Kemarin
sudah saya tulis tentang saling balas diantara suami istri di sini.
Ini bagian
ke dua ya.
Seorang
teman, sedikit lebih tua dari saya. Perempuan cerdas ini memilih menjadi ibu rumah tangga atas musyawarah dengan suaminya.
Tahun 90 puluhan untuk seorang sarjana yang ‘menganggur’ tentu mendapat banyak
cibiran. Namun ibu ini tidak mengambil pusing. Sepulang dari luar negeri menemani suaminya S3, di tanah
air beliau mengaplikasikan ilmu beternak dan berkebun kecil-kecilan di rumah.
Suaminya
memuliakannya dengan mencukupi kebutuhannya dan mendukung aktivitas istrinya
yang ceramah di banyak tempat. Bahkan mengijinkan kuliah untuk memperdalam ilmu
agama. Kehidupan mereka tidak berkelimpahan, namun cukup saja.
Istrinya
tidak merasa keputusan tidak bekerja secara formal itu sebagai pembatasan bagi
potensinya. Beliau melihat dengan sudut pandang yang baik bahwa suaminya sangat
mencintainya.
Apa yang ia
balaskan?
Dirawat dan
didiknya anak-anak hingga tumbuh sehat dan cerdas. Anak pertama dan kedua
menyabet beasiswa untuk melanjutkan di luar negri. Beliau juga sangat berbakti
pada ibu mertuanya.
“Saya setiap
bulan diam-diam memberi pada ibu mertua tanpa sepengetahuan suami...” katanya.
Itu adalah
bentuk terimakasihnya pada ibu mertua karena telah memberinya suami yang baik.
Kulihat
suami istri yang saling berbalas dalam kebaikan. Hingga hampir 25 tahun usia
pernikahan mereka, kulihat kemesraan yang tak kalah dengan anak muda.
Hal yang
sama banyak terjadi diantara pembicaraan suami istri, yaitu suami yang menginginkan
istrinya bekerja di dalam rumah alias menjadi ibu rumah tangga. Namun respon
terhadap hal yang sama ini bisa sangat beragam. Ekstrimnya ada yang memilih
bercerai.
Sebaliknya,
ada juga suami yang memaksa istrinya untuk bekerja.
“:Saya
merasa menjadi sapi perah” kata istrinya.
“Suami saya
sangat tersinggung saat Mario Teguh menyampaikan: Wanita berasal dari tulang
rusuk, jangan jadikan ia tulang punggung...”
“Kata suami,
salah saya karena sejak awal menikah saya sudah setuju bahwa ia mencari istri
yang bekerja....”
Bertengkar
urusan bekerja inipun ada yang hingga bercerai.
Membingungkan?
Tidak.
Memang setiap orang unik. Dan setiap rumah tangga juga unik karena terdiri dari
individu yang tidak pernah sama.
Mengapa ada
yang utuh dan selamat menghadari satu masalah atau kebijakan, dan mengapa ada
yang terjungkal ke jurang?
Menurut saya
yang menjadi kunci diantaranya adalah paradigma. Motivasi, tujuan dan pemahaman
tentang prinsip dasar berkeluarga, serta
kemampuan berkomunikasi baik dalam keadaan damai maupun perang...eh konflik
maksudnya.
Setelah
terikat dengan ikatan suci, masing-masing selayaknya berusaha melebur menjadi
jati diri baru. Ada aku, kamu dan kita, maka keluarga adalah kita.
Jika masih
berpandangan aku-kamu, maka belum
terjadi kesenyaan yang menjadi modal penting.
Contoh aku
kamu itu adalah ketika masih ada yang mengatakan:
“Aku sudah mengalah...kamu masih saja mau menangnya sendiri”
“Aku sudah minta maaf, lakukan ini
itu...lha kamu tidak mau berubah dan
terus menyalahkan saya...”
“Aku telah lakukan banyak pekerjaan, kamu lakukan apa?”
Lihatlah
kalau telah menjadi kita. setiap kebaikan
yang dilakukan, bukankah kembalinya pada kita?
Demikian
pula, amit-amit, jika ada saling balas keburukan, bukankah juga merugikan kita?
Bagi yang
terlanjur masuk dalam kubangan masalah, bagaimana doong?
Tidak ada
yang mustahil di dunia ini, selama keep
move on menuju kebaikan.
1. Bertaubat dan ikhlaslah karena Allah.
Buang semua sudut pandang, untung rugi dan semua emosi negatif terkait masalah
tersebut.
2. Tambahlah amal ibadah dan kebaikan
yang tulus disertai doa agar menjadi wasilah yang membaguskan hubungan dengan
pasangan
3. Bersihkan hati dari rasa sakit dan
dendam karena menjadi penghalang hubungan yang sehat. Maka maafkanlah dan
ikhlaskanlah.
4. Semarah apapun anda, jangan
ekspresikan dengan perbuatan dan kata-kata. Karena pastilah akan anda sesali
nantinya.
5. Jika tak kunjung ada perubahan, maka
mintalah pendapat dari ahlinya yang bisa
dipercaya dan memberi solusi.
6. Berbuat baiklah kepada orang-orang
terkait di sekitar pasangan anda,
Pada: mertua, anak-anak anda, ipar dan teman-temannya. Maka itu akan
mempercepat proses ishlah.
Saya baru menemukan itu, silahkan menambahkan.
Yang jelas saya sangat percayai makna Qs. Arrahmaan ayat 60.
. هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)”
“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)”
Jika belum juga berbalas, tengok ulang betulkah yang kita lakukan adalah
kebaikan yang tulus ikhlash. Atau kitanya yang kurang sabar menunggu hasilnya.
Tulisan yang menyejukkan mak. Bener banget bahwa semua kebaikan akan dibalas dengan kebaikan juga. Yang penting ikhlaa ya mak.
ReplyDeleteiya mak ade makasih sudah mampir
DeleteTersindir banget mbak.. Hehhehe... Semua tergantung kondisi, sudut pandang dan kesepakatan berdua..
ReplyDeleteaduh maaf memang maksudnya nyindir hihi
DeleteBikin Ooooo.. panjang sambil manggut-manggut kalau baca postingannya Mak Ida :) Makasih ya Mak..
ReplyDeleteLingkaran kebaikan selalu ada :D
alhamdulillah saya juga meyakini lingkaran selalu makin meluas dan tak dapat dihentikan
Deletealhamdulillah dapat ilmu rumah tangga setiap mampir kesini,makasih sharingnya mak... :)
ReplyDeletesama-sama mak. makasih juga kunjungannya,semoga kita selalu menjadi insan yang bermanfaat
DeleteSaya lebih memilih 'istri dirumah - seperti pasutri yg diceritakan tadi. Subhanallah ... pantas dicontoh ... :D
ReplyDeleteya kang, semua punya pilihan dan konsekwensi. makasih sudah berkunjung ya
DeleteSiraman rohani. nyess :)
ReplyDeletealhamdulillah berkah ramadhan
Delete