Saya
bukanlah orang yang mengikuti trend. Namun kadang orang berasumsi demikian.
Misal tentang tas
rajut warna krem yang cantik. Saya memakainya dan berapa saja yang berkomentar.
“Tasnya
bagus bu. Emang sekarang lagi trend ya tas rajut...”
Saya
tersenyum saja.
Habis mau
bilang apa, nyatanya saya mendapatkan tas ini gratisan.
Begini
ceritanya.
Ada ibu-ibu
pengajian rutin yang saya bersamai. Menjelang lebaran kemarin mereka mengangsurkan
sebuah bungkusan. Karena kami sudah sangat akrab, maka saya membuka di depan
mereka. Isinya ya tas rajut cantik itu.
“ Ini hadiah
lebaran buat Ummi, tapi enggak boleh dijual lho Mi...” saya tergelak mendengar
pesan sponsor yang mengiringi pemberian hadiah dari ibu-ibu pengajian itu.
Rupanya bagi
mereka saya ini identik tukang lelang. Padahal hanya beberapa kali saya
melakukan lelang penjualan barang untuk donasi. Pernah donasi rehab mushola,
beberapa kali untuk donasi amal.
Melihat
barang bagus menumpuk, kok enggak tega yah. Apalagi jika jarang-jarang saya
memakainya. Eh mencoba
melelang ternyata lumayan juga. Bisa bantu saudara kita yang membutuhkan.
Ada suvenir
bersejarah dari berbagai daerah atau negara lain. Ada aneka pasmina, kerudung
atau tas atau sajadah yang kalau saya harus memakai semuanya ...kapan waktunya.
Jadi apa
salahnya melelang.
“Umi itu
tidak menghargai yang memberi...”
Komentar putriku.
Hmm apa
benar begitu? Bukankah apa yang saya lakukan tidak mengurangi pahala orang yang
memberi.
Barangnya
sudah menjadi milik saya, jika saya infaqkan bukankah itu lebih mulia lagi. Semoga
yang kemarin menghadiahi saya, juga menjapat pahala lebih.
Lah kalau
makanan semua harus dimakan sendiri...haduuh mana kuat ini perut. Anak-anak
sudah terbiasa jika ada makanan datang dan pergi di rumah. Ada saja yang suka
memberi makanan pada kami dan kami tidak kekurangan orang untuk kembali
melanjutkan perputaran makanan itu.
Kenapa kalau
barang enggak boleh.
Tetapi untuk
beberapa barang pemberian orang yang cukup dekat, saya masih meminta ijin
sebelum melelangnya.
Misal saya BBM dulu ke ybs
“Bunda tas manik-manik yang cantik dari bunda dulu. Boleh ya
saya lelang untuk Palestina...?’
Dan sejauh
ini saya belum pernah mendapatkan penolakan. Biasanya jawabannya:
“Silahkan,
dengan senang hati...” dsb.
Okeeh semoga
cerita ringan ini ada manfaatnya untuk anda dan orang-orang yang terkait dengan
saya. Siapa tahu jadi makin banyak yang suka kasih hadiah ke saya.
Asal jangan
selalu dengan pesan sponsor...
”Tolong
dipakai ibu sendiri ya...”
“Tolong
dimakan ibu ya...”
Pasalnya kemarin
dapat gratisan minuman serat pengecil perut, saya minum akhirnya saya diare...
Ampun dah mulasnya.
Sebebarnya barang pemberian memang secara hak telah menjadi milik kita tapi tentu saja kita bisa mencoba ijin dulu / setidaknya mengabarkan pada sang pemberi sebelum diberikan agar tidak timbul pikiran buruk dari sang pemberi. (Tapi ini berlaku untuk barang yang bisa dilihat oleh pemberi kalau makanan, sepertinya tak perlu)
ReplyDeletemakasih masukannya as fadly
DeleteHahaha, yg bikin mules jangan dilelang ya mbak. Tapi kalau ada barang yang mau dibagi2kan aku bersedia nampung Mbak Ida
ReplyDeleteWaah mak Donna enggak pantes dapat donasi
DeleteYa ampun Mak Ida minum minuman pengecil perut, kalo ga ada efek mulasnya aku mau ya mak hehe. btw asik bener sering dapet hadiah ya, sejauh ini barang2 yang diberikan orang masih saya simpan mak lha wong masih sedikit hehe
ReplyDeleteYa mak...jangan nunggu banyak. kalau dibagi cepet kok balik modalnya haha...
Deletehehehe itu mulasnya lucu ya bu ustadzah hehe...jadi bayangin mulasnya...hee
ReplyDeletejangan mbayangin mas. of the record
Delete