Pada hari Ahad, aku sakit. aku sakit
batuk, tapi bukan batuk biasa. Batuknya dapat membuatku susah untuk bernafas. Kemudian, aku juga terkena pilek. Pileknya selalu menggangguku saat melakukan sesuatu. Tidak kalah lagi, ada
pusing yang sangat, sangat, sangat menyengat, hingga bisa membuatku pingsan. Sakit ini membuatku terjebak di kamar yang tidak begitu luas dan bagus.
Dengan lampu yang tidak begitu terang, juga kasur yang tidak begitu empuk dan
nyaman.
Sungguh
sebal hatiku. Karena
sepanjang hari, aku hanya di rumah, maka aku menghabiskan waktuku untuk menulis. Aku menulis setiap ide yang keluar secara detail. Aku juga terkadang menelpon atau sms Lisa. Aku juga sering memohon pada ibuku untuk dijinkan masuk sekolah. Biasanya kalau aku memohon pada ibuku, ibuku tidak
mau. Maka, aku memohon dengan sangat memelas,
“Bu, ibu, aku ingin sekolah. Ijinkan aku masuk
hari ini.” Setiap
hari aku terus, terus, dan terus
memohon-mohon. Tapi, ibu selalu berkata:
“Reyna, kamu masih sakit, istirahatlah agar kamu
lekas sembuh dan bisa cepat masuk sekolah.” Jadi, harapanku hanya satu,
menulis di kamar sepanjang hari tentang kejadian ini. Tapi, ternyata aku mendapat cara efektif untuk mempercepat masuk ke
sekolah, dengan cara ngambek (jangan di tiru ya..) Aku tidak mau keluar kamar sebelum aku di bolehkan masuk sekolah. Di dalam kamar aku hanya menulis dan tidur. Akhirnya ibu mengalah,
ibu membolehkanku masuk sekolah, tapi bolehnya hari Jum’at.
Sungguh bahagia hatiku, meski
aku harus menunggu beberapa hari lagi.
Malam jum”at, aku sangat susah untuk tidur. Ini bisa disebut
kelewat bahagia. Akhirnya, pagipun tiba. Aku segera
makan, mandi dan berangkat. Aku
berangkat bersama ibuku.
Sebelumnya aku sms
Lisa karena hari ini aku akan
masuk sekolah. Tapi, aku
berpikir
sebentar sebelum sms Lisa. aku ingin
membuat surprise
kepada Lisa, maka aku tidak
jadi sms Lisa. Sepanjang perjalanan, aku
melamun karena saking senangnya aku masuk
sekolah. Sampai di sekolah, aku
melihat Lisa sedang keluar dari kelas, sepertinya ia habis menaruh tas. Akupun berlari secepatnya menuju Lisa, kamudian aku memeluk sahabatku yang telah lama tidak bertemu. Lisa tidak bisa
menjengukku karena
pekan kemarin, pekan ini, dan pekan lusa, ia sangat sibuk. Kemudian aku dan Lisa masuk ke kelas.
Ternyata,
kelas masih sepi. Yang ada di dalam kelas hanya kita berdua. Kita bercerita tentang pengalaman kita sendiri. Lisa berkata:
“Sekarang
klub jurnalistiknya sedang membuat madding...”.
Anak-anak
yang lain sudah mulai berdatangan, dan kelas juga sudah mulai gaduh. Bel masuk
berbunyi, terdengar langkah guruku Pak
Bambang menuju kelas. Karena Pak Bambang terkenal super galak, maka serentak semua anak tertib. Ketua
kelas mulai memimpin do’a. Hari ini kami lewati pelajaran demi
pelajaran.
Bel pulang terdengar sangat nyaring. Bu Sari yang
mengajar pelajaran Matematika menutup pelajarannya, anak-anak berhamburan
keluar kelas. Begitu juga denganku. Aku melihat sosok wanita yang tengah menunggu
anaknya di dekat motor.
“Ya! Itu
ibuku!” pikirku senang. Selama ini, ibu yang mengurusku. Ayahku sibuk
bekerja di luar negri, sehingga tidak sempat pulang ke Indonesia, negara yang
kita cintai. Sudah sekitar 3 tahun aku tidak bertemu ayah yang aku sayangi. Terkadang aku menangis bila melihat foto ayahku yang kupajang.
aku juga menangis jika teringat ayahku. Saat aku sakit, ibuku
terpaksa harus cuti. Ibu tidak ingin
punya pembantu, karena takut dirinya menjadi seperti ayahku.
Sesampainya
di rumah, aku
bertanya pada ibu:
“ Ibu, apakah
aku boleh ikut eskul renang ?”.
Ibu
menjawab :”Tidak”.
Aku bertanya lagi : “Kalau begitu, apa aku boleh ikut Eskul jurnalistik?”
“ya... boleh saja kalau kamu mau”. Jawab ibuku.
Kemudian
aku masuk ke dalam kamarku. Di dalam kamar aku terus menerus menulis, bahkan aku menulis sampai jam 1 malam. aku begitu cinta sama yang namanya “menulis.” Jadi aku betah menulis walau sampai tidur jam 1 malam.
Besoknya,
aku sudah siap berangkat sekolah dengan karya yang kubuat sendiri. Di sekolah Lisa sudah datang.
Rupanya ia datang
lebih pagi atau bisa di bilang paling pagi di sekolah. Kasihan Lisa, ia duduk
sendirian di depan sekolah yang masih tertutup. Lisa senang ketika aku datang. Aku
memutuskan untuk menemani Lisa di sekolah, aku juga bisa menyelesaikan
cerpennya di sekolah, malah lebih asyik membuat cerpen di sekolah bersama Lisa
dari pada membuat cerpen di rumah sendirian.
Saat pak satpam sudah datang, ia membuka pintu gerbang
dan pintu kelas kami, kelas 5c. Di dalam kelas, aku melanjutkan cerpenku.
Sedangkan Lisa memakan masakan ibunya yang di bawa ke sekolah. Selagi menulis
cerpen, aku juga bertanya begini pada Lisa:
“Lis, kenapa kamu nggak makan di rumah dulu dan berangkat nggak sepagi ini?’
Lisa menjawab: “Soalnya kalau aku berangkat nggak sepagi
ini, nanti nggak ada yang nganter, jadi aku berangkat sepagi ini, dan terpaksa
makan di sekolah”
Tak terasa sudah
ada beberapa anak yang datang, kelas pun menjadi riuh.
Sepulang sekolah, aku menitipkan
cerpenku yang sudah jadi kepada Lisa, aku tidak yakin hari sabtu aku akan
berangkat sekolah, karena aku mendengarkan sedikit pembicaraan ibu di telepon
kalau besok Jum’at sepulang sekolah aku dan ibu akan menghadiri acara keluarga
di rumah orang tuanya ibu, atau simbahku sampai hari ahad sore. Dan yang
membuatku ikut acara itu karena ayah juga ikut menghadiri acara itu, tapi aku
tidak yakin kalau ayah akan ikut, karena aku mendengarkan ibu dan orang yang
sedang berbicara di telepon seperti menyebut nama ‘ayah’. Itu membuatku semakin
penasaran, maka saat di rumah aku ingin menjadi detektif yang menyelidiki kasus
yang sedang terjadi di antara keluargaku. Ah benarkah ini kasus.Yah kuanggap
saja begitu.
Sampai di rumah, kumulai penyelidikanku. Aku selalu
mengikuti ibu kemanapun ibu pergi. Lalu saat itupun datang, ibu mulai berbicara
dengan orang asing lagi. Aku seperti
mengenal suara itu, tapi kapan? Lalu aku mendengarkan pembicaraan ibu dengan
orang itu dari luar kamar. Tapi aku tidak mengerti apa yang dibicarakan ibu dengan
orang itu, ibu seperti sudah tau kalau aku sedang mendengarkan , jadi ibu
mengecilkan suaranya. Itu sangat membuatku kesal. Aku mulai berpikir, berpikir
dan berpikir.
Tiba-tiba ibu keluar dari kamar, aku segera berlari
kamanapun aku bisa. Aku bersikap seperti biasa ketika ibu berjalan melewatiku.
Ibu hanya tersenyum dan pergi ke dapur untuk membuatkan teh hangat untukku dan
ibu. Lalu ibu masuk ke dalam kamar lagi. Ia juga membawa gelas tehnya.
Terdengar dari luar kamar, ibu sedang melakukan sesuatu, mungkin ibu sedang
menyiapkan baju.
Keesokan harinya, hanya berlalu
seperti biasa. Aku sudah siap berangkat dan menunggu ibu yang dari tadi
berbicara dengan orang itu, dan sesekali aku mendengar kata ‘tiket’. Aku
semakin penasaran lagi, tapi aku sudah mengurung niatku untuk menyelidiki kasus
ini. Kasus ini kuberi nama kasus 001. Agar aku bisa menyelidiki kasus 001 ini
dengan Lisa. Kode kasus ini adalah 100 kasus. Mudah saja, hanya membalikkan
angkanya. Sesampainya di sekolah, aku mengajak Lisa untuk membantuku
menyelesaikan kasus 001 ini. Lisapun langsung menyanggupinya. Aku senang ketika
tau kalau Lisa akan membantu menyelesaikan kasus 001 ini. Berarti sore sepulang
sekolah nanti, Lisa akan datang ke rumahku untuk membantuku menyelesaikan kasus
001. Ternyata Lisa tidak pulang ke rumahnya, tapi ia langsung ikut aku ke
rumahku. Kita mendapat eh menguping kata kunci lagi yaitu batal. Apakah acara itu akan batal dan aku tidak jadi bertemu
dengan ayah? Itu sangat menyedihkan. Aku sudah tidak mau lagi menyelidiki kasus
ini lagi.
Hari Jum’at pun tiba. Aku telah sampai
di rumah. Ibu berkata seperti ini padaku :”Ayo kita pergi”. Aku pun manut saja,
karena hatiku masih sedih mendengar kata batal. Tapi ini seperti jalan menuju rumah simbah. Lama-kelamaan kita sampai di sebuah rumah tua tapi besar.
Itulah rumah simbah. Ada banyak orang di dalam situ, ada
yang aku kenal, ada juga yang tidak aku kenal. Tapi biarlah, aku tidak peduli
dengan itu, aku masih berpikir tentang kata batal tadi. Makin lama makin banyak
orang yang datang. Dan aku melihat sosok laki-laki yang datang. Aku kenal dia!
Dia adalah ayah! Sungguh bahagia aku. Aku langsung berlari dan memeluk orang
itu. Ayah memeluk dan menciumku. Aku sangat bahagia hingga aku menangis. Tapi
aku tidak bisa terus menerus mengikuti ayah saat itu, karena ayah harus
mengurus masalah yang lain. Sungguh, ini moment yang tidak bisa terlupakan. Rupanya
ayah dan ibu sengaja membuat suprise untukku.
Hari Ahad sore, aku pulang bersama
ayah dan ibu. Lengkap juga keluargaku saat ini. Kebahagiaanku bertambah lagi ketika
Lisa datang dan membawa koran. Dia memperlihatkan selembar halaman yang isinya
adalah karyaku dan beberapa karya yang lainnya. Ternyata, Bu Indah, guru
jurnalistik, juga mengikutkan ceritaku
pada lomba cerpen. Dan aku menang juara 1. Aku bahagia. Karena itu, ayah dan
membelikan aku hadiah. Hadiah dari ayah, buku diary untuk menggantikan buku
diaryku yang sudah hampir habis. Sedangkan hadiah dari ibu adalah boneka
kelinci yang imut. Itu adalah boneka pertama yang ibu berikan padaku. Jadi,
sekarang bonekaku ada 2, 1 dari ayah dan 1 lagi dari ibu. Lalu ayah juga
mengajak kita pergi ke pantai dan tempat rekreasi lainnya. Sungguh, ini moment
terindah yang kualami.
Moment ini tidak
akan pernah kulupakan karena aku menuliskannya. Aku juga tidak lupa selalu
menulis cerita lain. Bahkan aku sudah menerbitkan 1 buku, buku itupun laris
terbeli. Alhamdulillah, inilah aku,Reyna penulis cerita hidupku sendiri.
karya: Kuni Hamda Abida (13 tahun)
No comments:
Post a Comment