Di Palangkaraya, saya takjub
melihat lahan memanjang berpagar batako tinggi di tiga sisinya. Lahan pinjaman
ini tak menampak sebagai umumnya sebuah sekolah, kecuali plang penanda di
bagian depan: SDIT Sahabat Alam. Kendati dalam plang hanya tertulis SDIT,
tetapi disini terdapat aktivitas belajar sejak jenjang play group, TK hingga
SMP. Bahkan ada 29 siswa ABK dari seluruhnya 170 siswa dalam berbagai jenjang.
Apa yang
unik dan menarik dari sekolah alam ini?
Saya telah mengunjungi beberapa sekolah alam di berbagai tempat di Indonesia. Pada umumnya memiliki ciri memiliki lahan yang luas dan sangat dekat dengan alam. Tetapi di sini, lingkungannya benar-benar dibiarkan menjadi miniatur alam.
“Pertama
kali melihat, ketika anak saya pindah ke sini, saya risih dengan rimbunnya
semak dan perdu di lingkungan sekolah,” ungkap seorang wali siswa,
”Saya menawarkan mengirim tukang untuk membersihkannya. Namun kata Kepala
Sekolah, semua itu disengaja.”
Yah,
anak-anak diajak untuk menghargai alam apa adanya, mereka diajak untuk
menyesuaikan diri dengan alam. Tak ada konblok di halaman, semua beralas tanah.
Tempat bermain benar-benar alamiah, mirip kebun belakang rumah yang bertanah
tidak begitu rata. Memiliki berapa kubangan air-karena kebetulan saya hadir
saat musim hujan- dan rontokan daun kering, berproses menjadi humus bersama
anak-anak yang bermain.
“Tolong setelah acara, sampah plastik dan kertas dibawa keluar dari kompleks sekolah. Kita tak punya tempat penampungan sampah. Kalau kulit rambutan, buang saja nanti akan hancur. Bijinya biar tumbuh,” begitu pesan pak Rizqi Tajuddin, Kepala Sekolah, kepada peserta seminar.
Saya melihat
sekeliling dan melihat ada ember plastik besar, bekas ember cat, bertuliskan ‘sampah plastik’ dan ‘sampah kertas’. Ya tak ada tempat sampah organik, karena alam telah
‘menelan’ mereka bersama prosesnya.
Yang saya sebut ruang kelas adalah saung atau pasah terbuat dari kayu dengan dinding setengah saja. Setengahnya tak berdinding, mengundang udara segar beraroma gambut menjadi akrab dengan keseharian anak-anak. Ada 6 pasah berjajar rapi, rumah panggung untuk tiap kelas. Disitu ditata meja dan kursi berukuran sesuai usia anak. Paling ujung ada rumah panggung besar untuk pre school, dan sekaligus menjadi aula untuk acara bersama seperti seminar parenting yang saya hadiri.
“Di sini
anak-anak belajar mencuci piring dan gelas setelah makan. Bahkan yang kelas TK
juga,” kata seorang bunda, wali siswa,” dan piring gelas itu dari kaca, bukan
dari plastik. Selain alasan kesehatan, anak-anak diajak menghargai, betapa
berharganya setiap benda, dan mereka harus merawatnya dengan baik.”
“Jika, memecahkannya,
mereka telah diajari bagaimana membersihkan pecahan beling itu, semua harus
bisa melakukannya sendiri,” lanjutnya.
Saya
menggut-manggut kagum dengan konsep ini.
“Tempat
bermain sengaja dibiarkan alamiah. Tidak dibuat bersih dan ‘aman’ untuk anak. Ini membiasakan anak
untuk berhati-hati. Bagaimana mereka harus menghindari paku, batu atau kubangan
air. Karena alam harus dihargai keberadaannya ...”
Saya membayangkan,
praktek dari konsep ini memang sesuai terutama di lingkungan dimana alamnya
sungguh masih murni. Manusia dan alam, hidup berdampingan dan saling
menghargai.
“Kami melibatkan orang tua murid sepenuhnya untuk bergandengan tangan mendidik para siswa. Sejak proses penerimaan, ada kontrak yang disepakati. Orang tua murid wajib untuk mengambil rapor anaknya, berdua: ayah dan ibu. Tidak boleh hanya salah satu.Mereka harus selalu hadir berpasangan di acara parenting school. Tak ada perkecualian sekalipun anak kepala sekolah,”papar sang Kepala Sekolah.
“Jika ada
orang tua yang keberatan, kami persilahkan menyekolahkan anaknya di sekolah
lain.”
Hmm
sepertinya tak dapat ditawar ya?
Saya sepakat
saja. Sudah berapa banyak sekolah yang mengeluhkan kekurangperhatian dari orang
tua siswanya. Padahal tentang pendidikan anak, tanggung jawab siapa yang paling
utama? Seolah setelah menyekolahkan-apalagi berbiaya cukup mahal- lalu orang
tua punya alasan untuk lepas tangan.
Aturan ketat itu nyatanya tak menyurutkan para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah Sahabat Alam. Setiap tahun animo pendaftar terus meningkat, namun sekolah tak mau berorientasi kuantitas.
“Kami
pertahankan small class,” jelas sang
kepala Sekolah,” beberapa siswa berkebutuhan khusus bahkan harus menunggu dua
tahun untuk mendapat seat, karena
kapasitas sudah penuh”
Memang ada
satu unit khusus untuk terapi ABK yang ditangani oleh psikolog dan terapis
tersendiri. Unit ini memiliki fasilitas yang cukup lengkap, bahkan lebih
lengkap dari yang dimiliki rumah sakit setempat.
Rata-rata pertahun calon siswa pendaftar dan yang diterima memiliki rasio 2:1. Sekalipun demikian pihak sekolah tak tergiur untuk membah kelas pararlel. SMP hanya menerima 15 siswa pertahun. Oya, untuk tingkat SD baru sampai jenjang kelas 5, adapun jenjang SMP memang telah dimulai tahun ini.
“Kami
memakai kurikulum Dikbud, dipadukan dengan Montessory school dan nilai-nilai
Islam dalam setiap mata pelajaran” lanjut Kepala sekolah.
Lahan yang mirip miniatur hutan- dokpri |
Saya menyusuri lingkungan sekolah ini sambil terus merenungkan, anak-anak tangguh seperti apa yang kelak akan terlahir dari sekolah ini. Seolah telah terbayang kualitas mereka, jika anda membaca artikel ini dan ini
Semua
berusaha bukan? Berinovasi membuat model
pendidikan terbaik untuk anak-anak bangsa. Mengambil nafas religi, menjumput
metode teruji dari belahan dunia lain, dan menyesuaikan dengan muatan kearifan
lokal. Harapannya, terlahir insan-insan yang kokoh dalam nilai agama, mencintai
dan memahami bumi tempatnya berpijak dan tak gagap menyapa pun menata dunia.
Bagaimana
dengan sekolah pilihan anda?
Ilmu adalah alat terbaik untuk mempertahankan hidup... berbagi itu indah ya mak...
ReplyDeleteIya alhamdulillah
DeletePostingan nya bagus ibu, semoga adek2 cepat dapat Bantuan dari pemerintah setempat...
ReplyDeleteKunjungin juga blog saya yah... semoga bissa share pengetahuan..
http://kadabrakukar7.blogspot.com
Hehe aniin. Okee
Deletealhamdulilah sekolah ini dapat bantuan dari pemerintah juga.. tapi untuk ruang kelas memang itu konsep sekolahnya memang sepeerrti itu
DeleteMak ida, baca artikel ini jadi inGat novel ayahku bukan pembohong. Tntang sekolah gajah, ato toto chan.
ReplyDeleteBagaimanpun pendidikan yang berkualitas melahirkan generasi hebat
Amiin. Setuju. Banyak sekolah berinovasi untyk pendidikan
DeleteToto chan menjadi bacaaan wajib setiap guru baru di sekolah Sahabat Alam
Deletesambil sekolah sambil megenal ala dari dekat yambak
ReplyDeletebener banget mak, anak-anak tumbuh bersama alam.
Deletebikin mupeng...
ReplyDeletesaya jg kepingin nyekolahin anak di sekolah alam, tp jauh...
Yuuk bikin sendiri saja mak ...
Deletekalo sekolah seperti ini mah aku betah juga mak...hehehe
ReplyDeleteJaman dulu gak ada ya mak. Adanya sd inpres haha
DeleteWaahhh benar-benar harus bersahabat dg Alam yaa
ReplyDeleteIya mak. Seru banget. Bersenang-senang sekaligus bertanggungjawab
Deletesaya aja yg baru mendaftarkan anak saya takjub bu..emaknya yg excited..hihii..setelah sempat jadi cadangan dan melalui test kematangan alhamdulillah putri kami diterima d sahabat alam..masuknya masih Juli besok, tapi excitingnya berasa dari sekarang bu..hehee..semoga dimudahkan Alloh..aamiin
ReplyDeleteRenie
Amiin semoga berkah bunda. Dan anak juga suka.
DeleteSaya menjadi lebih 'melek' dengan konsep mendidik anak setelah menyekolahkan anak di Sahabat Alam ini. Tidak hanya fokus terhadap akademis, namun juga mental dan spiritual anak dididik di sini. Dan tidak lupa juga orang tua ikut mendapat 'arahan' agar apa yang diajarkan di sekolah tetap di berlakukan di rumah, sebagai contoh anak diajarkan mandiri di sekolah maka di rumah pun tidak dibiasakan untuk dimanja. Jadi penekanan mendidik disini terus berkelanjutan tidak hanya sebatas di dunia sekolah.
ReplyDeleteSinergi sekolah dan rumah adalah kunci istiqomah in sya Allah. Makasih udah mampir
DeleteInspiratif sekali, antara tulisan dan gambar menyatu...seperti bersatunya sahabat alam denagam alamnya
ReplyDeleteHehe. Makasih
Deletemakasi bu ida atas tulisan ini..
ReplyDeleteSama-sama pak.semoga bisa silaturahmi lagi.
Deletesekolahnya bagus bgt mba Ida...coba ada di jakarta sekolah kayak gini ya
ReplyDeleteHehe bikin hutan di jkt ya mak.....
Deletedi jakarta banyak sekolah seperti ini bu.. kami membuat sekolah ini juga inspirasinya dari sekolah2 alam di jakarta
Deletebismillah, bagus artikelnya mba, pingin ngedaftarin anak kesitu juga( sdit sahabat alam) ada nomer panitia penerimaan murid baru ga ya? kalo ada tolong mba di informasikan, sukron
ReplyDeletecoba kontak di no ini ya +62 536 3228252
DeleteInsyaAllah tahun ini kami sekeluarga pindah ke Palangkaraya, boleh dishare Bu alamat SDIT Alamnya di mana ya tepatnya?
Deletematur nuwun...
Alhamdulillah, tertarik untuk mengkaji sistem pembelajaran di sekolah ... semoga selalu berkembang dan berkualitas aamiin..
ReplyDelete