Di Sela Seminar...manfaatkan. |
Sebenarnya saya tidak layak menjawab pertanyaan ini. Pertama
karena saya orangnya moody. Kedua belum teruji produktivitasnya. Namun karena
ada yang bertanya, ya okelah dijawab sebisanya.
Eh pertanyaan ini mengingatkan saya pada pertanyaan urusan
yang lain. Tahun 2010 saat pak Cah akan mengikuti perkuliahan di Lemhanas, ada
kewajiban ceck up kesehatan. Dokter menyarankan untuk lebih teratur dalam
berolah raga. Nah suamiku tercinta bertanya:
“Sebenarnya kapan waktu yang tepat untuk olah raga, dok?”
maklum suamiku termasuk yang (merasa) sibuk. Hampir tiap hari jadwal ngisi atau
rapat hingga tengah malam.
Olala, sungguh mengejutkan jawaban pak dokter. Mau tahu...ya
iyalah udah ditunggu.
“ Waktu yang tepat adalah saat kapan bapak sempat. Kalau
sempatnya pagi, ya itulah waktu yang tepat. Kalau sempatnya tengah malam, itu
pula waktu yang tepat...”
Sejak mendapat nasehat itu, kulihat suamiku kadang lari di
treadmill jam 2 tengah hari. Atau bersepeda sehat jam 11 malam. Sekalipun jurusannya
kadang wisata kuliner Gudeg Pawon atau sate pak Pong....
Kapanpun sempat, itulah
waktu yang tepat.
Kalimat itu ternyata juga ampuh diterapkan untuk pertanyaan: Kapan waktu tepat untuk menulis?
Saya lihat suamiku sendiri, selalu menyempatkan menulis
dimanapun berada. Istilahnya berkantor di laptop. Beliau menulis di bandara
sambil menunggu pesawat yang sering delay. Di rumah pada pagi hari atau malam hari
sepulang aktivitas. Menulis tak kenal waktu.
Lha para emak seperti kita? Apalagi yang masih nyambi kerja,
berkarir atau bisnis. Apalagi yang masih punya krucil-krucil...? Kapan dong...?
Suatu ketika saya berkesempatan duduk disamping mbak Helvy
Tiana Rosa yang produktif, terkenal dan karyanya hebat itu. Tak kulewatkan kesempatan bertanya, kapan beliau
menulis. Jawaban jujur dan lugas mbak Helvy agak menohok bagi saya.
“ Saya menulis saat tidak di rumah. Jika di rumah, saya hanya
menulis jika suami dan anak sudah tidur. Jika mereka masih bangun, waktu saya
berikan yang terbaik untuk mereka....”
Saya tidak tahu apakah mbak Helvy ingat dengan percakapan itu
atau tidak. Tapi saya terus mengingatnya. Pasalnya, adalah dilematis bagi emak
banyak anak seperti saya menanti semua penghuni tidur. Lha anak yang gede
tidurnya lebih malam dari saya. Apalagi suami...nyaris selalu lebih malam. Jadi
kalau ikut resepnya mbak Helvy, sebagian saja yang cocok, pada kalimat: menulis saat tidak di rumah. Dan itu
kupraktekkan. Bahkan saat gantian ceramah dalam seminar, saya sempatkan menulis
barang satu dua halaman.
Resep satunya tidak cocok buat emak ngantukan dan kecapekan
yang tenaganya telah terkuras habis di siang hari. Nah, resep pak dokter itu
kiranya yang tepat. Kita sendiri yang seharusnya memahami ritme biologis diri
sendiri dan penghuni rumah, ritme aktivitas penghuni rumah kita....jadi
tentukan sendiri saat yang tepat. Di sela-sela waktu, kapan saja. Karena menulis
tidak seperti berdoa yang ada waktu istijabahnya, jadi ada prioritas waktu.
Laptop on dimanapun |
Menulis juga seperti orang yang berkendara. Semakin banyak
jam terbangnya, maka makin mengalir saja autopilot atau alam bawah sadar. Saat anda
belajar naik motor atau menyetir mobil, anda melakukan dengan penuh kesadaran
dan kesiagaan. Alam sadar 100%. Capek dan tegangnya sungguh terasa. Namun saat
semakin mahir, lihatlah saat menyetir mobil, sambil mendengarkan murottal atau
lagu, sambil menyuapi anak, makan camilan, kadang menjawab telepon. Tangan dan
kaki, mata dan telinga, reflek saja memegang kemudi, presneling, kopling, rem,
lampu sain, klakson....
Penulis juga ibarat pemulung ilmu dan hikmah. Dimanapun
menemukan puntung rokok, plastik, kaleng dan kertas bekas, pemulung memungut
dan memasukkan ke karung bawaannya. Penulis juga demikian, tak ada informasi
yang dibiarkan lewat. Informasi sampahpun bahkan bisa diulas menjadi tulisan. Kemanapaun
kaki melangkah, maka semua rasa direkam, semua yang didengar diingat, semua
yang dilihat diabadikan. Pada saatnya sempat duduk dan tangan memainkan
keyboard, maka fikiran mengolah data mana yang akan dikeluarkan untuk judul
tersebut. Apalagi sekarang ada mbah google tempat bertanya jika informasi di
jalan hanya sepenggal.
Selamat mencari diantara 24 jam, 7 hari dalam sepekan dan 265 hari dalam setahun. Pada saatnya, anda akan menemukan pola unik sendiri dan menjadikan kebutuhan menulis seperti bernafas yang menyehatkan. Tak lagi perlu terlalu memikirkan, namun terus memompa masuk dan keluar.
Jadi apakah anda sudah menemukan jawabannya? Jika belum tidak
apa-apa, karena seharusnya anda menemukannya sendiri.
Eh boleh dong berbagi pengalaman anda di kolom komentar.
Bener tuh bu kata pak dokter, kalau pas sempat. Di rumah, di jalanan di mana saja asal sempat, mau dan tidak menganggu :)
ReplyDeleteyaa alhamdulillah ada komen mbak Ari...makasih ya.
ReplyDeletealhamdulillah bunda, sepertinya resepnya pak dokter juga jadi resep saya selama ini. tidak berpatokan pada waktu. Meskipun kayaknya lebih baik teratur. Tapi sebagai emak rempong heuheu, waktu menulis memang waktu yang kudu disiasati kapan bisanya. Alhamdulillah selama ini, masih bisa menulis meski sedikit :-) kalau ada ide langsung tulis di buku catatan biar enggak menguap idenya, meski nanti nulisnya entah kapan hihihi
ReplyDeletejazakillah bun, inspiratif banget :-)
berhubung saya juga dokter, maka saya mau ikut2an dokter yang ditulisan mbak indah juga ah. Hehehhe nulis kapan sempat. saya juga pernah nanya ke bunda helvy kapan beliau menulis, terus binds helvy bilang, tidak tentu. pokoknya dalam sehari beliau selalu menyempatkan diri minimal 15menit untuk menulis...
ReplyDeletesalam
www.liza-fathia.com
Iya aku juga kalo sempat.. jadi bisa kapan aja.. gak mesti buka notebook kan nulisnya..
ReplyDeletemakasih kunjungannya bunda sri Widiastuti, bee dan Ade Anita. ternyata para emak sudah seperti nasehat pak dokter....
ReplyDeleteSepakat banget dengan pak dokter itu. Saya nulis pas anak2 bermain, pas suami ada juga kalo lagi enggak memerlukan bantuan saya, kami oke2 saja. Anak2 enjoy:) cuma emang kalo dikejar DL suka bertaring, xixiix...Abinya juga merasa dicuekin (lah piye dikejar editing 1 x 24 jam) nah, dari sana saya memilih menulis DL, hahha....ingat duitnya cepat sih mau terus, tapi kasihan keluarga sempat dicuekin:)
ReplyDeleteBtw, mau nanya... Bunda sendiri gimana cara manajemen beberes rumah dan menulisnya? Sejak tanpa ART saya sempat kewalahan juga nulisnya :)
makasih kunjungan dan sharingnya mak. mhn bisa banyak membagi ilmu dan pengalaman dengan teman-teman di kelas menulis ya.
ReplyDeleteBTW kalau ditanya manajemen diri...pada prinsipnya saya dan suami selalu berusaha penya asisten rumah tangga. bagi kami lebih baik anak-anak terurus dari pada anak dan kerjaan terlantar karena ortu sibuk dengan urusan RT. namun ya ada saat dimana saya jumpalitan sendiri.begitu mak, jadi saya terutama urus makan dan tarbiyah anak dari pada urusan nyapu dll...