Part 2.
Haloo Miss Fenny dan semua saja...ini sambungannya part 1 ya...
Kuatur
jadwal dengan padat. Setiap hari tidur awal setelah sholat isya. Lalu jam 12
bangun. Biasanya tidak tidur hingga pagi untuk menyusun analisa skripsi, mengolah data
dan sebagainya.
Kadang kejenuhan
datang dan semangat menurun. Yah lelah fisik mengurus dua anak. Sementara
ekonomi kami juga sangat berat karena suamiku belum mendapatkan pekerjaan
yang memadai. Sementara aktivitasku sebagai pengelola majalah, bagian dari
caraku mencari nafkah, juga tidak surut.
Saya juga
masih menjadi ketua sebuah LSM. Jadilah saya kehilangan fokus dan prioritas.
Satu lagi, saya mendapat dosen pembimbing yang super judes. Aduh maafkan saya bu Dosen....Setidaknya itu yang saya rasakan saat itu. Tapi kini justru saya sangat berterima kasih, karena dengan sikapnya itu saya menjadi bekerja keras....
Setelah melakukan seminar, untuk revisi harus didampingi dan di-acc juga oleh dua dosen penguji. Jadilah saya seperti bola ping-pong yang dilempar dari satu penguji ke penguji yang lain.
Revisi ini
disetujui dosen ini dan ditolak dosen yang lain. Jadi pernah nih menikmati saat
ngeper berhadapan dengan dosen killer yang tidak mau mentolelir apapun alasan
kita.
Hiks...terkadang
seharian anakku kuungsikan ke rumah temanku agar aku bisa mengejar deadline
skripsi.
O ya dalam
situasi yang berat itu, saya hamil anak ke 3. Sementara itu ayahku menderita
sakit kanker dan dirawat di rumah sakit di Jogja. Setiap hari saya harus
bolak-balik antar ibu ke RS atau mengantar baju dan makanan ke RS. Kadang piket menjaga ayahku.
Ya Allah
betul-betul tahun yang berat. Masih bertambah dengan adik bungsuku jatuh sakit
dan di opname di RS yang berbeda, di Jogja juga.
Hari-hariku
adalah kerja keras. Sangat keras karena kemudian tidak punya pembantu. Secara
finansial kami betul-betul tercekik dan skripsiku tak mau kompromi. Dua orang
terdekatku opname di RS. Bapak opname sejak bulan Juli hingga November saat
beliau meninggal.
Allah Maha
Pengasih, pada bulan Agustus akhirnya kelar juga. Saya diwisuda. Berkurang
banget bebanku. Sepertinya....
Karena ternyata tidak berkurang.
Karena ternyata tidak berkurang.
Saya mengambil
cuti karena hamil dan melahirkan pada bulan Mei 1996. Saat itu saya masih jeda
menanti pendaftaran pendidikan profesi pada bulan Juli. Kuliah profesi sungguh
berat. Setiap hari berangkat jam 06.30. Sembari memiliki bayi merah, kulakukan
semuanya.
Semester
berikutnya jadwal PKL ke RS, Apotek, Puskesmas, Dinkes dan Pabrik obat. Kubawa
bayiku dan seorang pembantu agar aku tetap bisa memberikan yang terbaik untuk
anakku. Bahkan si nomer satu yang duduk di bangku TK A sakit, jadi saya
membawanya ke tempat kost PKL agar dapat merawatnya.
Semua jatuh
bangun kulalui hingga pada bulan Juli aku bisa melakukan sumpah profesi.
Alhamdulillah.
Apakah
keadaanku lebih baik?
Ternyata
tidak juga. Sepeninggal ayahku, saya harus membiayai kuliah dua adik. Kami
masih mengontrak, dengan 3 anak, seorang ibu dan seorang pembantu.
Membiayai
kuliah dua orang tentu tidak mudah. Kami banting tulang melakukan kerja apa saja
agar dapur tetap megepul dan tetap bisa mengirimi dua mahasiswa. Saya menjahit,
berjualan, menulis, dan mengajar sebagai asisten dosen. Masih juga mengelola
Apotek.
Suamiku
mengajar bahkan di 5 kampus. Hingga setiap kali di sore hari duduk selonjor sambil
berdiam diri.
“Abi kenapa
kalau sampai di rumah mesti langsung mandi, minum teh dan diam saja...” tanya
sulungku yang berusia 6 tahun. Ia sungguh anak yang cerdas dan kritis.
“ Abi capek
mbak, seharian bicara ke kelas dari pagi sampai sore...jadi kalau di rumah
pengin diam...karena kalau bicara di rumah gak ada yang membayar...”jawabnya
berseloroh yang membuat aku terpingkal-pingkal.
Yaah semua
kesulitan kami lewati dengan canda tawa. Itulah bagian dari cara kami saling
menguatkan.
Kalau mau
diteruskan...tentu masih banyak onak duri yang kami lalui hingga kini.
Eh tidak
semuanya onak duri, terlalu banyak juga kegembiraan dan bahagia datang menyapa.
Namun kami
mengerti bahwa hidup masih terus berputar. Kami tidak yakin sekarang berapa di
atas atau di bawah. Kami berharap bahwa kami mendaki terus dan jika badaidatang menyapa, kami hanya perlu melakukan satu hal : move on.
Must Move On |
Terus
bergerak. Seperti prinsip pesawat terbang, apapun situasi di angkasa, maka solusinya
adalah terus terbang hingga mencapai tujuan pendaratan. Karena jika berhenti di
angkasa, pastilah jatuh ke bumi seperti pesawat terbang yang konon
nyungsep di palung.
Berbagai-bagai
ujian hidup adalah bagian dari proses pendewasaan yang akan memperkaya jiwa.
Semoga membuahkan kearifan dan benar, sehingga berbuah manis pada kematangan
menghadapi apa saja.
Dan di
kemudian hari setelah semua ujian, kita bisa menuturkan pada anak cucu sari
hikmah dari setiap terminal peristiwa dan rasa.
Roda nasib
yang berputar adalah kemestian, menikmatinya menjadi kunci meraih kebahagian.
Senjata untuk terus move On hanya
dua, sabar dan syukur.
Tulisan ini diikutsertakan dalam GA
Jejaring Miss Fenny:
baca ini jadi bersyukur Mak.. pengalaman skripsiku yg jg maju mundur 2 tahun tidak ada apa2nya dibanding dirimu Mak Ida.. benar2 Allah itu Maha Penyayang, tidak akan memberikan permasalahan hidup pada hambaNya melebihi yang bisa hambaNya tanggung :)
ReplyDeletebetul banget mak...rekorku mengulang 3 x dan akhirnya ganti judul. padahal ipeku 3,4 haha
DeleteSekarang saya juga menghitung waktu terus nih, mak, nungguin anak2 cepet gede :D
ReplyDeletemove on ya mak...semua menjadikan perjalanan waktu sebagai ladang pahala
Deletebetul sekali,,,roda nasib akan selalu berputar mak,,nggak akan selalu di bawah terus,,suatu saat pasti akan di atas,,,
ReplyDeletesiip mak....setuku. kalau perlu menaik terusss
DeleteSubhanallah ...
ReplyDeletemak Idaaa, kisahnya benar2 jatuh bangun. Tapi spirit move on itu selalu menjadi pemantik ya. Buah akan selalu memberi sesuai pupuk dan rawatan kita.
Sukses terus, mak. Sungguh inspiratif
#pengenmeluk
peluuuk mak...idenya mak Fenny nih judulnya kereen
Deletesaya baru masuk tingkat akhir, sekarang semester 8. Target lulus akhir 2014 atau awal 2015. Doakan ya maaaak :D
ReplyDeletesemoga dimudahkan dan lancar dengan nilai terbaik mak sekar
DeleteMak, 10 jempol deh untuk perjuangannya. Pengalaman hidup Fenny ternyata masih belum sebarapa ;)
ReplyDeletetangan siapa mak yang 10 jempol semua...hihi...semoga hidupmu tidak sulit mak, selalu mendaki dalam kebaikan amiin
DeleteSubhanallah..terkagum-kagum karna Allah telah menuntunku menjamah blog ini. Sungguh menginspirasi untuk tetap kuat bertahan di tengah keadaan sulit. Memang ya mak ida, atas apapun segala kondisi kita, harus terus move on. Segala sesuatu pasti akan berlalu. Baik sedih maupun senang. Terima kasih sekali untuk tulisannya. Big hug, salam kenal :)
ReplyDeletesalam kenal mbak farida big hug. semoga bermanfaat amin. keep move on
Delete