Duluuu jaman
saya kuliah, tiap bulan haruslah pulang untuk mengambil jatah bulanan.
Waktu itu tahun
80-an belum dikenal ATM, adanya wesel pos yang sedikit ribet.
Waktu
kepulangan juga harus tanggal muda setelah bapak gajian. Begitulah ritme
bulanan anak kos pada masa itu.
Sekarang,
anak kos pegang ATM, jadinya tidak harus pulang tiap awal bulan. Bahkan yang
enggak nge-kos.
“Pah uangku
habis nih...”
“Iya papah
kirim...”
"makasih ya Pah...'
Tet...tet...transfer
via SMS banking, rekening si anak sudah terisi.Tak ada senyuman, tak ada jabat tangan.
Anakku pun demikian.
Si no 1 dan no 2. Yang nge-kos atau yang tidak, kalau minta uang ke bapaknya
dan via transfer. Saya merasa ada yang hilang dari interaksi saya sebagai orang
tua.
Anehnya saya
merindukan saat-saat anak merengek minta uang.
Kalau pagi,
sebelum berangkat sekolah, si no 4 selalu menagih.
“Umi minta
sangu...” lalu saya mengulurkan jatah hariannya.
“Makasih
mi...” ia menyalami dan mencium tanganku untuk pamit.
Saya memesankan
satu dua hal untuk bekal sekolahnya.
Atau si no 3
yang mendapat uang jatah setiap awal minggu. Kadang ditengah minggu ia minta
uang tambahan untuk membeli bensin atau keperluan lainnya.
Atau si
nomer 5 dan 6 yang mendapat jatah voucher untuk jajan di sekolahnya.
Peristiwa
sederhana saja: mengulurkan uang, lalu si anak pamitan dan mencium tangan. Lalu
saya mengusap kepalanya sambil mendoakan.
Hmm apakah
saya orang kuno?
Tapi
sungguh, nikmati saja saat anak-anak masih merengek minta uang. Kelak apabila
mereka telah minta ditransfer atau bahkan bisa mencari uang sendiri...rasanya
ada yang hilang.
Itulah yang
saya sebut kekeringan sosial. Kekeringan kasih sayang.
iyup bukan masalah keuangan sajaah, komunikasi juga sekarang memperlebar jaraaak. Mengucapkan ulangtahun lewat sms atau telepon masih terdengar suaranya...lah kalau enggak punya pulsa buat telepon...tulisan di timeline FB...heeeem...teknologi mengubah segalanya ya Mak
ReplyDeleteiya mak...masih pengin lebih sering interaksi dengan anak-anak. mungkin saya mulai tua dan satu anak kos saja merasa kehilangan...rupanya anak lebih siap meninggalkan rumah daripada orang tua yang ditinggalkan anak, rasanya nggak pernah siap
Deleteada hape juga bisa bikin gitu
ReplyDeletepadahal sebelahan, tapi asyik sama hapenya sendiri2
iya teknologi mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat
DeleteDan tiba-tiba membayangkan anak saya sudah kuliah dan ngekos hiks he he... Setelah punya anak sendiri (walau masih balita) rasanya baru mengerti beratnya orang tua saya dulu (terutama ayah) saat saya punya keinginan untuk kuliah di kota lain.
ReplyDeleteiya, kita lebih memahami sikap orang tua saat sudah jadi orang tua
Delete