Oleh : Ida Nur Laila
Saat
kehamilan pertamaku melewati bulan ke 7, aku merasakan perhatian yang luar
biasa dari ibuku dan mertuaku. Ibu mertuaku datang menengok dengan membawa
sekeranjang pakaian dan peralatan bayi. Ada popok, gurita bayi, baju, selimut,
setagen, jarik gendong, kain bedong, dan bedak bayi serta minyak telon. Bahkan
bantal dan guling bayi.
“ Ini
untuk modal, nanti kalau melahirkan...” kata ibu mertuaku.
“
Terima kasih eyang...”, jawabku senang. Aku belum berfikir untuk membelinya,
toh masih bulan ke tujuh.
“ Jika
sudah masuk bulan ketujuh, bayi bisa lahir kapan saja. Kita memang berharap
agar jabang bayi lahir setelah sembilan bulan sepuluh hari. Namun jika kita
sudah punya persiapannya, akan menjadi lebih tenang...” terang ibu mertuaku.
Hmm
memang kita selalu berfikir bahwa anak akan lahir pada saatnya, ibu mertuaku
yang telah berpengalaman, memngajariku untuk sedia payung sebelum hujan.
Bahkan
setelah mendekati HPL, ibu mertuaku datang lagi dan menginap di rumahku untuk
memastikan keadaanku baik-baik sja. Kebetulan suamiku sedang ada tugas sehingga
tidak pulang malam itu. Memang aku tahu, ia berpamitan pergi sampai ahad siang.
Saat itu belum ada HP, jadi tidak bisa mengabari bahwa ibunya telah datang
menengok.
Hari
itu sebenarnya ibu mertuaku hanya datang untuk menengok, namun mengetahui bahwa
aku hanya tinggal sendirian di rumah lantaran suamiku pergi menginap, ibu
mertua mengundurkan kepulangannya. Jadilah beliau menginap di rumah kami.
Padahal bagiku biasa saja menjalani semua itu. Namun baginya seolah situasinya
gawat.
Malam
itu berlalu biasa saja. Tidak ada kegawatan yang terjadi seperti dikhawatirkan
oleh mertuaku. Kami tidur berdua. Ibu banyak bercerita dan memberi nasehat
seputar kehamilan dan persalinan. Paginya kami berbelanja berdua dan memasak
bersama.
Sepertinya
ibu mertuaku tidak berkenan dengan kepergian suamiku yang ‘sekedar’
mengantarkan murid pengajiannya berkemah
di pantai. Maka siang itu ibu mertuaku menunggui suamiku datang, sebelum berpamitan untuk pulang.
“ Istri
hamil tua, sudah mau lahiran, jangan ditinggal pergi, apalagi sampai
menginap...!” tegurnya.
“Bayangkan
jika tiba-tiba tengah malam bayinya mau lahir...siapa yang akan mengurusi, jauh
dari orang tua dan sanak saudara...”
Aku
merasa tidak enak lantaran suamiku ditegur ibunya. Aku tidak pernah
mengadukannya, namun itulah respon ibu mertuaku. Semua itu karena perhatian dan
kasih sayangnya kepada kami. Betapa bahagianya aku mendapat perhatian dan kasih sayang dari ibu mertuaku.
Suamiku
meminta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi....
No comments:
Post a Comment