Pantai Tanjung menangis, NTT |
Seringkali orang heran dan
bertanya-tanya, bagaimana asal muasalnya daku dan suamiku menjadi konselor atau
konsultan. Kami bukanlah psikolog, bukan psikiater dan bukan pula lulusan
pendidikan Bimbingan Konseling.
Ingin tahu jawabnya?
Hey Ge
eR ya daku ini, seperti ada yang menunggu jawaban saja.
Begini, awalnya karena suka
mengisi pengajian dan seminar, jadilah ada saja orang bertanya. Ditambah
suamiku suka menulis buku bertema keluarga, maka jalan seakan terbuka. Satu dua
lama-lama banyak yang konsultasi.
Kepalang basah, kami membuat
Lembaga kecil-kecilan Jogja Family Center. Ternyata sambutan makin hangat, beberapa kota
lain terinspirasi untuk menbuat serupa itu, seperti Pontianak Family Center,
Lampung Family Center, dan di beberapa tempat lain yang tak lagi kami bisa
mengingatnya.
Apa saja kegiatan di JFC?
Pencerahan dan diskusi tema
keluarga di grup Pengajian Permata dan blog Wonderful-family. Konseling melalui
media seperti SMS. BBM, Email dan fb. Konseling dengan tatap muka jika memang
diperlukan.
Nah kasus klien tentu
rahasia yang harus kami simpan. Daku hanya cerita seputar suka duka menjadi konselor
saja, bukan kasus detailnya. Seperti kisah kemarin sore. Hpku menjerit. Kulihat
nomer yang memanggilku, ada nama yang kuawali dengan huruf K-. Artinya itu dari
klien. Ada jam-jam aku tak akan mengangkat telepon dari klien, misal diatas jam
9 malam, atau sebelum jam 9 pagi. Karena masih sore, jam 5-an kira-kira, maka
aku mengangkatnya.
“ Assalamu’alaikum
bunda...dengan bunda Ida?”
“ Iya betul, maaf dengan
mbak siapa?’
“ Saya ibu fulan. Saya sedang
ada masalah bunda, dengan suami saya....bla-bla...dulu saya pernah satu kali
sowan dan konsultasi dengan bunda...”
“ O ya...?” ingatanku
berputar berusaha mencari selintas wajah dengan inisial namanya dan bayangan
kasusnya.
“ Kemarin siang itu bunda,
saya keluar dari kantor dengan maksud konsul ke bunda, tapi saya tidak jadi dan
saya pergi ke rumah teman. Kebetulan suami ke kantor dan tidak mendapati saya.
Suami marah dan menuduh saya macam-macam...bunda tolong saya ya...”
“ Apa yang bisa saya
tolong...?’
“ Nanti kalu suami konfirmasi
ke bunda, tolong bunda bilang kalau kemarin siang ketemuan dengan saya...”
Jleb!
Bisa salah faham jika hanya membaca judulnya |
“ Maaf mbak, mengapa tidak
terus terang saja sama suami dan bilang ke temannya jika konfirmasi dengan
suami. Kemarin saya ada pengajian pada jam tersebut. Saya tidak bisa melakukan
itu mbak. Paling saya akan bilang kalau kita pernah bertemu, tapi saya lupa
kapan...”
“ Begitu ya bunda...?” ada
nada kecewa diseberang sana.
” Terus terang itu akan
membawa kebaikan jangka panjang....begitu ya mbak...” jelasku tegas.
“ Ya, terimaksih bunda...”
telepon ditutup, tanpa menutupi nada kecewa yang tersisa.
Fiuhh.
Klien punya masalah, dan
konselor diajak ikut berbohong. Oh no. tak ada kamus itu. Mengapa daku harus
bertanggung jawab atas perbuatan klien yang bahkan daku tak tahu perbuatan apa
yang dilakukannya....
Sebenarnya daku sedikit
tersinggung, beraninya mbak tersebut melibatkan daku dalam sekenarionya. Atau
bisa jadi dia sudah kepalang basah dan tak punya alibi yang akan membuat
suaminya percaya kecuali menyeret daku....
Suamiku selalu memesankan
agar tidak membawa masalah klien ke ranah pribadi kami, atau ke keluarga kami.
Juga untuk tidak terlalu mencampuri konflik kecuali langkah-langkah yang
normatif. Kuingat selalu pesan itu.
Kisah lain, suatu hari
tiba-tiba saja ada sms masuk dari seorang ibu.
“ Bunda, saat ini saya naik
bus menuju rumah bunda. Saya bawa anak saya yang usia 6 bulan. Saya bermaksud
menenangkan diri di rumah bunda barang 2 atau 3 bulan...”
Wow...
Daku dan suami segera
mendiskusikan situasi darurat itu. Daku dan suami tak mengenal klien tersebut
secara pribadi, nama, rumah dan kasusnya. Apa jadinya jika tiba-tiba tinggal di
rumah kami. Kami perkirakan dengan jarak 12 jam perjalanan bus, dia akan tiba
di Jogja pada waktu menjelang maghrib. Hasil diskusi kami: jangan sampai klien
tersebut menginap di rumah kami, kami akan sewakan hotel di dekat terminal dan
menemuinya di sana. Kemudian membujuknya dengan segala cara untuk mau pulang
kembali ke rumah.
Begitulah pada jam
kedatangannya, kami menjemput ke terminal dan mengantarkannya ke hotel. Seorang
ibu berwajah kalut yang menggendong bayi usia 6 bulan dengan menenteng tas
pakaian yang cukup besar, cukup menggambarkan situasinya. Malam itu kami
berdialog banyak dan terus memotivasi.
Esoknya kami kembali lagi ke
hotel dan membawakannya tiket bus pulang. Alhamdulillah ybs mau dibujuk untuk
pulang dan kembali kepada keluarganya. Kami membawakan uang dan oleh-oleh ala
kadarnya untuk naik angkot dari terminal menuju rumahnya dan sekledar uang
makan di jalan. Ternyata ia meninggalkan empat anak di rumahnya yang masih usia
TK, SD dan SMP.
Hmmm ...kejadian yang
membuat kami geleng-geleng kepala dengan kenekatannya.
Tentang ibu yang pergi dari
rumah dan ingin menumpang tinggal, bukan hanya sekali ini. Sebelumnya juga
telah ada beberapa, tetapi ini adalah orang terjauh yang betul-betul nekat
tanpa konfirmasi atau meminta ijin.
Memang kudu lapang dada menjadi konselor. Kami memang menyediakan paviliun
untuk menginap tetamu. Kadang juga yang ingin konseling datang menginap. Namun
kami tak meniatkan menampung orang-orang yang melarikan diri dari keluarganya
dan melarikan diri dari masalah.
Sesekali kami mendapat
semprotan dari fihak-fihak yang bermasalah. Misal suatu ketika suamiku mendapat
telepon marah-marah dari seorang lelaki yang tak dikenalnya.
“ Mas, anda ini siapa? Mengapa
selingkuh dengan istri saya?! Jangan mengganggu rumah tangga orang!” suaranya
lantang, sangar penuh emosi.
“ Maaf bapak ini siapa, dari
mana? Dan istri anda siapa?” jawab suamiku kebingungan.
“ Tidak usah pura-pura, anda
sering sekali menjadi tempat curhat istri saya. Saya dapatkan nomer anda dari
HP istri saya...!”
“ O begitu...jadi begini
pak, perkenalkan nama saya Cahyadi, saya ini konsultan masalah pernikahan. Setiap
hari banyak orang SMS atau telepon ke saya untuk mencari solusi masalah
keluarga. Saya tidak tahu dan kadang tidak tanya siapa saja, mereka, namanya
atau tinggal dimana. Saya hanya fokus pada masalahnya. Lha bapak itu tinggal
dimana dan siapa nama istri bapak?”
“...Ooo jadi bapak ini
konsultan? Bapak tinggal dimana?”
“ Di Jogja...”
Bla..bla... dan berakhir
dengan si penelepon dari luar jawa itu minta maaf. Itu namanya happy ending.
Kadang endingnya tidak
happy. Seperti dua bulan yang lalu saat saya di damprat dan diteror dituduh
merestui, menfasilitasi seorang laki-laki yang poligami. Padahal saya tidak
tahu siapa laki-laki itu, namanya, tempat tinggalnya, ketemu sekalipun tidak
pernah...beberapa hari istrinya, kakaknya, iparnya semua marah-marah dan minta
saya bertanggung jawab. Rupanya lelaki poligami itu telah membawa-bawa nama
kami untuk pernikahan siri-nya yang ditentang habis-habisan oleh istri dan
saudaranya.
Tidak tahukan mereka bahwa
suamiku menulis sebuah buku berjudul : “Bahagiakan Diri dengan Satu Istri” ?
Karena bosan menjelaskan,
akhirnya telepon dari mereka kuhafalkan dan tidak kuangkat lagi. Tamat.
Kemungkinan si calon istri
adalah salah satu dari orang yang pernah tanya satu dan lain hal tentang pernikahan,
dan daku pernah menjawabnya. Nah ini dijadikan dalih kami telah memproses
mereka. Ho hoh ho... siapa dan yang mana mereka ya...
Semua peristiwa itu menjadi
pelajaran bagi kami untuk lain kali lebih berhati-hati. Selama ini kami merasa
telah berhatri-hati, namun tetap saja ada resiko. Bukankah menjadi konselor
memang memasuki wilayah konflik yang beresiko. Namun satu yang selalu kami
pesankan pada klien, bahwa dialog dengan kami adalah jalan untuk rujuk, damai
dan bukan jalan perceraian. Perceraian, jalannya ke kantor Pengadilan Agama.
Seru kan menjadi konselor. Siapa
mau?
Artikel di Majalah Ummi Edisi Khusus |
wah seru ya mak, tapi emang kudu ekstra hati2. Sukses terus ya mak ^_^
ReplyDeletewaaahh nggak kebayang, mak. seruuuuuu. banyak keluar materi juga ya demi klien. :))))
ReplyDeletehehe Allah maha kaya mak mengganti dengan banyak jalan
DeleteWaaaahhh mak, saya bacanya sampe ikut2 an tegang,,, sukses selalu ya mak... :)
ReplyDeletewaaah.. ternyata mak ida ini adalah istri pak cahyadi takariawan tooo..?? suami-istri orang hebat, senang bisa 'kenal' mak ida lewat KEB :)
ReplyDeletehmm, ternyata jadi konselor harus siap nerima berbagai kejadian tak terduga ya.. terimakasih sudah berbagi.. :)
Bunda, blognya ga bisa difollow ya? Saya kenal Pak Cahyadi (bukunya, maksudnya :D). Gak nyangka ketemu istrinya di sini.
ReplyDeletewaah suami istri kompakan ya. Subhanallaah, sudah banyak membantu orang, semoga sukses n sabar selalu ya mak :)
ReplyDeletehihi, jadi kebawa2 pak cah yo mbak. terus nganti meh lali itu apoteke eheheh *eh ora ding
ReplyDeletewah.. saya selalu penasaran sama profesi konselor pernikahan ini. biasanya cuma tau dari film hehe. keliatannya di Indonesia belum banyak ya? profesi yang menarik dan bertujuan mulia! :)
ReplyDeletesalam kenal dari Spanyol :)
luar biasa sekali pengalamannya Bu.
ReplyDeletekami juga berusaha membantu konsultasi, tp tdk sedahsyat Ibu Ida dan Pak Cahyadi...
btw, boleh mampir blog kami...
http://baitijannati.wordpress.com/
wah bunda, keren banget ini. banyak yang mencari dan memberi manfaat untuk orang lain :)
ReplyDeleteGa nyangka, yg kmarin ninggalin jejak di blog sederhana saya adalah orang hebat *jadi malu. Saya punya beberapa buku ibu dan bapak Cahyadi, dan saya suka sekali buku-bukunya
ReplyDeleteAssalamualaikum, waah ditinggal tidur sudah banyak tetamu. terimakasih kunjungannya Dwi Aryanti, Miss Rochma, Farid Maruf, theibrahimsfamily.com, muktiamini, vica item, Leyla Hana, Ririn Syahriani, Istiadzah Rohyati, Titanic Azrialdi, ofi tusiana, mohon doa semuanya kami selalu istiqomah. senang jika ada yang bergabung bersama kami menjadi konselor sosial. banyak keluarga Indonesia yang perlu dibersamai....
ReplyDeleteWah kyak roller coaster ya Mba Ida, bisa tegang, bisa senyum dan aneka kejutan lainnya yang datang tiap hari. Hebat deh bisa berbagi waktu dengan orang lain, mendampingi suami tapi tetep bisa ngeblog juga.
ReplyDeletewah, hrs byk2 nimbun sabar kl kyk gini, ya, Mbak :D
ReplyDeleteMakasih kunjungannya mak efi, mak myra, mohon doa mak, bisa terus memberi kemanfaatan amin
ReplyDeleteSelalu suka baca tulisannya bu ida.
ReplyDeletemakasih kunjungannya umi Nadliroh...
ReplyDeletehaduduuuh seru banget Maak .. semoga tetap sabar & amanah, karena masih banyak sekali pasangan yang belum mampu mendapatkan solusi yg baik untuk masalah mereka. aamiin
ReplyDeletemakasih kunjungannya mak kopisusu...amiin untuk semua doa kebaikan. ikutan GA ku mak...resensi buku wonderful husband...
ReplyDeleteseruuu yah mbak jadi konselor hehehe ^^
ReplyDeletebegitulah mak...makasih sudah berkunjung
ReplyDeleteSeru mak jd konselor. Jd tertarik nih, tp hrs berbenah diri dulu^^"
ReplyDeletehayuuk...karena justru mematangkan kita
Delete