Tuesday, February 10, 2015

Anak-anak Masa Depan


Di Bundaran besar  kutemui kemeriahan pasar pagi. Ada banyak aktivitas di pusat kota ini, pedagang aneka makanan sarapan maupun kudapan, dan juga rupa-rupa dagangan lain. Banyak juga orang datang berolah raga bersama keluarga atau  teman. Banyak yang bergabung senam bersama, bersepeda, atau berseluncur dengan sepatu roda. Juga bermain sepak bola bersama teman sebaya.
Untuk anak-anak ada beberapa mainan yang bisa disewa. Jadilah pasar pagi ini alternatif wisata keluarga di kota Palangkaraya.

Diantara pemilik lapak ada yang menarik perhatian  para pengunjung. Barang dagangannya biasa saja, alat tulis dan perlengkapan sekolah. Yang istimewa adalah penjualnya: beberapa anak kecil.

Terkadang muncul juga komentar orang:
"Kasihan anak sekecil itu disuruh kerja, kemana orang tuanya?"

 



Apakah mereka anak-anak yang tidak mampu? Tidak juga. 
Saya beruntung bisa menemui anak-anak 'hebat' ini dan juga ayah bundanya.
Mereka adalah anak berusia kelas 2, kelas 1, dan TK. Sebut saja namanya Qonita, lalu Disya dan dua adiknya yakni 'Aina dan Dira.

Awal mulanya adalah semangat berwirausaha yang diajarkan disekolah mereka. Anak-anak diajari untuk menjadi calon pengusaha oleh ibu guru mereka. Ternyata mereka cukup berbakat.

Qonita, pemilik lapak itu, masih duduk di bangku kelas 1 SD. Sejak masih TK kecil, rupanya ia mewarisi bakat dua neneknya yang menjadi pedagang kelontong dan penjual tahu. Ia meminta ibundanya untuk memberikan barang dagangan berupa alat tulis. Dijualnya di sekolah saat istirahat atau sebelum pulang. Ternyata laku dan bahkan memiliki pelanggan.

Aktivitas itu berlanjut hingga Qonita SD sekarang ini. Sekitar dua bulan yang lalu, ia survai tempat bersama Qodisya  bersaudara. Survei ala anak-anak ini dilakukan pada Ahad pagi saat mereka berjalan-jalan di Bundaran besar. Pada pekan berikutnya,  kongsi gadis-gadis kecil ini minta ijin kepada ortunya untuk berjualan.

"Itu maunya dia, jadi kami turuti saja. Setiap hari Ahad kami jadi bergantian menemani anak-anak berjualan. Tidak lama hanya pagi sampai sekitar jam 8."
Tutur bunda Qonita.

Pada awal buka lapak, Qonita malu-malu dan bersembunyi di belakang bundanya. Apalagi jika ada teman sekolahnya menyambangi lapak. Sekarang tidak lagi. Bahkan ia telah berteman dengan beberapa tetangga lapaknya. Jika bunda berhalangan dan tidak bisa menemani, maka ayahnya yang berjaga. Sang ayah tidak duduk manis, tapi joging keliling lapangan, dan setiap kali mampir ke lapak anaknya.

Qonita adalah anak yang gigih dan punya cita-cita yang tinggi. Dulu laba acara jualan di sekolah, diinfaqkannya untuk perjuangan rakyat Palestina. Bersama kakaknya Qonita membuka tabungan donasi untuk Palestina. Allahu akbar!

Setelah tersalurkan, ia mengetahui bahwa bundanya sedang menabung untuk bisa berhaji. Maka gantian ia meniatkan seluruh laba tabungannya untuk mengisi tabungan haji bundanya.

"Aku mau bantu bunda biar bisa pergi ke tanah suci." Begitu tekatnya.
Maka bundanya menemaninya menukar uang hasil jualan yang berupa recehan. Ditukar dengan uang lima puluhan ribu dan diantarlah oleh bundanya, untuk melakukan setoran tunai di mesin ATM.

Qonita kecil telah bisa melakukan setoran tunai di atm dengan ditemani bundanya. Ia melihat sendiri setiap kelipatan lima puluh ribu laba jualannya, menambah saldo tabungan haji sang bunda. Subhanallah.

Minggu ini, libur dulu.

Sejak meluaskan sayap bisnis dengan lapak di Bundaran besar, Qonita punya mimpi baru: membeli sepeda. Oleh karenanya, ia menabung laba hasil penjualannya di rumah, dalam kotak bekas tempat hp sang ayah.

"Sebenarnya saya bisa membelikannya sepeda, tapi menunggu giliran setelah kakaknya. Namun Qonita berkeras untuk membeli dengan uang hasil usahanya sendiri," kata bundanya.

Mau tak mau ayah bundanya mendukung keinginan itu. Sebagai bentuk konkritnya, bunda yang berbelanja barang dagangan, mengantar jemput mereka dan menemani berjualan.

Hmm memang berapa omset penjualan anak-anak itu?
Ternyata lumayan juga.
"Kadang mencapai Rp. 250.000, kadang 50.000. Tidak pasti"

Yang jelas dari acara berjualan di sekolah setiap hari dan di Bundaran pada hari Ahad, selama sebulan ini Qonita telah memiliki aset Rp.500.000. Modalnya Rp.250.000. Jadi sudah laba 100%. Laba yang cukup besar untuk anak kelas 1 SD setelah dipotong biaya operasional, yaitu sarapan pagi bersama teman-teman.

Namun uang itu belum cukup untuk membeli sepeda impian Qonita. Bundanya telah mengantarkannya memilih ke toko sepeda. Ia menginginkan sepeda cantik seharga Rp.800.000. Jadi ia masih bersabar barang beberapa  bulan lagi untuk mewujudkan mimpinya.

Dalam kongsi itu ada Dira yang belum berusia 4 tahun. Ia bersemangat ikut hadir menyemarakkan lapak karena ia akan mewarisi sepeda lama Qonita. Adapun dua kakak Dira, yaitu Disya dan  'Aina, senang dan kompak saja menemani sahabat mereka. Setelah lelah dan haus, Qonita akan mentraktir mereka makan dan minum di lapak kuliner yabg mereka inginkan.

Merayakan hasil penjualan.

Saya pribadi salut dengan semangat anak-anak itu. Juga dengan bagaimana orang tuanya telaten mendampingi dan mendukung bakat Qonita cs. Di saat anak lain masih merengek menangis minta dibelikan mainan, minta dibelikan pulsa atau ini itu lainnya, tak demikian dengan Qonita. Ia telah berjuang mewujudkan mimpinya. Ia bahkan telah melakukan birul walidain dengan mengisi tabungan haji orang tuanya. Ia juga telah mengajarkan kepedulian kepada perjuangan rakyat Palestina.

Orang tuanya tak ingin merusak atau mematikan bakat anaknya. Mereka menebalkan muka dari praduga atau mungkin komentar negatif orang lain, justru demi merawat jiwa dan potensi anak-anak itu.
"Tega-teganya orang tua mengkaryakan anaknya."

Mungkin begitu pandangan orang. Tapi orang lain tahu apa? Anak-anak itu bermain dan bersenang-senang membuka lapak. Jika dilarang justru mereka akan sedih dan marah.

Mereka menikmati proses menggelar dan menata dagangan, melayani pembeli, menghitung uang kembalian. Dan kegembiraan bertambah saat menikmati acara sarapan kuliner yang mereka minati selepas berjualan. Membayar bubur ayam dan es milo kesukaan mereka, dengan uang hasil jerih payah sendiri.

Dan kegembiraan lebih lagi saat menghitung pemasukan dan laba. Semua adalah 'permainan' yang menyenangkan  bagi mereka. Permainan yang bisa jadi kelak akan menjadikan mereka pebisnis tangguh. 


Jika anda menjadi orang tua mereka, bagaimana sikap anda?


6 comments:

  1. I'm totally proud of them!
    Subhanallah... keren banget mereka...
    Saya juga punya impian bisa mendidik anak-anak saya belajar berwirausaha sejak kecil.

    Bukan untuk mengkaryakan mereka, inshaa Allah kami dimampukan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan mereka, namun untuk melatih kreatifitas, inisiatif, daya juang, mental dan kepercayaan diri mereka :)

    Makasih sudah berbagi cerita inspiratif mak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga tercapai mak. dan dimudahkan mendampingi anak-anak tumbuh dan menemukan potensinya. amiin

      Delete
  2. Salut buat ortu nya.
    Kalo baca cerita anak2 Sukses, bikin aku berpikir, "ini ortu nya ngajarin nya gimana ya? Masih Kecil anaknya dah bisa Mandiri".

    Makasih sharingnya, Mak Ida

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama-sama. memang perlu orang tua yang tangguh nih

      Delete
  3. Jiwa empati yang tinggi dari Qonita dengan berinfak u.Palestin ...jempol 2 untukmu Nak, menabung u.bantu Ibunda pergi Haji,Allahu Akbar ..sungguh berbahagia bundanya

    Makasih mbak Ida

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bunda. Qonita enggak banyak bicara, kecil mungil tapi keren

      Delete