Perempuan
cantik yang duduk di depanku, tersenyum samar dan hambar. Tak ada lagi air
mata.
“Apakah ibu
lupa dengan saya? Dua tahun yang lalu saya ke sini untuk konsultasi...”
Aku masih
tersenyum ragu. Terlalu banyak orang datang dan pergi dan tak tahu lagi yang
mana. Sekilas ia mengungkap jati dirinya.
“Dulu saya
belum pakai jilbab, dan ibu menyarankan saya dan suami untuk umrah...”
Naah
nyambung deh. Saya membayangkan sosoknya dua tahun lebih yang lalu saat beruraiair mata mengisahkan hidupnya yang tak bahagia.
“Dua belas
tahun menikah dan dia selingkuh 8 kali....”
Ia hendak
mengurai satu persatu kasus serta berbagai bukti yang dibawanya, tapi saya
mencegahnya.
“Tiap
lebaran ibu dan suami saling bermaafan kan? Jadi yang telah lalu mengapa harus
diingat-ingat...sampaikan saja kasus terakhir ya...”
Sungguh
memang banyak pasangan yang saling menyimpan sejarah pasangannya dan seluruh
dosa-dosanya, bahkan setelah mereka saling memaafkan. Bukankah hal ini
mencapekkan?
Menurut saya
lebih enak kita memutihkan kesalahan pasangan saat ia telah mengakui salah,
meminta maaf dan memperbaiki diri daripada kita menyimpan rasa sakit dalam
dada.
Hmm mungkin
karena saya tidak punya pengalaman empiris seperti ibu tadi. Ah semoga tidak
pernah ya.
Dua tahun
yang lalu dia mengadukan suaminya yang beselingkuh untuk ke 8 kalinya. Konon
dulu-dulu setiap ketahuan suaminya selalu meminta maaf dan berhenti berhubungan
dengan orang ke 3 itu. Tapi selalu kambuh lagi dan berulang.
Kali ini ia
tak tahan lagi.
“Yang
sekarang ini saya ragu-ragu apakah dia sampai berzina...” katanya sambil
terisak-isak.
Singkat
cerita dari panjang kali lebar pembicaraan kami, ia tetap akan memaafkan
suaminya dan tidak ingin bercerai. Demi anak-anaknya.
Dulu saya
menyarankan untuk umrah karena kulihat mereka hidup berkecukupan secara materi. Biasanya pergi berumrah cukup untuk menyelesaikan konflik karena ibadah berdua dan berdoa di tanah suci sungguh romantis dan berkesan.
Kuberi rekomendasi biro umrah yang ustadz pembimbingnya saya kenal. Sang ibu juga saya minta menghubungi secara khusus ustadz tersebut agar memberikan materi keluarga samara dalam acara umrah nantinya.
Kuberi rekomendasi biro umrah yang ustadz pembimbingnya saya kenal. Sang ibu juga saya minta menghubungi secara khusus ustadz tersebut agar memberikan materi keluarga samara dalam acara umrah nantinya.
Setelah itu
ia tak pernah mengontakku lagi. Dan saya melupakannya karena banyak datang
kasus silih berganti.
Sekarang
kutatap perempuan berjilbab rapi di depanku. Ia memainkan kuku-kuku tangannya
yang lentik dan terawat rapi. Wajah cantiknya tidak bersinar dan matanya
menatap redup.
Kadang saya
juga tak habis pikir. Bagaimana keluarga terpelajar, kaya, berkedudukan dengan
istri yang cantik tapi diuji dengan konflik keluarga seperti ini.
“Setelah
pulang umrah, alhamdulillah suamiku jadi baik. Saya juga berjilbab dan berusaha
rajin mengikuti pengajian. Kami merasakan kebahagiaan dalam keharmonisan rumah
tangga. Tapi hanya dua tahun. Walaupun itu sudah mending karena biasanya hanya
beberapa bulan sudah tergoda perempuan lagi. Sekarang dia kambuh
lagi....bla...bla...”
Ia
menceritakan kasus terbarunya.
Hmm
beginilah konselor. Kalau mereka sudah baikan, akur dan bahagia, dilupakan.
Giliran kena masalah, baru datang ...
Kami membahasnya
dan mencari beberapa solusi. Yang saya sungguh heran adalah ia tak lagi
menangis.
“Saya tak
punya lagi air mata untuk masalah ini bu. Saya bertahan hanya demi anak-anak.
Anak-anak mulai besar dan saya tak ingin
melukai jiwa mereka....”
Saya tak
berani bertanya, apakah masih ada rasa cinta di hatinya. Saya salut dengan
ketegarannya dan tekatnya untuk terus mempertahankan keutuhan rumah tangga. Ia
tak lelah berharap agar suatu ketika suaminya insyaf dengan semua tingkahnya.
Satu hal
yang saya pesankan, bahwa hati dan sifat manusia akan selalu berubah. Jika ibu
ini terus berusaha dan berdoa, tentulah hal itu tidak akan menguap begitu saja.
Karena sejatinya setiap kebaikan akan berbalas kebaikan.
Saya juga
memesankan untuk melibatkan anak-anak dalam mengajak ayahnya dalam lingkungan
yang baik. Bagaimanapun lingkungan akan memberi pengaruh yang cukup besar. Saya
juga sarankan untuk mereka pergi berhaji yang semoga akan membuat suaminya
bertaubat.
Memasuki
bukan Ramadhan tahun ini, saya ingat lagi pada ibu tersebut. Saya tak tahu lagi
kabarnya apakah ia sedang bahagia atau bersedih. Apakah suaminya telah insyaf
atau masih melakukan yang dulu dikeluhkan.
Tapi saya
berdoa dan khusnudzon saja, biasanya kalau klien tidak datang lagi, mereka
sedang baik-baik saja. Semoga.
Selamat
menikmati ibadah Ramadhan, semoga keluarga anda bahagia dan menggapai taqwa.
Amiin.
Kasusnya hampir sama dg teman sy Mak...tp trakir teman sy minta cerai tp suami mengancam klo dia menuntut cerai, anak-anak akn dibawa pergi, suaminya kemudian berjanji utk berubah, teman sy mengatakan kpd sy sdh tdk ada rasa sm sekali kr sdh terlalu lama disakiti..tp dia jg tdk sanggup berpisah dr anak2...sy cm bs menyarankan berdoa yg banyak. kr Allah Maha membolak-balik hati manusia...kr sy jg sdh tdk tahu hrs mengatakan apa lg Mak Ida....pdhl dia sangat cantik, kehidupan berkecukupan, anak2 yg baik dan penurut...Qodarullah...
ReplyDeleteya mak...masalah dan godaan datang tidak pandang bulu
DeleteSaya belum menikah, terkadang hal ini yang juga membuat saya agak takut menghadapi pernikahan. Kenapa ya mak, perempuan bisa segitu bertahan disakiti untuk anak-anaknya? Beberapa kali konflik seperti ini terjadi bahkan ke teman-teman yang lebih tua dari saya juga. What a strong women :)
ReplyDeletekitra boleh memilih taqdir kita Widy, semoga kelak engkau menda[pat suami terbaik dan menjadi keluarga samara amiin
Deletekarena enggak ada kabar, mungkin sedang bahagia... semoga...
ReplyDeleteamiin iya aku juga sangkakan begitu saja.
Delete