Jogja-Solo- Wonogiri, pada
masa lalu adalah jalan yang kususuri sebulan sekali. Tepatnya pada kurun
waktu tahun 1986-1991. Jaman dulu tak
kenal ATM, mungkin juga belum ada, oleh karenanya jatah bulanan harus diambil
ke rumah atau dikirim via wesel. Bapak mewajibkan aku pulang, sekalian menjaga
silaturahmi. Melepas kangen anak-orang tua dan kampung halaman.
Begitulah, kuhafal rutenya
luar kepala, eh melalui alam bawah sadar. Aku akan jalan kaki dari kostku, 10
menit ke pemberhentian bus kota. Mencegat jalur &, turun di pertigaan
Janti. Menanti bus Solo Jogja, turun di terminal Tirtonadi Solo, berganti bus
jurusan Wonogiri, turun di ponten dan naik angkot sampai rumah.
Jaman mahasiswa sepertinya
enak saja ya.....menikmati perjalanan, dapat kenalan di jalan atau cuma tidur
di bus. Sesekali satu dua temanku ikut aku mudik. Setelah makin banyak semester
dan mulai menjadi aktivis, kadang aku pulang pagi, di rumah satu jam, hanya
ambil uang dan salim-salim, aku balik ke Jogja lagi. Saat balik ke Jogja,
kadang mampir pasar Klewer Solo membeli kain bahan kerudung yang kupotongi
menjadi barang dagangan. Alhamdulillah sedikit-sedikit bisa menambah uang
bensin untuk beraktivitas.
Sejak menikah, aku punya
teman perjalanan, suami tercinta. Naik bus berdua hingga sekitar tahun 1995
saat punya dua anak. Saat anak kami tiga orang,
iparku tak tega melihat kami mudik bawa anak kecil 3, jadi suka menjemput dan
mengantar saat mudik. Saat anak kami 4, alhamdulillah sudah ada rejeki untuk
membeli mobil, jadi kami mudik dengan mobil alakadarnya.
Praktis sejak tahun 1996,
nyaris tak pernah lagi naik bus umum Jogja-Solo. Sekali saja aku naik sekitar
tahun 2007. Mertuaku sakit dan opname di Solo, karena suamiku saat itu sedang
di luar negeri, agak lama, jadi aku menyempatkan untuk menengok dan menginap di
RS. Berangkatnya diantar sopir, tapi pulangnya, esok hari aku naik bus Sumber
Kencono.
Masya Allah, habis jantungku lantaran bus
ngebut dan kadang melanggar lampu merah.
Ceritanya setelah sekian
tahun berlalu, hari Sabtu ini, tanggal 30 November 2013, ada undangan ke Solo. Panitia meminta agar aku
dijemput Jum’at sore dan menginap di hotel tempat acara. Aku keberatan, pertama
aku sedang flu berat, kedua abinya tidak di rumah jadi kasihan anak-anak jika
aku ikutan nginap di hotel, ketiga, namanya Solo-Jogja kan dekat, mengapa harus
menginap...?
Begitulah aku berencana naik
KA Pramex yang setahuku dulu ada jadwal jam 06.51. Sok melek informasi aku
googling mencari jadwal kereta. Nah kutemukan fakta membingungkan. Ada yang
memuat jadwal jam 06.51. Jadwal 2013, gak ada pramex jam tersebut. Paling pagi
dari jogja jam 10. Adanya KA Sriwedari. Akhirnya aku memutuskan merubah moda
transportasi, naik bus!
Jadi disinilah aku, berdiri
di perempatan Karang Turi, mencegat bus dari arah terminal. Tak lama sih, hanya
sekitar 10 menit, ada juga bus Langsung Jaya. Kucegat naik. Bus masih kosong
hanya ada satu penumpang...surprise karena satu penumpang itu temanku: Bu Dewi
Windiyarti yang mengajar di SMPIT Ibnu Abbas Klaten.
Bus ini sungguh tua, tak
bisa dibilang baik, dari penampilan maupun suaranya. Busnya kotor,
bangku-bangkunya usang, sebagian pembungkus busa sudah terkelupas. Ah tidak
apa-apa. Yang penting bisa dinaiki. Kondektur, kenek dan supir walau tidak kalah
kotor penampilannya, namun lumayan ramah dan akomodatif pada kepentingan
pasien. Yang jelas, saking tuanya bus, jadi nggak bisa ngebut. Untuk aku yang
cukup penakut, itu menguntungkan.
Duduk bersama bu Dewi, kami
bercerita ngalor-ngidul dengan teman
tentang kepenulisan dan buku. Sama-sama hobi menulis dan hobi buku, apalagi aku
penjual buku, jadi nyambung deh. Sambil menikmati perjalanan, tak terasa bus
penuh sesak. Sepanjang jalan ada saja yang naik dan turun. Satu turun, naik
lima, lima turun, naik sepuluh...sampai berjubel. Melewati Prambanan, Klaten,
Ndlanggu, Kartosuro, sampai juga di Solo. Penumpang mulai longgar sejak di
terminal Kartosuro karena banyak juga yang akan ke Semarang.
Alhamdulillah masih pagi,
jadi yang naik masih wangi-wangi karena kebanyakan para karyawan dan PNS.
“ Kalau siang, jam pulang
kerja...waah baunya...” kata bu Dewi yang aktivis nglaju Jogja-Klaten.
Senang lagi, mereka kebanyakan
perempuan, laki-laki sedikit dan memilih di belakang. Selain itu banyak yang
jauh lebih muda dari aku, jadi aku duduk manis dengan nyaman tanpa merasa
jengah. Kalau naik kendaraan umum dan ketemu dengan nenek-nenek yang berdiri,
kan harus mengalah. Seperti pengalamanku dulu jaman masih mahasiswa. Mengalah
terus jadi Jogja-Wonogiri berdiri terus...kaku juga.
Sepanjang jalan ada saja
pengamen berbagai usia. Ada yang membagi amplop lalu menyanyi alakadarnya. Aku
tidak punya receh jadi tidak satupun yang kuberi.
” Nggak pa-pa bu, saya tiap
hari bolak-balik, kalau selalu memberi tekor juga...” hibur bu dewi melihat
saya merasa tiak enak hati tidak punya receh.
Singkat cerita, perjalanan
ini kunikmati, walaupun aku agak pening, sempat juga foto-foto...dasar narsis!
Entah kapan lagi aku akan
naik bus Jogja-Solo, menikmati uyel-uyelan
dengan berbagai kalangan, karena nanti pulangnya akan diantar oleh panitia.
Saluut dengan mereka yang
setia memakai moda transportasi massal.
Sampai di depan hotel Grand
Setia Kawan, panitia berseragam ungu-ungu telah berbaris menyambutku yang
meloncat dari bus tua dengan menyandang ransel. Ketika kemudian saya meminta
obat pusing, mereka bertanya:
“ Maaf ya bu, gara-gara naik
bus, ibu jadi pusing...”
“ O tidak, memang ini sedang
flu hari ke tiga, tadi tidak minum obat, khawatir mengantuk dan ketiduran di
bus...”
Demi menghilangkan penat dan
pusing, akhirnya saya mencicipi juga kasur empuk hotel selama 30 menit sebelum
akhirnya tampil.
Semoga tidak menyesal
membaca tulisan ini...kenangan pribadi yang bagi orang lain mungkin gak
penting. Hehe.
Tapi maaf, fotonya tidak
bisa ditampilkan karena kehapus saat ipad diinstall, hiks.
Saya juga selalu naik bus mak. Purwakarta bogor. untungnya busnya ada Acnya hehehe. Tapi kalau cerita tentang pengemis atau pengamen sepertinya mau naik bus apa aja selalu ada ya mak.
ReplyDeletemakasih mak Titanic atas kunjungannya. Naik bus atau moda transportasi umum, menarik karena membuat kita jadi luas pergaulan dan wawasannya...
ReplyDelete