampai Revo pipis wudhu sholat..."
Sungguh
mengejutkan, tanpa jeda. Revo bangkit.
"Ya mi,
aku kembalikan max dulu..." ia bangkit, memasukkan kucing ke kandang dan
mulai memunguti bantalnya.
Dengan wajah
cerah!
Hmmm....alhamdulillah.
Revo telah
mengingatkanku untuk menekan tombol restart. Memulai semua dari awal, sekalipun
terlah terjadi kesalahan. Kesediaanku dan kesediaan Revo untuk mengulangi
dengan cara yang lebih baik, itu sungguh kadang tidak mudah. Apalagi jika
kekeliruan telah jauh.
Alhamdulillah
jika anda lebih baik dari itu.
Intinya
adalah miliki dan temukan tombol 'restart' dalam diri kita masing-masing. Itu berguna saat emosi mulai meninggi karena
sikap seseorang, apakah anak, suami atau
orang lain.
Semoga anda
punya.
Jika belum,
segeralah membuatnya.
Tentang Revo
dan sopan santun ada di sini.
Subhanallah... tombol restart itu yg masih terus saya usahakan mak :')
ReplyDeleteyuuk mak, kita memang harus selalu menusahakan. kadang juga masih lupa hehe
Deletewah saya jdi belajar ni bu ustadzah kadang setan menyelip" di nafsu;" kita...
ReplyDeletehayuuk saling belajar mas
Deletesetuju mak, saya kadang juga gt sama murid saya. hehe
ReplyDeletemurid banyak, anak orang banyak ya...pastinya harus banyak tombol nih. sukses bu guru
Delete*nyoba belajar tombol restart + pasokan sabar digudang :")
ReplyDeleteYuuk mak gudangnya yang besar dan punya pabrik sabar hehe
DeleteBetul mak. Kadang saya lupa menekan tombol restart. Ah jadi merasa bersalah dengan anak-anak, makasih pengingatnya mak. Sangat bermanfaat. Salam kenal :)
ReplyDeletesama-sama. senang nih dikunjungi
Deleteduh jadi ingettombol restart ku akhir-akhir ini sering lupa dipencet mak ida :'( karena semua perhatian lagi tumplek blek ke baby Kahfi...makasih udah diingetin lagi pas baca postingan ini..
ReplyDeleteeh iya mak fitri...yang penting sempet posting bento hehe
DeleteTrima kasih bu ida, saya seperti diingatkan kembali ...
ReplyDeletemakasih juga udah mampir
DeleteTerima kasih ilmunya Bu..., Saya kadang bingung mau bikin apa kalau situasinya sudah begitu.
ReplyDelete