Oleh : Ida Nur Laila
Saya sering mendapatkan pertanyaan lewat SMS,
tentang status berbagai hadits yang sering digunakan sebagai kalimat ucapan
yang beredar di milis, blackberry messenger, SMS atau media lainnya. Maksud
penyebutan hadits tersebut tentu saja bagus, yaitu untuk mengingatkan kepada
kebaikan. Bahwa kita sudah masuk bulan Rajab atau Sya’ban, dan perlu bersiap
memasuki Ramadhan.
Namun ternyata, beberapa hadits yang sering digunakan
untuk ucapan tersebut adalah hadits lemah dan palsu. Sudah banyak blog, web dan
milis yang membahas bab ini, namun izinkan saya menyampaikan ulang secara
ringkas, agar tidak perlu menjawab satu per satu SMS yang masuk. Bahan-bahan ini
silakan dikaji lebih dalam dari sumber rujukan yang saya cantumkan di bagian
bawah tulisan.
Hadits-hadits
Lemah dan Palsu tentang Bulan Rajab
Hadits Pertama
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- beliau berkata,
“Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa setelah Ramadhan kecuali
pada bulan Rajab dan Sya’ban”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata, “Hadits ini mungkar”,
atau sangat lemah.
Hadits Kedua
Dari ‘Ali ra, “Barangsiapa yang berpuasa satu hari darinya
–yakni dari bulan Rajab- maka Allah akan menuliskan baginya (pahala) berpuasa
1000 tahun”.
Ibnul Qayyim Al Jauzi mengatakan bahwa hadits ini maudhu’
(palsu).
Hadits Ketiga
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudriy bahwa Rasulullah saw
bersabda, ”Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah
bulan umatku. Barangsiapa yang berpuasa Rajab dengan keimanan dan penuh harap
maka wajib baginya keridhoan Allah yang besar, akan ditempatkan di firdaus yang
tertinggi. Barangsiapa yang berpuasa 2 hari dari bulan Rajab maka baginya
pahala yang berlipat dan setiap takarannya sama dengan berat gunung-gunung di
dunia dan barangsiapa berpuasa 3 hari dari bulan Rajab maka Allah akan
menjadikan puasa itu sebuah parit yang lebarnya satu tahun perjalanan di antara
dirinya dengan neraka”.
Ibnul Qayyim Al Jauzi mengatakan bahwa hadits ini maudhu’
(palsu).
Hadits Keempat
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw
bersabda, ”Barangsiapa yang berpuasa 3 hari dari bulan Rajab maka Allah
tetapkan baginya puasa sebulan. Barangsiapa berpuasa 7 hari dari bulan Rajab
maka Allah tutupkan baginya 7 pintu-pintu neraka. Barangsiapa yang berpuasa 8
hari dari bulan Rajab maka Allah bukakan baginya 8 pintu-pintu surga dan
barangsiapa yang berpuasa setengah bulan Rajab maka Allah tetapkan baginya keridhoan-Nya
dan barangsiapa yang ditetapkan baginya keridhoan-Nya maka Dia tidak akan
mengadzabnya. Dan barangsiapa yang berpuasa selama bulan Rajab maka Allah akan
menghisabnya dengan hisab yang mudah.”
Ibnul Qayyim Al Jauzi mengatakan bahwa hadits ini maudhu’
(palsu).
Hadits Kelima
Dari Abu Sa’id Al-Khudry -radhiyallahu ‘anhu- secara marfu’,
“…Barangsiapa yang berpuasa di bulan Rajab karena keimanan dan mengharap
pahala, maka wajib (baginya mendapatkan) keridhoan Allah yang terbesar”.
Ibnul Qayyim Al Jauzi mengatakan bahwa hadits ini maudhu’
(palsu).
Hadits Keenam
Dari Al-Husain bin ‘Ali -radhiyallahu ‘anhu secara marfu’,
“Barangsiapa yang menghidupkan satu malam dari Rajab (dengan ibadah) dan
berpuasa satu hari (darinya), maka Allah akan memberi dia makan dari
buah-buahan surga dan Allah akan memakaikan dia sutra dari surga”.
Ibnul Qayyim Al Jauzi mengatakan bahwa hadits ini maudhu’
(palsu).
Hadits Ketujuh
Dari Anas –radhiyallahu ‘anhu- secara marfu’, “Barangsiapa
yang berpuasa pada hari Kamis, Jum’at, Sabtu di setiap bulan haram, maka akan
dituliskan baginya ibadah 700 tahun”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata, “Hadits ini mungkar”, atau
sangat lemah.
Hadits Kedelapan
Dari Anas –radhiyallahu ‘anhu-, secara marfu’, “Sesungguhnya
di dalam surga ada sebuah sungai yang bernama Rajab, airnya lebih putih
daripada susu dan lebih manis daripada madu. Barangsiapa yang berpuasa sehari
di bulan Rajab maka Allah akan memberi minum kepadanya dari sungai tersebut”.
Ibnul Qayyim Al Jauzi mengatakan bahwa hadits ini majhul (tidak
dikenal) sangat lemah.
Hadits Kesembilan
Dari Anas –radhiyallahu ‘anhu- secara marfu’, “Aku diutus
sebagai nabi pada tanggal 27 Rajab, barangsiapa yang berpuasa pada hari itu
maka hal itu merupakan kaffarah (penghapus dosa) selama 60 bulan”.
Dan dalam hadits lain ‘Ali secara marfu’, “ … Barangsiapa
yang berpuasa pada hari itu (27 Rajab) dan berdo’a ketika dia berbuka maka hal
itu merupakan kaffarah selamah 10 tahun”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata, “Hadits ini mungkar”,
atau sangat lemah.
Hadits-hadits
Lemah dan Palsu tentang Bulan Sya’ban
Hadits Pertama
Dari
Aisyah dari Rasulullah SAW bersabda, "Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan
adalah bulan Allah. Sya’ban adalah (bulan) yang mensucikan dan Ramadhan adalah
bulan yang menghapuskan (dosa-dosa)."
Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani melemahkan hadits ini dalam Dha’if Jami’ Shaghir no. 3402.
Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyqa dan Ad-Dailami
dari Aisyah secara marfu’ dengan lafal :
”Bulan
Ramadhan adalah bulan Allah dan bulan Sya’ban adalah bulanku. Sya’ban adalah
(bulan) yang mensucikan dan Ramadhan adalah (bulan) yang menghapuskan
(dosa-dosa).”
Sanadnya
sangat lemah sebagaimana dijelaskan oleh syaikh Al-Albani dalam Dha’if Jami’ Shaghir no. 34119.
Hadits Kedua
Dari
Anas dari Rasulullah SAW bersabda: "Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban
adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku."
Ini
adalah hadits palsu. Imam Al-‘Ajluni berkata: Diriwayatkan oleh Ad-Dailami dan
lainnya dari Anas secara marfu’. Namun Imam Ibnu Jauzi menyebutkannya dalam
kitab Al-Maudhu’uat (hadits-hadits
palsu), demikian pula Al-hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam bukunya Tabyinul ‘Ajab fi Maa Warada fi Rajab"
(Kasyful Khafa’ juz 2 hlm. 510 no. 1358).
Hadits Ketiga
Nabi
SAW ditanya tentang puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan, maka beliau
SAW menjawab, “(Puasa) Sya’ban karena untuk mengagungkan (puasa) Ramadhan.”
Beliau SAW juga ditanya tentang sedekah yang paling utama, maka beliau SAW
menjawab, “Sedekah di bulan Ramadhan.”
Hadits
tersebut dinyatakan lemah oleh Syaikh Al-Albani dalam Dha’if At-Targhib wat Tarhib no. 618.
Dalam
riwayat lain dari Anas secara marfu’ dengan lafal: ”Puasa yang paling utama
setelah puasa Ramadhan adalah puasa Sya’ban.”
Al-Hafizh
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari
Syarh Shahih Bukhari juz 4 halaman 152-154 mengatakan: "Sanadnya
dha’if."
Hadits
Keempat
Diriwayatkan
dari Anas berkata: ”Bulan ini disebut Sya’ban karena di dalamnya kebaikan
bercabang demikian banyak bagi orang yang berpuasa sunnah sehingga ia masuk
surga.”
Ini
adalah hadits palsu. Diriwayatkan oleh Al-‘Iraqi dalam Tarikh Qazwin dengan
lafal di atas dan Abu Syaikh bin Hibban dengan lafal: “Tahukah kalian kenapa
bulan ini disebut Sya’ban?” Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini palsu dalam Dha’if Jami’ Shaghir no. 2061.
Hadits
kelima
Dari
Zaid Al ’Ama dari Yazid Ar-Raqasyi dari Yarwi bin Malik berkata: Nabi SAW
bersabda: ”Bulan Allah yang paling baik adalah bulan Rajab karena ia adalah
bulan Allah. Barangsiapa mengagungkan bulan Rajab berarti ia telah mengagungkan
perkara Allah. Dan barangsiapa mengagungkan perkara Allah maka Allah akan
memasukkannya ke dalam surga yang penuh kenikmatan dan hal itu pasti baginya.
Sya’ban adalah bulanku, maka barangsiapa mengagungkan bulanku berarti telah
mengagungkan perkaraku. Dan barangsiapa mengagungkan perkaraku maka aku menjadi
pendahulu dan simpanan pahala baginya pada hari kiamat. Adapun bulan Ramadhan
adalah bulan umatku. Barangsiapa mengagungkan bulan Ramadhan, memuliakan
kehormatannya tanpa melanggarnya, berpuasa di siang harinya, shalat (tahajud
dan witir) pada malam harinya dan menjaga anggota badannya (dari perbuatan
dosa) maka ia keluar dari bulan Ramadhan tanpa memiliki sedikit pun dosa yang
akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah.”
Diriwayatkan
oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman
juz 3 hlm. 374 no. 3813. Imam Ahmad bin Hambal berkata: Sanad hadits ini sangat
mungkar (lemah sekali).
Hadits
Keenam
Dari
Anas berkata: "Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa
Sya’ban untuk memuliakan Ramadhan dan sedekah yang paling utama adalah sedekah
di bulan Ramadhan."
Syaikh
Nashiruddin Al-Albani melemahkan hadits ini dalam Dha’if Jamii’ Shaghir no. 1023.
Hadits
Ketujuh
Dari
Aisyah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
Nabi
SAW bersabda: "Malaikat Jibril mendatangiku dan berkata: Ini adalah malam
nishfu (pertengahan) Sya’ban, pada malam ini Allah membebaskan dari neraka
(manusia) sejumlah bulu kambing suku Kalb. Pada malam ini pula Allah tidak mau
melihat kepada orang msyrik, orang yang bermusuhan (dengan sesama muslim),
orang yang memutuskan tali kekerabatan, orang yang memanjangkan kainnya
melebihi mata kaki, orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, dan pecandu
minuman keras.”
Hadits
dari Aisyah dengan lafal: “Jika malam nishfu (pertengahan) Sya’ban maka Allah
mengampuni dosa-dosa lebih banyak dari jumlah bulu kambing suku Kalb (sebuah
suku Arab ‘Aribah di negeri Syam).”
Syaikh
Al-Albani menyatakan sanadnya lemah dalam Dha’if
Jami’ Shaghir no. 654.
Dalam
riwayat yang lain dengan lafal: “Sesungguhnya Allah SWT turun pada malam nishfu
Sya’ban ke langit dunia maka Allah mengampuni (hamba-Nya) lebih banyak dari
jumlah bulu kambing suku Kalb.”
Imam
Al-Munawi dalam Faidhul Qadir berkata: Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dan Tirmidzi dalam kitab shaum, juga Al-Baihaqi dalam kitab Ash-shalat dari
jalur Hajaj bin Arthah dari Yahya bin Abi Katsir dari Urwah dari Aisyah. Imam
Tirmidzi berkata: Hadits ini tidak dikenal kecuali dari jalur Hajaj. Aku telah
mendengar Imam Muhammad (bin Ismail) yaitu Imam Al-Bukhari melemahkan hadits
ini dengan mengatakan: Yahya tidak mendengar hadits ini dari Urwah dan
Hajaj tidak mendengarnya dari Yahya.”
Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang sama sehingga nilainya
juga hadits palsu.
Imam
Ad-Daruquthni berkata: Sanadnya mudhtarib (goncang) tidak shahih. Imam
Al-‘Iraqi berkata: Imam Al-Bukhari melemahkan hadits ini karena sanadnya
terputus pada dua tempat dan ia menyatakan tidak ada satu pun sanad hadits ini
yang shahih. Imam Ibnu Dihyah berkata: Tidak ada satu pun hadits tentang malam
nishfu Sya’ban yang shahih dan tidak ada seorang pun perawi yang jujur
meriwayatkan hadits tentang shalat sunah (malam nishfu Sya’ban)” (Dha’if Jami’
Shaghir no. 1761).
Hadits
Kedelapan
Dari
Abu Umamah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Lima malam yang pada saat
tersebut doa tidak akan ditolak oleh Allah; malam pertama bulan Rajab, malam
nishfu Sya’ban, malam Jum’at, malam Idul Fitri, dan malam Idul Adha.”
Imam
Al-Munawi dalam Faidhul Qadir menulis: “Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu
‘Asakir dan Ad-Dailami dari jalur Abu Umamah. Juga diriwayatkan oleh
Al-Baihaqi, Ibnu Nashir, dan Al-‘Askari dari jalur Ibnu Umar. Al-Hafizh Ibnu
Hajar Al-Asqalani berkata: Semua jalur hadits ini cacat.” Syaikh Al-Albani
menyatakan hadits ini palsu dalam Dha’if Jami’ Shaghir no. 2852.
Hadits
Kesembilan
Dari
Ali bin Abi Thalib berkata: Rasulullah SAW bersabda: Jika malam nishfu Sya’ban
maka hendaklah kalian shalat malam dan berpuasa di siang harinya karena
sesungguhnya Allah SWT turun ke langit dunia pada malam itu sejak matahari
tenggelam. Allah berfirman: Adakah orang yang meminta ampunan sehingga Aku
pasti mengampuninya? Adakah orang yang meminta rizki sehingga Aku pasti
memberinya rizki? Adakah orang yang terkena musibah sehingga Aku pasti
menyembuhkannya? Adakah orang yang meminta sehingga Aku pasti akan memberinya?
Adakah orang yang begini? Adakah orang yang begitu? Demikianlah sampai terbit
fajar.”
Syaikh
Al-Albani menyatakan hadits ini palsu dalam Dha’if
Jami’ Shaghir no. 652 dan Dha’if
Targhib wat Tarhib no. 623.
Hadits
Kesepuluh
"Pada
malam nishfu Sya’ban, Allah mewahyukan kepada malaikat maut untuk mencabut
nyawa setiap jiwa yang hendak dicabutnya pada tahun tersebut."
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ad-Dainuri dalam Al-Mujalasah dengan sanad dha’if, karena
sanadnya terputus, yaitu perawi Rasyid bin Sa’ad meriwayatkan secara mursal.
Dinyatakan
lemah oleh syaikh Al-Albani dalam Dha’if
Jami’ Shaghir no. 4019 dan Dha’if
Targhib wat Tarhib no. 620.
Hadits
Kesebelas
Dari
Abu Musa Al-Asy’ari bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah
memeriksa hamba-hamba-Nya pada malam nishfu Sya’’ban maka Allah mengampuni
semua hamba-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan.”
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad sangat lemah. Al-Hafizh
Al-Bushiri berkata dalam Misbahuz Zujajah fi Zawaid Ibni Majah: Sanadnya lemah
karena kelemahan perawi Abdullah bin Lahi’ah dan tadlis perawi Walid bin
Muslim. Imam Al-Mundziri juga menyebutkan kelemahan lain, yaitu perawi Dhahak
bin Abdurrahman bin ‘Arzab tidak bertemu dengan Abu Musa Al-‘Asy’ari.
Hadits Keduabelas
Dari
Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada puasa sunnah
setelah pertengahan Sya’ban sampai masuk bulan Ramadhan.”
Dan
dalam riwayat lain:
“Jika
telah lewat pertengahan Sya’ban maka janganlah kalian berpuasa sampai datang
Ramadhan.”
Hadits
ini diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad.
Imam Abdurrahman bin Mahdi, Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Hambal, Abu Zur’ah
Ar-Razi dan lainnya menyatakan bahwa hadits ini munkar (sangat lemah).
Sumber :
Tatsqif
ustadz Khudhori, Lc.
aku diajarin sama ustadku.. bahwa hadits palsu atau lemah itu ciri khasnya adalah pahalanya begitu instan seakan-akan pahala yang diberikan itu besarnya melebihi pahala pada ibadah wajib. jadi emang rada aneh sih.
ReplyDeleteya mak...begitu ya....
DeleteHampir semua hadits yang berkenaan dengan amalan khusus bulan Rajab itu lemah atau bahkan palsu. Kalo bulan sya'ban setahuku ada hadits riwayat Muslim bahwa Rasulullah lebih banyak puasa sunnah pada bulan tersebut dibanding bulan-bulan lain, yg dimaksud bukan puasa sunnah sebulan full, tapi lebih sering.
ReplyDeleteTerima kasih artikelnya, mencerahkan orang2 yang suka broadcast tanpa tahu dasarnya ^^
salam
makasih kunjungannya mak...kita memang harus yakin benar sebelum meneruskan suatu berita
Deletekasihan dong orang2 yg memang sengaja mencari ilmu untuk menambah keimanan juga pahala, eh taunya hadist nya palsu
ReplyDeleteiya mak, maka perlu hati=hati dan punya guru
Delete