“Haduuh...” Jeng Tari
menggeleng-nggelengkan kepalanya. Perempuan yang biasanya tenang itu nampak galau.
“Suami saya
jeng...haduuh...punya hobi baru !” keluhnya.
Ibu-ibu yang lain di
forum arisan PKK itu seperti tersihir menanti kelanjutan cerita Jeng Tari.
“Hobinya bukan
perempuan kan bu...?!” Celetuk Jeng Ani yang memang suka bercanda. Tapi ini
bukan Jeng Ani mantan ibu negara lho.
“Bukan...sekarang ia
punya hobi koleksi miniatur
mobil-mobilan...entah apa itu klub yang diikutinya....”
Hmmpph semua bernafas
lega. Bukan perempuan!
“Waah masa kecil kurang
bahagia kalii...” seloroh seorang ibu yang disambut gerr oleh yang lain. Emang
masalah ‘kecil’ bukankah miniatur mobil memang kecil. Masalahnya kecil
barangnya, besar uangnya.
Curhatan Jeng Tari
berlanjut tentang waktu, tenaga dan uang yang tersita untuk hobi baru itu.
Padahal ia masih harus menghemat untuk melunasi cicilan rumah dsb.
***
Seperti biasa, aku
membawa pulang diskusi ibu-ibu arisan kompleks itu ke rumah. Yach, bagiku
suamiku adalah teman diskusi terbaik, karena bisa berkomentar tak sekedar
menampung.
Kutumpahkan semua
cerita tentang hobi dan keluhan Jeng tari.
“Gimana menurut
Ayah...?!” aku menyodok suamiku yang tak beralih dari buku yang dipegangnya.
“Ini masalah visi misi...”
katanya ringan.
“Visi,,,? Apa
hubungannya dengan hobi?” dasar aku lagi telmi.
“Manusia hidup
seharusnya punya visi penting masuk surga, misi menjadi hamba Allah dan menjadi
rahmat untuk seluruh alam...kalau semua pemikiran, perkataan, perbuatan,
pekerjaan sampai hobi ditimbang dengan itu...akan selesai....”
Oo... aku
manggut-manggut berusaha mencerna.
Hobi memang bisa
menjadi bunga penyedap kehidupan. Hidup menjadi lebih bergairah dan
menyenangkan saat seseorang memiliki hobi. Tapi kalau hobi itu sudah
‘mengganggu’ hak orang-orang terdekat...apalagi melalaikan kewajiban...
Misalnya suami Jeng
Tari. Istrinya sudah mengeluh kurang perhatian. Memang dua anak lelakinya jadi
terhibur dan ikut suka ikut menekuni hobi itu, tapi istrinya menjerit karena
masalah finansial.
Trus bagaimana cara
mengingatkan?
Keluhan halus sudah
tidak mempan. Mau lebih keras, Jeng Tari tidak tega karena suaminya pada
dasarnya adalah orang yang lembut dan peka. Cara bicaranya juga santun. Dalam
dialog mereka terkuak bahwa pada masa kecilnya, dahaga akan mainan itu tak
terpenuhi. Suaminya tidak ingin perasaan itu terulang pada anaknya.
Aku sendiri pusing
mencarikan solusi untuk Jeng tari yang pada dasarnya sudah berusaha.
“Jeng Tari bisa masuk
lewat anaknya...” kata suamiku tetap ringan. Seolah itu bukan masalah yang
berat.
Hmm mungkin demikian
laki-laki, tak mau melibatkan diri dalam masalah secara emosi.
“Ajak saja anaknya
lebih banyak dialog tentang esensi hidup dalam bahasa anak-anak. Berikan
wawasan yang lebih luas agar anak-anak tidak hanya terfokus pada hobi
ayahnya....biar ayahnya tersadar oleh anaknya...”
Hmm aku membayangkan
proses panjang yang harus dilalui Jeng Tari. Tapi belum tentu juga, mungkin
bisa lebih cepat dari yang kuduga. Namanya juga usaha.
“Jangan lupa doakan
suaminya...”
“ Makasih mas...!” Kuberikan
tanda dua jempol bahwa aku sangat menghargai masukannya.
Cepat-cepat kutelepon
jeng Tari untuk meneruskan saran ini.
Aku tersenyum dalam
hati karena sesungguhnya, saat aku bertanya pada suamiku, dan mendiskusikan
masalah ini, adalah bagian dari perenungan agar kami tidak terjebak masalah
serupa.
***
Suami atau istri, semua punya peluang untuk terjebak dalam hoby yang melenakan. Saya jadi ingat kisah suami romantis yang selalu menggandeng tangan istrinya jika bepergian. Kisah ini diceritakan berulang dalam berbagai versi. Sang suami, apakah ke pasar tradisional atau ke mall, selalu saja memegangi mesra tangan sang istri. So sweet....
Saat ada yang bertanya dengan nada iri, jawaban suami sungguh mengejutkan.
"Bapak ini mesra sekali, kemana-mana istrinya selalu digandeng. apa rahasianya pak, bisa konsisten seperti itu?"
"Saya enggak punya pilihan, Dik," katanya kecut," jika lepas dari gandengan saya sebentar saja, ia segera sibuk berbelanja. Istri saya hoby belanja..."
Waah ternyata gandengan mesranya adalah modus irit untuk menekan hoby belanja sang istri.
Ah itu hanya contoh bahwa beberapa hoby itu saling membuat tidak nyaman.
hati-hati ya, bukankah hoby gadget
tengah mewabah dewasa ini?
Ah semoga anda tidak.
No comments:
Post a Comment