Showing posts with label pendidikan anak. Show all posts
Showing posts with label pendidikan anak. Show all posts

Thursday, June 13, 2019

Bermain Peran

Bermain Peran

Oleh: Ida Nurlaila

Sepertinya saya belum move on dengan tema adab. Kali ini permainan yang sering saya lakukan dengan anak-anak waktu mereka masih kecil: bermain peran.
Menghabiskan waktu bersama anak tidak melulu dengan mengikuti apa mau mereka. Bagus sekali jika ortu punya agenda tema permainan. Bermain peran termasuk agenda penting mengajarkan adab.

Apa saja tema permainan?
Anda dapat membuat list tema, misal:
Bertamu
Berjual beli
Sekolah
Arisan
Pengajian
Rapat
Pertunjukan
Lomba melawak
Lomba puisi
Konser musik
Pegawai kantor
Keluarga
Piknik
Memancing
Memasak
Berkemah
....

Gimana tuuh cara bermain peran?
Daftar permainan bisa ditulis dan dimasukkan ke kotak kocokan, kita kocok dan lakukan jenis permainan yang keluar. Atau tanpa kocokan pilih saja sesuai mood dan suasana. Siapkan tempat dan kostum jika perlu serta properti pendukung.

Misal niih, memilih permainan tamu-tamuan. Orang tua dan anak bisa gantian jadi tuan rumah atau tamu. Beneran pura-pura ketuk pintu, mempersilahkan duduk, mengobrol, mengeluarkan hidangan, mempersilahkan, hingga nanti pamitan.

Menjadi tamu bisa disepakati misalnya pura-pura tamunya kerabat, dari desa. Nanti obrolannya juga tentang suasana di desa. Atau tamunya seorang pedagang obrolannya tentang pasar dan jualan. Biarkan imajinasi anak berkembang sesuai pengetahuan mereka.

"Assalamualaikum... Tok...tok...tok"
Anak belajar mengetuk pintu yang sopan seperti apa. Bukan menggedor, tidak keras dan tidak pelan. Frekwensinya seperti apa dan maksimal mengucap salam tiga kali dengan jeda.
Dimana posisi berdiri yang sopan, tidak mengintip ke dalam rumah dan menanti dengan sabar. Masuk ruangan dengan sopan dan duduk saat dipersilahkan.

Kondisi jika kita duduk di kursi berbeda jika lesehan. Kursi mana yang diduduki tamu, mana yang untuk tuan rumah, anak-anak perlu tahu. Bagaimana jika lesehan, cara berjalan melewati orang lain, cara duduk saat lesehan, seru lho kalau dipraktekkan.

Tidak memulai pembicaraan penting sebelum tuan rumah selesai basa-basi. Ajari basa-basi prolog seperti pertanyaan:
"Dari mana bapak ibu ini?"
"Dari sana jam berapa?"
"Tadi mengendarai apa? Apakah perjalanan lancar? "
"Cuaca panas atau dingin, hujan atau tidak?"
Dst.....

Anak belajar membuat teh, menyajikan makanan minuman, mempersilahkan tamu, cara mengambil hidangan jika dengan piring atau mana yang boleh diambil dengan tangan. Hidangan bisa pura-puraan atau betulan sesuai kondisi saja. Demikian terus lakukannya hingga runutan pamitan pulang
"Hati-hati di jalan!"
"Sampai ketemu lagi!"
"Besok main lagi ya!"

Biarkan kegembiraan mendominasi. Kadang kesalahan menjadi kelucuan bersama. Jangan terlalu kaku untuk harus betul. Anak-anak senang bermain peran, merasakan kebersamaan dengan orang tua, berpura-pura menjadi orang dewasa dengan profesi tertentu.

Kami juga menggelar 'permainan' rapat keluarga sejak undangan hingga acara rapat, lengkap dengan hidangan. Rapatnya sih seakan permainan tapi temanya beneran lho, bahas sesuatu yang kami anggap penting. Misal program liburan, program ramadhan atau aturan gadget dan televisi di rumah. Tak lupa semua berbagi menjadi petugas rapat seperti ketua, notulen, anggota , seksi konsumsi. Istilah kerennya learning by doing.

Konon faktor pembentuk ingatan anak itu jika ucapan hanya 30%, jika contoh dan anak melihat akan menyumbang ingatan 40%, jika anak diteladankan oleh orang tua. Dan 60% jika mereka terlibat melakukan. Dasyatnya, jika ketiga hal itu dilakukan, maka anak terlibat dan membentuk ingatan hingga 90%.

Selain ketrampilan sosial, bermainan peran juga membentuk rasa percaya diri, ketrampilan verbal, dan kemampuan menyesuaikan pun membawakan diri.
Mengajari adab pada anak bukan hanya saat event bertamu, akan tetapi bisa kita persiapkan sejak dini, di rumah kita sendiri.

Selamat mencoba.

Nilai

Pesan kelulusan dari bu Unik Ambar Wati ini layak kita tiru. Sungguh mendalam mengajak anak bukan hanya mengejar yang tersurat, tetapi yang tersirat dari sebuah nilai. Pesan yang juga mengingatkan orang tua untuk intropseksi, bahwa membentuk karakter jauh lebih penting dari pada mengejar kedudukan dari selembar ijazah. Jangan sampai pula ada terbersit merendahkan mereka yang belum beruntung mendapat nilai bagus di hasil UN atau UAS. Membanggakan pencapaian anak sendiri dan merendahkan orang lain hanyalah cermin sikap kekurangan adab.

Selengkapnya berikut pesan yang indah itu:
"Sebesar nilai PAI mu tak bermakna jika tak diiringi indahnya akhlakmu
Setinggi nilai Pknmu tak berguna jika kau tak mampu menunaikan  hak&kewajibanmu
Sebagus nilai Bahasa Indonesiamu tak akan bernas jika tak disertai manis tutur katamu
Secemerlang nilai Matematikamu tak berfaedah jika tak mampu memecahkan masalah disekitarmu
Secakap nilai IPAmu tak bermanfaat jika tak ada rasa ingin tahu terhadap ilmu
Sekeren nilai IPSmu tak layak jika tak ada kepedulian pada lingkunganmu"

Dan saya tambahkan: sebanyak apapun hafalanmu, tidak akan berguna jika tidak membuatmu terinspirasi berbuat kebaikan.

#pesan emak pada anaknya 😊

Adab (lagi)

Adab (lagi)

By. Ida Nurlaila

"Ini punya siapa?" kakak nomer lima yang doyan makan melongok isi kulkas dan menunjuk makanan.
"Punya Po!"
"Kalau carica?"
"Bebas!"
"Brownies boleh dimakan?"
"Boleh Bang!"

Kebiasaan di rumah ini, anak-anak bertanya jika akan mengambil makanan dari kulkas. Apalagi yang ngekos atau pulang dari pondok. Kalau sehari-hari tinggal Revo dan kakak kedua, mereka saling tahu makanan apa punya siapa. Jadi jarang tanya, kecuali ada makanan yang tidak biasa.

Saya tidak ingat mulai kapan dan bagaimana mulanya. Namun sejak kecil memang kami ajari anak-anak tentang hak milik, tentang berbagi dan menghargai. Jika beli makanan tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi bertanya pada yang lain, apakah mau juga dibelikan. Jika akan makan memastikan ia berhak memakan makanan tersebut. Tidak otomatis apa yang ada di kulkas menjadi hak mereka. Kalau di meja makan, biasanya milik umum.

Ini adalah hal dasar sebagai modal menjaga kehalalan thoyyiban apa yang masuk ke dalam tubuh. Bisa saja halal, tapi jadi tidak thoyyib karena ada yang keberatan.
"Aku yang minta, kenapa kamu yang habiskan?"
Pertanyaan seperti ini nyaris tak pernah ada. Si kecil sekalipun, saat meminta milik kakak, akan dibahasakan oleh yang dewasa.

Misal sekarang ada beby Raung yang ingin kentang goreng Revo, maka mama Raung akan berkata:
" Om Po, minta kentangnya ya... "
Dan tak ada yang menolak berbagi. Paling pesan perlahan..
"Jangan banyak-banyak!"

Anak-anak tumbuh membesar, mereka akan bergaul dengan teman di sekolah pun di lingkungan rumah. Di asrama atau di pondok. Jika tidak dibiasakan menghargai hak milik dan minta ijin, bisa saja berlaku yang tidak benar.

Tentu juga saat bertamu. Sekalipun hidangan telah tersaji, ajari anak adab untuk bersabar menanti dipersilahkan. Mengambil yang terdekat dan sewajarnya. Bahkan Rasulullah mengambil makanan dengan tiga jari, bukan meraup dengan lima jari. Apalagi sepuluh jari, seakan menampakkan kerakusan.

Dari Ka’ab bin Malik dari bapaknya beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu makan dengan menggunakan tiga jari dan menjilati jari-jari tersebut sebelum dibersihkan.” (HR Muslim no. 2032 dan lainnya)

Berkenaan dengan hadits ini Ibnu Utsaimin mengatakan, “Dianjurkan untuk makan dengan tiga jari, yaitu jari tengah, jari telunjuk, dan jempol, karena hal tersebut menunjukkan tidak rakus dan ketawadhu’an. Akan tetapi hal ini berlaku untuk makanan yang bisa dimakan dengan menggunakan tiga jari. Adapun makanan yang tidak bisa dimakan dengan menggunakan tiga jari, maka diperbolehkan untuk menggunakan lebih dari tiga jari, misalnya nasi. Namun, makanan yang bisa dimakan dengan menggunakan tiga jari maka hendaknya kita hanya menggunakan tiga jari saja, karena hal itu merupakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Syarah Riyadhus shalihin Juz VII hal 243).

Jangan lupa untuk doa keberkahan, bukan mencela atau bercanda yang buruk, sebab ucapan bisa menjadi doa.
Contoh, mengambil kacang sembari berkomentar:
"Makan kacang entar jerawatan. " benran bisa jadi jerawat.
"Waah bisa asam urat nih!" sambil menjumput emping.
Lebih baik jauh lebih baik mengamalkan nasehat Rasulullah.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam berkata pada seorang anak laki-laki, 'Hai anak laki-laki! Sebutkan Nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang lebih dekat denganmu.
"Sejak saat itu aku telah menerapkan instruksi itu saat makan.” (HR. Bukhari).

Naah, indah bukan jika dimana pun, di rumah, bertamu atau di warung, kita memiliki adab yang tinggi. Sebab ortu adalah teladan bagi anak.

Yuuk banyak berdoa agar selalu ingat menjaga adab.

Memilih Lingkungan

Memilih lingkungan

Oleh: Ida Nurlaila.

Postingan tentang adab (lagi) mengundang pertanyaan menarik. Pertanyaan tentang situasi yang sering dialami oleh keluarga muda dengan anak usia tk-sd.

Berikut saya copy pertanyaan mbak Fauziyah Tri Palupi :
"Gmn caranya menyikapi sikap anak yg seumuran kurleb 4thn.. partner main anak saya...  kalo anak sy punya sesuatu pasti minta bagi...  kalo dia punya sesuatu pasti g mau bagi.. pamer dimulut tp barang diumpetin... kalo ada hal baru suka pamer pamer giliran pengen dipegang dianya marah malah anakku dipukul.. ditarik baju atau rambut... kalo diingetin malah marah banting banting pintu ... begitu keluar rumah barang anakku misalkan sandal diambil trus dibuang....
Kadang baru baik baik mainan tau tau tangannya nyikut... pipis sembarangan tdk diajarin cebok... kalo diingetin si emaknya malah marah sewot dan dianggap wajar
Sebenernya bukan urusan saya si dia suka teriak teriak kalo minta sesuatu sm emaknya
Yg bqn pegel dia ringan tangan dan ringan mulut sm temen sepermainan tp kalo diingatkan ibunya sewot."

Waah...
Saya pernah mengalami situasi mirip. Bahkan pelakunya lebih dari satu. Duluuu pada masa anak sulung masih berusia TK. Lingkungannya mayoritas cowok usia sebaya. Dan yang paling parah kelakuan gadis kecil 9 tahun tetangga sebelah yang suka mencuri. Bahkan melibatkan anak saya dalam pencurian. Waah. Gimana dong?
Hehe kok malah curhat.

Jadi begini, pada awalnya saya meminimalkan dua anak gadis saya usia 4 dan 5 tahun main jauh dari rumah. Justru saya undang anak-anak itu ke rumah. Saya sediakan mainan, makanan dan buku bacaan di rumah kontrakan kami yang lumayan sempit. Saya sampaikan dengan informasi tegas berulang setiap hari pada para hadirin anak kecil yang jumlahnya sekitar 5-6 orang:
"Boleh main di sini, tapi enggak boleh ngomong kasar. Yang ngomong kasar akan saya tegur. Jika tidak nurut saya suruh pulang!"
Saya temani mereka bermain, kadang digantikan ibu atau mbak pengasuh jika saya tidak ada.
Benar, jika ada yang bicara kasar, akan saya ingatkan. Saat bersama mereka itu, saya kadang mendongeng atau membacakan cerita tema akhlak, sembari membuatkan mainan atau menggambar bersama. Saya sediakan kertas dan krayon untuk coret-coret. Lalu anak-anak yang mau saya tawari TPA. Belajar baca iqro.
Alhamdulillah rata-rata ortunya senang.

Saya juga menjalin hubungan dengan dua tetangga yang anaknya baik, ortunya baik dan sejalan dalam masalah pendidikan anak. Sekalipun rumahnya agak berjarak di ujung gang. Mengantar anak main ke rumah mereka atau mengundang anak mereka main ke rumah secara khusus. Sehingga mereka menjadi sahabat.

Setiap malam, saya lakukan detoks pada dua anak gadis saya dengan pillow talk. Mengurai kisah harian yang mengena di hati mereka. Mengeluarkan uneg-uneg dan memberikan arahan. Kadang ada hari dimana saya luput membersamai dan ada racun yang nyangkut di kelakuan anak, malam hari saatnya detoks, menguatkan prinsip dan adab yang kita pegangi.

Hanya bertahan dua tahun, saya rasakan makin ke sini makin tak sanggup menangani. Maklum kemudian saya sempat bekerja full timer mengajar di sebuah kampus. Berangkat pagi pulang sore. Tambah urus apotek.
Mengevaluasi perkembangan anak tidak menjadi baik, terutama pada aspek lingkungan para cowok yang suka main nitendo dll. Anak gadis saya juga jadi tomboy.
Apalagi tetangga sebelah susah benar diajak kooperatif untuk membaikkan diri dan anak. Akhirnya saya menyerah. Pindah rumah mencari lingkungan yang baik. Alhamdulillah mendapat kontrakan yang sesuai dengan kantung dan lingkungan pergaulan para mahasiswi aktivis masjid. Urusan lingkungan pergaulan anak menjadi lebih ringan, bahkan banyak relawan mahasiswi bantu bimbing dan menemani anak bermain.

Begitulah, lakukan usaha dan mengukur diri, kapan saatnya mengambil keputusan penting. Ada hal yang bisa kita kendalikan dan ada yang tidak. Bukankah bumi Allah luas?
Tentu dengan mudah pindahan jika masih mengontrak.

Semoga manfaat.

Wednesday, June 12, 2019

Adab

Masih tentang adab.

"Sst... Enggak boleh banyak-banyak makan kalau bertamu!"
Tegur seorang ibu dengan setengah berbisik pada anaknya yang meraih setoples nastar dan hendak memangkunya.
Rupanya tuan rumah mendengar bisikan tersebut.
"Gak pa-pa lah, bun. Kalau gak lebaran juga gak ada nastar. Yuuk boleh kok dihabisin!" timpal tuan rumah.

Si anak memandang ibunya dengan pandangan menyalahkan. Seolah ia berucap: tuuh, tuan rumah saja mbolehin, kenapa bunda enggak?!
Sang ibu tersenyum malu, dan tetap bertahan pada pendiriannya.
"Anakku sayang, tante ini memang baik, membolehkan kamu menghabiskan. Tetapi kamu juga harus jadi anak baik, makan tidak berlebihan dan berlaku sopan."
Wajahnya manis dan sabar mengangguk pada tuan rumah dan anaknya bergantian.

Ayah bunda, sebenarnya siapa yang berhak mengarahkan anakmu? Apakah akan membiarkan orang lain memanjakan tanpa batasan, atau kah ortu yang harus konsisten berjuang membentuk adab anak?
Tentu banyak yang sepakat, ortu yang lebih berhak.

Baiklah, sekarang kita balik, jika kita menjadi tuan rumah, apakah yang akan kita katakan pada anak tersebut?
Diam saja tersenyum, memasang wajah ramah tanpa kata-kata?
Atau menunggu proses negosiasi ibu anak selesai sebelum intervensi?

Menahan diri dari mendahului hak orang tua atas anak, menurut saya jauh lebih bijak. Jika ada ortu yang melarang anak makan es krim, janganlah menimpali dengan kecaman:
"Halah sesekali makan es krim kenapa sih bun, kasihan anak pengin lihat temannya!"
"Jadi ortu jangan pelit dong, sini tante yang traktir!"

Atau anak teman berjingkrakan melompat-lompat di sofa ruang tamu, lalu melarang ortu yang melarang anak melakukan hal itu.
"Biarlah bu, namanya juga anak-anak!"

Yuuk bersikap bijak. Tiap orang tua punya kebijakannya dalam mendidik anak. Ada yang tidak mengizinkan anaknya pegang HP, nonton youtube, nonton televisi, makan es krim dll. Maka hormati pilihan tersebut. Kadang kita tak tahu alasan dibalik sebuah aturan.
"Anakku jika makan es, kena radang tenggorokan, jadi kita yang repot, harus minum obat segala. Mendingan dia berpantang." jelas seorang ibu.
"Dia alergi coklat, jangan diberi wafer coklat!" kata ibu lain.

Sudahlah. Senyumin, acungin jempol, dukung.
"Dengerin mamah ya sayang, bukan tante pelit, ini demi kebaikan kamu. "
Lalu tawarkan makanan lain yang diijinkan ortunya. Mudah bukan?

Yuuk menahan diri dari mengambil hak ortu atas anaknya. Itu juga adab sesama ortu.

Tuesday, November 3, 2015

Anakku hyperaktif?

📝  NOTULEN DISKUSI ONLINE 📝
Di group WA USTADZAH KB-TK
➖➖➖➖➖➖➖➖

📆 Hari/Tanggal : Sabtu/31 oktober 2015
⏰ Jam : 19.30 - Selesai
📚 Narasumber : Bunda Dewi Purnama Dewi.
🎤 Moderator : Fitri
📝 Notulen : Anis FR

PROLOG

💐💝Assalamu'alaikum wr.wb..alhamdulillah mari kita panjatkn pd Allah SWT,rasa syukur kita krn beribu2 nikmat yg selalu kita rasakan disetiap saat.salam serta sholawat smga tetap tercurahkn pd Rosululloh SAW yg tlah mbawa kita dr jln gelap jahiliyah menuju jln penuh nur ini,smga kt tetap istiqomah smpai akhir jaman Aamiin....akhwaty ,saat ini kt akn diskusi tntang anak yg AKTIF,SUPERAKTIF DAN HIPERAKTIF...

💐kt senang py anak yg aktif atau diem? Maunya kita anak2 kita nurut sama kita,pendiam dan gak macem2...begitu ya? Sehingga ktk mlihat ada anak orang lain naik2 meja,main perang2 ngan,mainab air ato main tembak,mk kt sudah langsung mengecap negatip pd anak itu.padhal anak aktip itu blum tentu lngsung negatip.

Tak sedikit orang tua yang mengeluhkan tingkah laku anak-anak mereka yang sangat aktif. Dari pagi sejak bangun tidur sampai malam hari menjelang waktunya tidur anak-anak tidak bisa diam dan selalu bergerak tanpa mengenal lelah.

Tingkah laku anak yang selalu “aktif” sebenarnya sangatlah wajar. Karena pada dasarnya masa kanak-kanak adalah masa dimana anak belajar mengenal lingkungannya melalui berbagai macam aktivitas gerak. Tetapi, ada beberapa anak yang aktivitas geraknya berlebihan, sulit diatur, nakal dan suka membuat onar. Kalau sudah seperti ini, biasanya orang tua langsung menganggap dan melabeli anaknya sebagai anak yang hiperaktif.

Sekilas memang sulit membedakan antara anak aktif dan hiperaktif. Tapi sesungguhnya kita bisa membedakan antara anak aktif “normal” dengan anak yang hiperaktif. Seperti apa perbedaannya?

Anak aktif adalah anak yang memiliki kelebihan energi dan memiliki aktivitas gerak lebih tinggi dibandingkan anak-anak lainnya. Otaknya normal tanpa gangguan.

Ciri-ciri:
* 1.Hiperaktivitas.
Anak tak bisa diam dalam waktu lama dan mudah teralihkan perhatiannya pada hal lain. Ciri lainnya, tidak fokus bicara alias mengeluarkan saja apa yang ingin dikatakannya tanpa peduli apakah lawan bicara mengerti/tidak apa yang dibicarakannya. Anak juga cuek ketika ada yang memanggilnya.

* Anak sulit "diberi tahu".
*Destruktif. 
* Impulsif.
* Tak kenal lelah. 
* Intelektualitas rendah. 

2. SUPERAKTIF
Ciri-ciri:
* Bisa tetap fokus. 
Meski sekilas anak ini terus bergerak/ tak bisa diam, tapi dia tidak mengalami gangguan pemusatan perhatian. la tetap fokus dengan apa yang dikerjakannya saat itu. Bila diberikan mainan yang membutuhkan penyelesaian, seperti pasel, ia akan menyelesaikannya. Beda dengan anak hiperaktif, yang cepat bosan dan tak menyelesaikan permainannya.

* Konstruktif. 
Tenaganya yang berlebih digunakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan padanya. Setidaknya, ia akan berusaha untuk menyusun secara konstruktif permainan yang diberikan.

* Bisa merasa lelah. 
Setelah lelah melakukan aktivitasnya, anak juga bisa capek. Biasanya kalau capek, ia akan berhenti dan istirahat/tidur.

* Intelektualitas lebih baik.

3. AKTIF
Ciri-cirinya hampir sama dengan anak superaktif, bedanya, tenaga anak aktif lebih sedikit.
Meski sama-sama terus bergerak, tapi anak aktif punya batasan yang hampir sama dengan anak normal. Umumnya cerdas, ia terus bergerak untuk mencari tahu hal-hal yang membuatnya penasaran. la bisa menyelesaikan dengan baik tugas yang diberikan.  Pada beberapa bidang, umumnya juga lebih kreatif

faktor-faktor penyebab hiperaktif pada anak :

Faktor neurologik

  lamanya proses persalinan,, bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohol.

Faktor toksik
bahan-bahan pengawet memilikipotensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping itu, kadar timah (lead) , ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif.

💐cara yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mendidik dan membimbing anak-anak mereka yang tergolong hiperaktif :

💐Orang tua perlu menambah pengetahuan tentang gangguan hiperaktifitas

💐Kenali kelebihan dan bakat anak

💐Membantu anak dalam bersosialisasi

💐Menggunakan teknik-teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif (misalnya memberikan pujian bila anak makan dengan tertib), memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak

💐Memberikan ruang gerak yang cukup bagi aktivitas anak untuk menyalurkan kelebihan energinya

💐Menerima keterbatasan anak

💐Membangkitkan rasa percaya diri anak

💐Dan bekerja sama dengan guru di sekolah agar guru memahami kondisi anak yang sebenarnnya.

📝 SESI TANYA-JAWAB📝

Pertanyaan :

1. Apa pengertian destruktif dan impulsif?

2.  Anak didik saya, kalau di kelas sukanya (* ketika ustadzahnya membawa tugas untuk di kerjakan nanti, ia pasti pengen tahu dan ingin membawakan buku/kertas tugas untuk di bawanya)

Lalu, kalau dak di turuti  dia dak mau ngaji/ hafalan, tapi kalau di ijinkan ia janji mau hafalan dan ia menepatinya, Trus terkadang, ia dak mau duduk manis anteng mengikuti hafalan yang di berikan, melainkan ia ikut menghafal/ menirukan sambil bergerak *entah duduk pindah2, jalan2, dll

**usianya 3,7th
**dari segi intelektual mampu mengikuti

Nah anak ini termasuk tipe yang mana bu Dewi?
Jazakillah atas solusinya😊

jawaban :

1. destriluktif dan impulsif adlah ciri2 dr anak yg mengalami gangguan perhatian ato hiperaktif...destruktif artinya anak cendrung merusak apa yg ada disekitarnya,misalnya mainnya,alat tulis ato lainnya.....sedang impulsif adlah dia suka melakukan sesuatu tanpa tujuan...misalnya naik turun tangga,lari2 dsb... Ia jg tdk sabaran,suka memotong pertanyaan dan tdk tenang.

2. anak yg usia 3.7 tahun td msih berada dlm tahapan normal/ aktif .krn bs mengikuti pelajaran,masih mau menghapalkn dan menepati janji.dia hy pgin diperhatikan lebih saja oleh ustadzahnya

Pertanyaan  :

3. Bgni bunda...dkls kmi alhamdulillah byk ank istimewa (aktf dn hiperaktif) sebagian besar anak putra...
Peralihan dr kb k tk a ini mmg d butuhkn perjuangan yg ekstra...
Yg pertama kita ajarkn spy ank disiplin msuk kls...jd tau wktunya bermain dan bljr..
Walaupun dkls mrk msh asyik dgn mainannya..
Nah...gmn ya bun..spy ank itu bs mndengarkn omongan kita..nasihat kita...?
Kadang jk usth mngajark dgn metode yg berbeda..ato ngajarkn hal2 yg baru mrk semangat..tp itu tak berlangsung lama..😣😔
Jg ktika usth mengingatkn tntg sesuatu mrk tak menggubrisnya...usth yg dr kb mmg prnh blg k kmi...bhwa ank yg skrg bnr2 istimewa...usthe ngomong ki blas ra d gubris..gitu katanya...

Dn ini mjdikn terkadang semangat kita naik turun...
YaAllah mampukah kmi mengemban  amanah ini..?

Mohon bunda solusinya..smg bs mjd inspirasi dan pnyemangat untk kmi..
Terimakasih...

Jawaban :

3. kita tdk boleh buru2 mengecap seorang anak HIPERAKTIF....krn anak hiperaktif itu benar2 terjd gangguan di otaknya....yg paling menonjol adlh TDK BISA BERKONSENTRASI lama( 5 menit).. Jd selama dia msh bs kinsentrasi hafalan,nyambung diajak bicara,mau mengerjakan tugas walo hrs diksih reward...mk dia bukan anak HIPERAKTIF...bs jd mereka hy kurang perhatian dr ortu akhirnya terbwa ke sekolah...anak2 KB memang rata2 seprrti itu,krn memang namanya sj kelompok bermain...dan ktk mreka pindah TK,nreka msih membwa kbiasaan utk bermain spt pas di KB....jd usahakn dlm memberi materi tetep ada unsur bermainnya biar anak merasa diajak bermain walo sbenarnya itu sudah msuk materi.
Trs jgn lupa tetep berdoa pd Allah agar ucapan2 kt dipahami dan di mengerti anak2. ...selanjutnya jgn lupa sering diskusi dg ortu anak2.... Krn nurut ane,mereka kurang perhatian dan ksih sayang dr keluarga sehingga tingkah laku mereka aneh2 biar ustadzah memperhatikan mereka.

Kegiatan real utk anak hiperaktif....misalnya anak kelebihan energi dlm hal memukul2,mk kita salurkan ke kegiatan drun band,ato tinju.....suka mencoret2,bs kita arahkn utk menggambar ato kalo ia merusak mainan bs kt arahkn ke bongkar pasang.....INGET nggeh,bukan berarti anak hiperaktif itu gak bs normal.instaAllah bs normal bila penanganan tepat dan ortu byk berdoa pd Allah utk kesembuhannya.selain itu bs diterapi pisik juga misalnya di pijit,bekam atau lainnya

Sebnarnya semua anak itu berbakat utk mjd anak pandai,tp krn kurang stimulus mk bakatnya anak jd tdk kluar.ortu yg terlalu sibuk dan tdk nggagas pendidikan anak mk dg sengaja/ tdk sengaja mereka telah membunuh kpandaian,watak dan karakter anak sehingga anak menjadi lelet dan agak lambat.....jd mhon diskusi sama orangtua nggeh biar masalahnya terbantu.

Alhamdulillah.....
wa Barokallohufikun

Thursday, August 6, 2015

Bahagia itu Sederhana

Meluangkan suatu sore, bemain bersama anak di alam bebas. Menari di bawah cahaya kuning senja, dalam kegembiraan cinta.

Bahagia itu sederhana. Saat kita menikmati kebersamaan dengan yang tercinta.
Bagi Revo, alam adalah panggilan jiwa. Sangat betah ia berkelana, mengamati pepohonan dan mencoba memanjat. Juga melihat binatang kecil yang mempesona.

Wednesday, July 1, 2015

Dasyatnya Efek Puasa Seorang Ibu Hamil

Kisah nyata ini dialami seorang sahabat saya. Perempuan luar biasa dengan 8 putra-putri yang penuh kisah hikmah.
Selamat menyimak, semoga anda tercerahkan, sebagaimana saya. 

***

Kakek dan nenek itu nampak jengkel. Bergegas mereka menegur anak dan menantunya.
"Jangan kamu siksa anakmu!"
Begitu nasehat dari mereka, saat melihat cucu kesayangannya tergeletak lemas.


"Kami tidak menyuruhnya berpuasa, itu kemauannya sendiri" jelas pasangan muda itu.
Yah, putra ke 4 mereka yang baru berusia 4 tahun, terbangun saat sahur pertama.  Terheran ia melihat seluruh aggota keluarga duduk mengelilingi meja makan. 

"Mengapa semua orang makan?"
"Kita sedang makan sahur, mengikuti sunnah Rasul sebelum berpuasa"
"Aku juga mau puasa, aku mau makan sahur"


Sungguh manis, si kecil itu ikut makan sahur, makan sendiri tanpa di suap.
"Puasanya sampai kapan, Bi?"
"Kalau abi sampai adzan maghrib. Kalau kamu boleh sampai adzan dhuhur"
Ia betfikir sejenak. 
"Tidak, aku juga sampai maghrib." Katanya.

Melewati hari pertama yang panjang, sungguh menghawatirkan bagi pasangan muda itu. Putra ke 4 yang baru 4 tahun, masih teguh berpuasa. Tak mau dibujuk untuk berbuka saat adzan dhuhur berkumandang. Sekalipun ia telah tergeletak lemas.

"Aku mau puasa, aku mau masuk surga melalui pintu Arroyan!"
Kakek neneknya tak mau menyerah, gagal membujuk dengan halus, mereka menyusun strategi untuk membuat cucunya mau berbuka.
Diam-diam mereka menyiapkan makanan yang enak, kesukaan sang cucu. Lalu mendekati cucunya yang sedang berdiam diri, lantas tiba-tiba memeluk dan menyuapkan makanan.

Apa yang tetjadi?
Sang cucu menjerit dan menangis keras.
"Hu...hu....Aku mau puasa...aku kuat puasa, kenapa di suruh berbuka?"
Tangisan pilu itu melengking, sambil memuntahkan makanan yang berhasil disuapkan Neneknya. 
Semua makin terharu. 

Subhanallah.
Bagaimana bisa ada anak yang seperti itu? Apa rahasia pendidikan anak dari pasangan muda itu?

"Saat istri saya hamil, anak ke 4, ia berpuasa sekalipun sudah dekat waktu melahirkan", tutur sang suami.

"Umi benar kuat berpuasa?"
"Insya Allah, Bi. Dengan idzin Allah, Umi kuat"
Dialog mesra penuh cinta yang saling menguatkan dalam beribadah mengarungi kehidupan keluarga.

Bejihadlah mereka berdua. Di malam hari, sang ibu hamil, berusaha memenuhi kebutuhan gizi untuk putra dalam rahimnya.
Hingga hari ke 17 Ramadhan,  terasalah akan melahirkan. Saat di rumah sakit, pada tenaga medis membujuk sang ibu untuk berbuka.

"Ibu makan minum ya, biar kuat saat mengejan."
"Tidak, saya akan tetap berpuasa sampai melahirkan....Insya Allah saya kuat."

Pada kenyataannya, proses kelahiran berlangsung lancar, bahkan tanpa jahitan. 
Memasuki masa nifas, barulah ibu muda itu berbuka puasa dengan penuh kesyukuran.

Episode itu, rupanya tarbiyah dari Allah pada putra mereka. Hingga sejak usia 4 tahun, ia meminta berpuasa sehari penuh. Tanpa latihan. Bahkan sebulan penuh.
Seterusnya ia puasa Senin-Kamis, bahkan memasuki usia SMP, ia mulai berpuasa Daud. Hingga kini saat menempuh kuliah di salah satu kampus ternama. Puasa Daud menjadikan ia sangat hemat, dan hanya bersedia menerima sedikit kiriman uang dari orang tuanya.

"Rp.350.000 sudah cukup, Mi."
Begitu cara ia menolak tambahan kiriman bulanan.

Ayah bunda, keajaiban dan keunikan pengaruh puasa ini, mungkin saja terjadi pada anda. Mungkin juga karunia spesial dari Allah untuk keluarga penuh berkah ini.

Tiap ibu hamil memiliki kondisinya masing-masing. Ada yang sehat, kuat dan diijinkan puasa. Mungkin juga ada yang berat dan udzur untuk berpuasa. Memang Allah tak ingin memberatkan hambanya. Anda yang tengah hamil dan ingin tetap berpuasa, dapat berkonsultasi dengan orang yang memiliki kompetensi.

Namun pasangan muda ini, memilih menyiapkan diri mereka untuk tetap menjalani ibadah Ramadhan dengan sepenuh kesungguhan . Mereka yakin, Ramadhan adalah sarana tarbiyah dari Allah, untuk keluarga mereka, termasuk putra yang masih dalam rahim.

Hingga sepanjang membesarkan 8 anak, ibu hebat ini selalu berpuasa, bahkan saat masa menyusui. Kecuali jika haid dan nifas, tentu saja.

Siapakah mereka?
Penasaran, ya?

Mereka adalah pasangan Ibu Nunung Bintari dan Ust. Arif Rahman Hakim. Semoga Allah jaga mereka dalam istiqomah dan Allah limpahkan banyak keberkahan dalam kehidupan mereka yang sederhana. Agar bisa menjadi teladan kehidupan bagi sesiapa saja. 
Amiin.


Tulisan pertamaku, di hari ke 14 Ramadhan.

Tuesday, May 19, 2015

Ketika Engkau Tak Mau Lagi Dipeluk....

Kadang kulihat orang tua mengeluhkan kerempongannya dengan anak-anak. Punya balita lebih dari satu memang seru-seru heboh. Namun tidak semua orang tua cukup punya ruang luas kesabaran. Tentu saya pun pernah mengalaminya. Semua itu adalah proses belajar sebagai orang tua.

Sesungguhnya masa anak lekat pada orang tua tidak terlalu lama. Saat mereka memasuki bangku sekolah, perhatian telah teralih pada teman-teman dan gurunya. Tak lagi sepenuhnya pada orang tua.

Seperti pada usia Revo yang menjelang 8 tahun, ia terkadang tak mau dipangku-pangku atau dipeluk. Padahal nih, emaknya masih saja ingin peluk-peluk. Kadang juga ia minta sendiri pelukan dan ciuman jika rindu.

Kemarin sekembali dari acara keluarga-yang Revo tidak mau ikut hadir- saya memanggilnya,
"Po, sini...!"
"Apa sih?"
"Sini pangku, Umi kangen."
Dengan enggan Revo datang ke pangkuanku.

"Tadi di rumah eyang, Umi pangku Vera, Umi peluk dan cium, Vera nurut. Umi bilang ke Vera, kalau Revo sudah enggak suka dipeluk ..." bisikku padanya.
Vera itu anaknya sepupu. Usianya sama dengan Revo.

"Umi, jangan bilang gitu dong. Aku jadi cemburu..."

Haha... Revo cemburu. Saya lantas memeluknya erat dan Revo pun membalas pelukanku.
"Emangnya, kamu masih mau dipeluk Umi?"

"Aku mau kok dipeluk dan dicium, tapi jangan di sekolahku...."

Haha... kami tertawa bersama.
"Malu ya...ketahuan temannya?"
"Iya..."

Nah, pada usia berapa anak anda mulai enggan dipeluk?

Pertanyaan itu, saya lontarkan pada ibu-ibu dalam sebuah kesempatan.

Jawabnya beragam, tetapi mengerucut   pada usia sekitaran 9-10 tahun. Anak SMP-SMA, apalagi. Tanpa alasan khusus, jarang yang merelakan dirinya dipeluk dan dicium orang tuanya.
Alasan khusus itu misal dalam momen ulang tahun, mau pergi jauh, atau pulang dari acara yang cukup lama.

Berasa aneh ketika tanpa alasan langsung peluk-peluk.
"Ngapain sih, umi peluk-peluk aku...?" tanya Revo "aku sudah besar."

"Oh ya, lupa, " jawabku, "gemas, sih lihat kamu!"
"Waa...monster peluk...monster cium!" katanya.

Sekalipun demikian, ia menikmati. Bahkan meminta lagi.
"Lagi...lagi...aku mau dipeluk!"

Ah, entah sampai kapan.
Anda, para orang tua, apakah juga seperti saya?

Wednesday, March 18, 2015

Diary Revo 18 Maret 2015


Revo sungguh ceria. Senang melihatnya pulang sekolah dengan senyuman.
“Hah, ini hari kebencianku yang terakhir!” serunya saat masuk rumah. Itu kalimat pertama setelah mengucap salam.
Aku terkejut sekaligus heran.

“Mengapa hari kebencian dan mengapa terakhir, Po?’
“Karena aku enggak suka hari ini, tapi besok aku senang...”
Serunya penuh semangat.
“Mengapa ya, besok Revo senang...?” pertanyaan retoris edisi emak penasaran.
“Kan, mau nengok bang Dif...”

Oya, saya menjanjikan besok pulang sekolah akan membawa Revo menengok abangnya yang nyantri di Semarang.
Kerinduan Revo pada abangnya memang terasa pahit dan sekaligus manis.
Manis saat mengenang semua kegembiraan bersama abangnya. Pahit saat merasakan kesepian tanpa teman bermain yang cocok.

“Mi, kuberi tahu ya, “ katanya serius,” temanku Andre itu, tergoda oleh kecantikan Nina dan Vivi lho...”
Hah?!
Gantian telingaku yang menjadi tegak. Itu adalah nama-nama teman sekelasnya.
Sambil menemani Revo makan camilan, saya berfikir keras.
Mencari kata-kata yang tepat untuk merespon dan menggali lebih jauh tanpa membuat dia jengah.




“Maksudnya apa, kamu mendengar sendiri dari Andre?’
“Iya, tadi ditanya ustadzah satu persatu...”
Aduuh ustadzah nanya apa ya, kok jawabannya sampai segitunya.
“Ustadzah bertanya,”ia berhenti sejenak, seolah membaca pertanyaan di benakku,” apa yang kamu keluhkan dari sekolah ini?”
Hufh ternyata....

“Aku jawab pusing. Kalau di sekolah aku sering pusing, kalau Andre bilang keluhannya tergoda oleh kecantikan Nina dan Vivi....ada yang bilang terganggu karena temannya berisik. Ada yang kepanasan...ada yang diganggu....” Revo terus menyerocos.

Anak kecil memang polos. Apa yang ada dalam fikirannya itulah yang ia ucapkan. Tapi mengejutkan bahwa ada anak usia 8 tahun yang tergoda kecantikan temannya. Sepertinya orang tuanya layak waspada. Apa saja bacaan atau tontonannya, atau siapa teman bergaulnya sehingga ia sudah mempersepsi yang demikian. Tentu tak ada orang tua yang mengajarkan atau mengharapkan anaknya 'dewasa' sebelum waktunya.

Kulihat Revo masih berteman dengan Tifa, gadis kecil sahabatnya yang seringkali mengikuti kemanapun Revo pergi. Revo perlakukan Tifa sebagaimana Aufa atau Bintang, anggota gengnya. Kadang diajak main bola, lari-lari, main lego bersama, mengerjakan PR atau makan bersama. Bertukar mainan dan saling membagi voucher. Tak ada yang istimewa terkait perhatian pada fisik dsb.

Kalau Tifa kelihatan sedikit poninya dari kerudungnya yang acak-acakan karena dipakai memanjat atau berlarian, Revo akan berteriak:
“Tif, rambutmu kelihatan!”

Tifa kecil kadang peduli, kadang juga cuek dengan peringatan itu. Dan Revo tetap akan reseh mengingatkan sampai Tifa merespon dengan merapikan poninya.
Kembali ke pertanyaan ustadzah tadi. Sepertinya perlu ya secara berkala para guru bertanya demikian pada siswa. Dengannya, guru menjadi mengerti apa keluhan dan harapan para siswa kelas 2 SD ini. 

Lebih bagus lagi jika catatan tindak lanjut atas survei kecil-kecilan itu diteruskan pada fihak terkait. Misalnya ada catatan untuk orang tua, ada yang untuk anak-anak, ada yang untuk guru dan ada yang untuk sekolah. Hal demikian bagian dari deteksi dini dan mencari penanganan yang sesuai.

***

Bakda sholat maghrib, Revo memamerkan sejumlah gambar model lego.
“Jika diijinkan, aku mau beli ya ini. Kalau enggak boleh, yang ini, kalau enggak boleh, yang ini pasti boleh”
Dengan pintarnya, ia menunjukkan lego yang ukuran menengah, lalu lebih kecil, lalu yang paling kecil.

“Mungkin harganya seratus ribu atau malah lima puluh ribu,” lanjutnya menjelaskan.
“Boleh?” ia bertanya karena saya masih tersenyum saja memandangnya.
“Boleh kalau Revo...”
“Tertib!” sahutnya cepat.
“Yup!”
“Kalau yang ini...pasti enggak boleh!” katanya sambil menunjuk gambar rumah-rumahan yang agak besar.
“Mungkin ini harganya 400 ribu...”

“Waah mahal sekali,” kata Eyangnya menimpali,” kamu harus bisa cari uang sendiri kalau mau beli mainan mahal,” lanjut eyang.
“Iya kok, aku mau cari uang, hari Jumat akan mau jualan pisang goreng!” tukas Revo penuh semangat.

Haha, pisang goreng adalah dagangan favorit Revo saat market day. Kalau enggak laku akan dia memakan sendiri, tapi biasanya habis diborong para ustadzahnya.
“Tapi Umi sedang enggak punya pisang, Po. Jadi jualan permen sunduk saja ya...” kataku.

“Oh ya, kan aku mau menulis buku. Jadi nanti aku terkenal dan bukunya laris. Aku kalau besar mau jadi penulis seperti Abi Umi, kemana-mana jalan-jalan dan bukunya banyak”
“Alhamdulillah, semoga tercapai harapanmu, Nak” doaku sambil memeluknya.
“Sekarang saja aku mulai menulis, di komputer ya, Mi?” Ia bergegas mengajakku ke ruang tengah.

Saya menyalakan PC dan Revo berusaha menuliskan sebuah cerita.
 “Aku menulis apa ya Mi?” tanyanya sebelum memulai.
“Tuliskan saja apa yang kau alami dan pengalamanmu hari ini. Kamu juga boleh mengarang cerita, seperti yang dilakukan Umi tadi pagi. Tadi pagi Umi cerita apa?” aku mengetes perhatian dan ingatannya.

“Umi cerita tentang Pangeran kecil”
“Benar, Pangeran kecil itu tak pernah ada...itu namanya karangan. Seperti juga kisah Cinderela, atau Naruto, mereka tak pernah ada, hanya karangan”
“Tapi Umi bilang ‘pada jaman dulu..’”
“Yah, pada jaman dulu itu kalimat pembuka, tapi tidak selalu terjadi. Itu yang disebut fiksi.”

“Oke aku mulai menulis deh.” Lalu mulailah Revo mengetik kalimat pertama. Lalu kalimat kedua. Saya membacanya.
“ Kapan kamu mandi sendiri, Po?” Seingatku tadi pagi aku membantunya menyelesaikan acara mandi.
“Kata Umi boleh mengarang, jadi aku mengarang sebagian.”

Aku mengangguk-angguk. Setelah selesai ia menunjukkan karyanya. Anda mau tahu? Ini dia.


Buku Revo

Revo hari ini sangat tertib.
Makan sendiri mandi sendiri.
Berangkat sekolah tepat waktu.
Lalu langsung shalat ashar.
Alhamdulillah semoga besok lebih baik dari pada hari ini.


Sebenarnyalah ia tidak terlalu tertib, tapi saya tak meluruskan tulisan itu karena sebelumnya kami berdialog tentang buku fiksi dan non fiksi.
Kuanggap saja itu adalah harapan dirinya, seorang anak 7,5 tahun, untuk menjadi lebih baik. Semoga, amiin.


Sunday, March 8, 2015

Air Mata Putriku dan "Masihkah ada harapan untuk Kami"


Kulihat putriku tertunduk dalam diam. Beberapa kali ia menyeka matanya. Saya tahu diam-diam ia menangis dan saya tak bertanya mengapa ia menangis. Bahkan memilih tak mengusiknya. Di tangannya ada buku Masihkan Ada Harapan untuk Kami.

Tadi ia bertanya.
"Umi itu sibuk ngapain?"

Ya memang biasanya saya sibuk packing. Tapi tidak seperti biasanya. Malam Ahad ini sangat sibuk karena postingan berjudul "Kesalahan yang membawa berkah" yang beredar di banyak grup WA. Yang ingin tahu postingan tersebut ada di sini.

"Pesanan buku ini tak terkendali. Banyak orang cinta Palestina" jawabku.
"Mana aku baca bukunya" pintanya.

Buku MAH-dokpri

Kuulurkan satu yang telah kubuka segelnya. Segeralah ia tenggelam dalam 90 surat anak Palestina. Ada sekitar dua jam ia lahap tanpa jeda. Tanpa kata-kata.
Sekali lagi saya tak ingin mengusiknya. Saat ia terlarut dan menyusut air mata diam-diam, saya bahkan pura-pura tak melihatnya. Saya bersabar, nanti saja setelah selesai kita diskusikan bersama.

Sudah cukup larut ketika jam 22.30 ia tutup lembar terakhir buku MAH. Saatnya kami berbicara.
"Apa pendapatmu tentang buku itu?"
Putriku kelas1 SMA, kutu buku. Telah banyak ragam bacaannya. Jadi saya ingin tahu pendapatnya.
"Semua tentang membalas Yahudi. Hanya ada satu anak yang menuliskan harapan dan doa agar Yahudi menjadi baik." Ia berhenti sejenak.

"Tapi bisa dibayangkan karena mereka menghadapi konflik yang terus menerus," lanjutnya. Saya terus mendengarkan saja.

"Mereka ingin merdeka dan berdaulat secara politik, tapi tak ada yang ingin jadi politisi. Kebanyakan ingin jadi dokter, arsitek, guru, tentara ... padahal tentu butuh banyak politisi "
Hah. Saya malah enggak kepikiran sampai ke sana.

"Halaman berapa saja yang menarik menurutmu?"
" Ini halaman 77, 125, 191...aku tidak menandai semuanya. Misalnya ini. Muhammad Alyan, usia 12 tahun. Suratnya bagus. Ia merasa terhormat karena telah dipilih Allah menjaga masjidil Aqsa....." Selengkapnya surat Muhammad Alyan ada di sini.
Kami terus berdialog tentang buku MAH. Senang menghabiskan malam Ahad ini dengan diskusi bersama putriku.

Anda yang penasaran bisa indent untuk cetakan kedua buku "Masihkah Ada harapan untuk Kami?". Cetakan pertama telah ludes.

Silahkan melalui twitter @lailacahyadi untuk pesanan indent. Walaupun harga jual dan nilai donasi belum ditetapkan.



buku "Masihkah Ada harapan Untuk Kami?"
Surat sahabat dari Palestina, cetakan pertama 2009, PT Era Inter Media.

Tebal 225 hal. Ukuran 22 x 18 x 1.2 cm


Friday, February 13, 2015

Mimpi Habibie dari Palangkaraya



Badannya yang padat berisi tak menghalangi lelaki kecil itu bergerak lincah mengikuti ambisiku mengabadikan suasana malam Masjid Agung Palangkaraya.

Saya terus saja mengitari bangunan, dan ia mengiringi dengan cerita seputar renovasi masjid. Sekalipun masih dalam proses renovasi, tak mengurangi keelokan masjid dibawah remang cahaya lampu malam yang menyembunyikan tangga besi penyangga.

Kutu buku -dokpri
Habibie, anak kelas lima SD itu seolah menjadi guideku selama di Palangkaraya. Dengan fasih ia menceritakan masjid besar mana saja yang bacaan imamnya bagus di Palangkaraya. Menceritakan bahwa renovasi masjid Agung ini ditargetkan selesai 2015. Bahwa seperti apa nantinya fasilitas dan kelengkapannya.

Bukan hanya tentang masjid, Habibie menguasai beberapa cerita sejarah dan tempat bersejarah di Palangkaraya. Saya sungguh terpikat dengan minatnya pada berbagai-bagai hal. Dengan sukarela ia membahas beberapa tema layaknya orang dewasa. Kosa kata yang sungguh berwarna menandakan berapa banyak ragam bacaannya.

"Do you want to have a flying carpet? And why?"

Tuesday, February 10, 2015

Sekolah Sahabat Alam Palangkaraya: “Di Sini Siswa Tak memiliki Seragam!”



Di Palangkaraya, saya takjub melihat lahan memanjang berpagar batako tinggi di tiga sisinya. Lahan pinjaman ini tak menampak sebagai umumnya sebuah sekolah, kecuali plang penanda di bagian depan: SDIT Sahabat Alam. Kendati dalam plang hanya tertulis SDIT, tetapi disini terdapat aktivitas belajar sejak jenjang play group, TK hingga SMP. Bahkan ada 29 siswa ABK dari seluruhnya 170 siswa dalam berbagai jenjang.

Apa yang unik dan menarik dari sekolah alam ini?

kolam ikan berpagar alam- dokpri

Saya telah mengunjungi beberapa sekolah alam di berbagai tempat di Indonesia. Pada umumnya memiliki ciri memiliki lahan yang luas dan sangat dekat dengan alam. Tetapi di sini, lingkungannya benar-benar dibiarkan menjadi miniatur alam.

“Pertama kali melihat, ketika anak saya pindah ke sini, saya risih dengan rimbunnya semak dan perdu di lingkungan sekolah,” ungkap seorang wali siswa,

Anak-anak Masa Depan


Di Bundaran besar  kutemui kemeriahan pasar pagi. Ada banyak aktivitas di pusat kota ini, pedagang aneka makanan sarapan maupun kudapan, dan juga rupa-rupa dagangan lain. Banyak juga orang datang berolah raga bersama keluarga atau  teman. Banyak yang bergabung senam bersama, bersepeda, atau berseluncur dengan sepatu roda. Juga bermain sepak bola bersama teman sebaya.
Untuk anak-anak ada beberapa mainan yang bisa disewa. Jadilah pasar pagi ini alternatif wisata keluarga di kota Palangkaraya.

Diantara pemilik lapak ada yang menarik perhatian  para pengunjung. Barang dagangannya biasa saja, alat tulis dan perlengkapan sekolah. Yang istimewa adalah penjualnya: beberapa anak kecil.

Terkadang muncul juga komentar orang:
"Kasihan anak sekecil itu disuruh kerja, kemana orang tuanya?"

 



Apakah mereka anak-anak yang tidak mampu? Tidak juga. 
Saya beruntung bisa menemui anak-anak 'hebat' ini dan juga ayah bundanya.
Mereka adalah anak berusia kelas 2, kelas 1, dan TK. Sebut saja namanya Qonita, lalu Disya dan dua adiknya yakni 'Aina dan Dira.

Awal mulanya adalah semangat berwirausaha yang diajarkan disekolah mereka. Anak-anak diajari untuk menjadi calon pengusaha oleh ibu guru mereka. Ternyata mereka cukup berbakat.

Qonita, pemilik lapak itu, masih duduk di bangku kelas 1 SD. Sejak masih TK kecil, rupanya ia mewarisi bakat dua neneknya yang menjadi pedagang kelontong dan penjual tahu. Ia meminta ibundanya untuk memberikan barang dagangan berupa alat tulis. Dijualnya di sekolah saat istirahat atau sebelum pulang. Ternyata laku dan bahkan memiliki pelanggan.

Aktivitas itu berlanjut hingga Qonita SD sekarang ini. Sekitar dua bulan yang lalu, ia survai tempat bersama Qodisya  bersaudara. Survei ala anak-anak ini dilakukan pada Ahad pagi saat mereka berjalan-jalan di Bundaran besar. Pada pekan berikutnya,  kongsi gadis-gadis kecil ini minta ijin kepada ortunya untuk berjualan.

"Itu maunya dia, jadi kami turuti saja. Setiap hari Ahad kami jadi bergantian menemani anak-anak berjualan. Tidak lama hanya pagi sampai sekitar jam 8."
Tutur bunda Qonita.

Pada awal buka lapak, Qonita malu-malu dan bersembunyi di belakang bundanya. Apalagi jika ada teman sekolahnya menyambangi lapak. Sekarang tidak lagi. Bahkan ia telah berteman dengan beberapa tetangga lapaknya. Jika bunda berhalangan dan tidak bisa menemani, maka ayahnya yang berjaga. Sang ayah tidak duduk manis, tapi joging keliling lapangan, dan setiap kali mampir ke lapak anaknya.

Qonita adalah anak yang gigih dan punya cita-cita yang tinggi. Dulu laba acara jualan di sekolah, diinfaqkannya untuk perjuangan rakyat Palestina. Bersama kakaknya Qonita membuka tabungan donasi untuk Palestina. Allahu akbar!

Setelah tersalurkan, ia mengetahui bahwa bundanya sedang menabung untuk bisa berhaji. Maka gantian ia meniatkan seluruh laba tabungannya untuk mengisi tabungan haji bundanya.

"Aku mau bantu bunda biar bisa pergi ke tanah suci." Begitu tekatnya.
Maka bundanya menemaninya menukar uang hasil jualan yang berupa recehan. Ditukar dengan uang lima puluhan ribu dan diantarlah oleh bundanya, untuk melakukan setoran tunai di mesin ATM.

Qonita kecil telah bisa melakukan setoran tunai di atm dengan ditemani bundanya. Ia melihat sendiri setiap kelipatan lima puluh ribu laba jualannya, menambah saldo tabungan haji sang bunda. Subhanallah.

Minggu ini, libur dulu.

Sejak meluaskan sayap bisnis dengan lapak di Bundaran besar, Qonita punya mimpi baru: membeli sepeda. Oleh karenanya, ia menabung laba hasil penjualannya di rumah, dalam kotak bekas tempat hp sang ayah.

"Sebenarnya saya bisa membelikannya sepeda, tapi menunggu giliran setelah kakaknya. Namun Qonita berkeras untuk membeli dengan uang hasil usahanya sendiri," kata bundanya.

Mau tak mau ayah bundanya mendukung keinginan itu. Sebagai bentuk konkritnya, bunda yang berbelanja barang dagangan, mengantar jemput mereka dan menemani berjualan.

Hmm memang berapa omset penjualan anak-anak itu?
Ternyata lumayan juga.
"Kadang mencapai Rp. 250.000, kadang 50.000. Tidak pasti"

Yang jelas dari acara berjualan di sekolah setiap hari dan di Bundaran pada hari Ahad, selama sebulan ini Qonita telah memiliki aset Rp.500.000. Modalnya Rp.250.000. Jadi sudah laba 100%. Laba yang cukup besar untuk anak kelas 1 SD setelah dipotong biaya operasional, yaitu sarapan pagi bersama teman-teman.

Namun uang itu belum cukup untuk membeli sepeda impian Qonita. Bundanya telah mengantarkannya memilih ke toko sepeda. Ia menginginkan sepeda cantik seharga Rp.800.000. Jadi ia masih bersabar barang beberapa  bulan lagi untuk mewujudkan mimpinya.

Dalam kongsi itu ada Dira yang belum berusia 4 tahun. Ia bersemangat ikut hadir menyemarakkan lapak karena ia akan mewarisi sepeda lama Qonita. Adapun dua kakak Dira, yaitu Disya dan  'Aina, senang dan kompak saja menemani sahabat mereka. Setelah lelah dan haus, Qonita akan mentraktir mereka makan dan minum di lapak kuliner yabg mereka inginkan.

Merayakan hasil penjualan.

Saya pribadi salut dengan semangat anak-anak itu. Juga dengan bagaimana orang tuanya telaten mendampingi dan mendukung bakat Qonita cs. Di saat anak lain masih merengek menangis minta dibelikan mainan, minta dibelikan pulsa atau ini itu lainnya, tak demikian dengan Qonita. Ia telah berjuang mewujudkan mimpinya. Ia bahkan telah melakukan birul walidain dengan mengisi tabungan haji orang tuanya. Ia juga telah mengajarkan kepedulian kepada perjuangan rakyat Palestina.

Orang tuanya tak ingin merusak atau mematikan bakat anaknya. Mereka menebalkan muka dari praduga atau mungkin komentar negatif orang lain, justru demi merawat jiwa dan potensi anak-anak itu.
"Tega-teganya orang tua mengkaryakan anaknya."

Mungkin begitu pandangan orang. Tapi orang lain tahu apa? Anak-anak itu bermain dan bersenang-senang membuka lapak. Jika dilarang justru mereka akan sedih dan marah.

Mereka menikmati proses menggelar dan menata dagangan, melayani pembeli, menghitung uang kembalian. Dan kegembiraan bertambah saat menikmati acara sarapan kuliner yang mereka minati selepas berjualan. Membayar bubur ayam dan es milo kesukaan mereka, dengan uang hasil jerih payah sendiri.

Dan kegembiraan lebih lagi saat menghitung pemasukan dan laba. Semua adalah 'permainan' yang menyenangkan  bagi mereka. Permainan yang bisa jadi kelak akan menjadikan mereka pebisnis tangguh. 


Jika anda menjadi orang tua mereka, bagaimana sikap anda?