Di salah satu hari Jum’at,
bulan januari 2015, saya ikut work shop menulis yang diadakan oleh sebuah
lembaga. Pematerinya adalah Cahyadi Takariawan, penerima kompasiana award 2014
kategori people choiche. Peserta lumayan banyak, ada sekitar 80
orang.
Acara berlangsung dalam 2
sessi, sessi pertama tentang motivasi menulis dan manfaat menulis. Saya bagi oleh-olehnya
untuk anda ya, para pembaca blog.
Manfaat Menulis
Menulis itu membawa banyak
manfaat. Ada manfaat untuk diri sendiri. Misalnya, menulis adalah pelepasan
emosi dan menyehatkan jiwa. Juga bisa menjadi catatan harian atau sejarah kita
sendiri.Masih banyak lagi tentang manfaat menulis ini.
Apakah bisa menjadi kaya
dengan menulis?
Ada. Sebagai contoh ada 2
buku yang royaltinya mencampai lebih dari 1M. Buku apa yang fenomenal itu? Ayat-ayat Cinta dan Lasykar Pelangi.
Yaa, itu kan ditulis oleh
orang-orang hebat!
Eit tunggu dulu, enggak
usah muluk-muluk mengejar kang Abik dan Andrea Hirata, anda bisa melakukan
dalam skala yang lebih sederhana.
Ada mas Herman yang rajin
menulis tema ekonomi Islam di beberapa media massa maupun blognya. Dari tulisan
tsb bisa untuk bertahan hidup dan membiayai kuliahnya.
Ada lagi kisah mbak Dian
Kristiani yang bermula dari sakit hati menjadi korban PHK. Ia menulis dengan
serius dan penghasilannya lebih besar dari gajinya di perusahaan. Lebih dari 50
buku cerita yang telah ditulisnya.
Menulis sebagai kerja
sampingan sangat kompatibel dengan pekerjaan menulis. Kisah Syaiha (Syaiful Hadi),
guru SD dari Lampung yang menjadi
kompasioner aktif. September 2013. Naskahnya 700 an. Ia menulis tema
pendidikan. Tulisannya lalu dibukukan dan sudah menjadi 2 buku.
Menulis itu jendela. Sekarang setiap Sabtu-Ahad mas Syaiha mengisi training tentang
tentang kependidikan dan kepenulisan. Bukankah demikian juga yang dialami oleh
banyak penulis yang konsisten terus dalam menulis?
Kisah lain tentang Mas
Sakti Wibowo pekerja pabrik roti. Rajin menulis dan honornya jauh lebih besar
dari gajinya sebagai karyawan.
Begitulah, menulis itu
membuat jendela. Setiap tulisan adalah jendela. Jadi penulis bisa melihat
keluar dan orang luar melihat penulis. Pengalaman pribadi pak Cah menjadi
diundang dimana-mana. Seperti penyanyi yang punya album. Uang hasil penjualan
album belum tentu lebih besar dari uang manggung.
Pak Cah di undang mengisi
di 10 negara bagian di Amerika. Tema tiap forum berbeda-beda. Sebagian adalah
judul artikel Pak Cah di Kompasiana. Itulah tulisan yang menjadi jendela.
Menulis sebagai identitas.Setiap tulisan yang kita publikasikan akan menjadi identitas.
Semacam KTP atau pasport. Orang mengenal sebagai penulis.
Selain membawa manfaat pada
diri penulis, juga membawa manfaat untuk dakwah. Manfaat bagi Masyarakat,
Bangsa dan Negara.
Pencerdasan masyarakat dan
bangsa vs pembodohan melalui tulisan. Corong bagi kepentingan nasional vs
penguasa asing. Suara penguasa vs suara oposisi. Banyak banget manfaatnya.
Bagaimana menulis?
Berikut quote dari mereka yang terjun dalam
dunia ini.
Tak ada sekolah menulis.
Yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis (Pepih Nugraha, Manager
Kompasiana).
Menulis itu mudah.
"Menulislah setiap
hari. Tetbitkan tulisan setiap hari." (Much Khoiri, Kompasioner)
Tak ada yang salah dalam
motivasi kita menulis. Menulis untuk mendapat uang atau kepentingan yang lain
seperti kepuasan diri atau idealisme.
Salah satu kemudahan
teknologi yang kini terbuka adalah menulis di lapak seperti kompasiana. Apa
keuntungan menulis di Kompasiana?
Mudah dan gratis. Diakses oleh banyak orang karena nama besar Kompasiana.
Tulisan kita dinilai oleh
empat fihak. Pertama oleh diri sendiri, oleh admin, oleh sesama kompasioner,
oleh pembaca.
Anda juga dapat membuat
blog pribadi baik yang gratis maupun berbayar. Menulis sendiri, mengoreksi
sendiri lalu posting sendiri. Ikutilah komunitas blogger agar mendapat lingkungan
kondusif untuk terus menulis.
Menulis di Kompasiana atau
blog bisa saja tak sengaja melakukan kesalahan. Kita bisa mengedit kapanpun. Namun,
jika menulis buku maka usahakan tanpa kesalahan karena untuk mengedit harus
menunggu cetakan berikutnya.
Menulislah dengan gaya kita
masing-masing. Tak perlu memaksakan diri meniru gaya orang lain. Dengan semakin
sering kita berkarya, maka kita akan menemukan keunikan dan kenyamanan gaya
penulisan kita sendiri.
Pilihlah tema yang tepat
sesuai dengan minat dan kompetensi. Jangan takut dibajak. Yang dibajak hanyalah fisik buku. Materi tulisan
bisa saja dibajak. Adapun diri kita tak bisa dibajak Kita dan segenap pemikiran
kita tetap akan dikenal orang.
Demikian oleh-oleh work shop
kepenulisan. Follow up dari kegiatan
itu, setiap peserta diminta minimal menyetorkan satu naskah tulisan bertema
keluarga. Penyelenggara akan menfasilitasi penerbitan buku antologi.
Alhamdulillah semua makin
bersemangat. Semoga anda juga terus bersemangat menulis.
Terinspirasi dari postingan ini, mau belajar menulis lebih baik lagi
ReplyDeletealhamdulillah, begitulah harapannya mama Cal-Vin
DeleteTerima kasih tulisannya Bu Ida....Jadi semangat lagi...
ReplyDeletesemangaat
DeleteSaya ingin seperti Mas Syaiha Bun, guru SD yang menulis buku juga.
ReplyDeleteYuuk yg rajin mbak. Saling menyemangati
DeleteTerimakasih sharingnya bu Ida...
ReplyDeleteSama-sama
DeleteTfs emak....
ReplyDeleteSenengnyaaa...
Dapet ilmu...
Menulis yuk ? Yuuuuukkkkkk :)
Iya nih. Semangaat.
Deletesip mak Ida, keep writing!!!
ReplyDeleteYuuk. Saya menyemangati diri densiri
DeleteAlhamdulillah...membaca tukisan ini, membuat saya jadi lebih bersemangat untuk menulis lagi... makasih sharingnya mbak :)
ReplyDeletesama2 mak.alhamdulillah
DeleteWah bagus banget tulisannya Bu Ida...kembali tercerahkan nih..kapan ya pak Cah & bu Ida berbagi ilmu ke Belanda?
DeleteSalam hangat dari sini...
Wassalaam,
Eha
mauuu banget kami ke Benda...nunggu Undangan hehe.
DeleteBtw september kalau jadi akan ke perancis...mungkinkah nyambung ke belanda juga?
postingan yang mengispirasi... jadi pengen belajar nulis
ReplyDeletekan udah nulis mak hehe
Delete