Showing posts with label catatan perjalanan. Show all posts
Showing posts with label catatan perjalanan. Show all posts

Monday, January 25, 2016

Laura and Marry di Sovereign Hill.

Ingat film minggu siang sekitar tahun 80-an. Saat itu saya masih duduk di bangku SD dan SMP. Little house in the Prairie adalah film yang diangkat dari diary gadis kecil Laura.
Sekalipun basic cerita itu di Amerika, namun saya seolah melihat mereka hidup kembali di Sovereign hill, Ballarat.
Saya nukilkan gambar-gambar mereka ya.

Sunday, November 22, 2015

Revo Hilang

Kehilangan anak saat di keramaian, barangkali dialami oleh banyak orang tua. Sayapun pernah kehilangan Revo, beberapa kali malah.

Pertama kali saat Revo berusia sekitar 3 tahun. Kami sekeluarga piknik ke kebun binatang Gembira Loka, Jogjakarta. Sebenarnya acara utama sudah berjalan dengan baik, kami sedang menuju pintu keluar ketika saya menyadari payung kami ketinggalan di dekat dermaga naik kapal.

"Abi, titip Revo. Tolong digandeng. Aku ambil payung yang ketinggalan" pesanku pada suami.
Setahuku, beliau mengiyakan dan mengambil alih tangan Revo yang sedang ingin berjalan sendiri.

Bergegas saya menyalahi arus menuju arah dermaga kapal. Setelah kembali dan bertemu rombongan, saya tidak melihat Revo.

"Dimana Revo?"
Semua baru tersadarkan, bahwa Revo tidak bersama mereka.
Semua berpencar, dan mencari ke semua arah. Kami saling berkomunikasi melaporkan perkembangan.

Plan B jika tidak ketemu, barulah melapor ke sekuriti dan informasi.
Alhamdulillah Revo ditemukan. Dia tengah menangis dan orang-orang berkerumun mengelilinginya. Rupanya Revo ketakutan karena ditanya-tanya. Ia mengusir semua yang berusaha mendekat.

Menurut pengakuan Revo, ia mengikuti orang laki-laki yang dikiranya Abi. Ternyata salah orang.

Happy end.
Setidaknya untuk saat itu. Selanjutnya kami lebih berhati-hati jika pergi dengan Revo.

Selain itu, kami melakukan edukasi bagaimana Revo harus bersikap jika terpisah dari rombongan. Seperti menghafal nama, nama orang tua, nomer telepon dan alamat rumah. Kemudian diam di tempat saat menyadari mulai terpisah, atau meminta tolong pada petugas. Bagaimana cara meminta tolong, kami latihkan dengan dialog.

Cerita berulang saat kami mengunjungi Taman Safari. Revo terpisah lagi, tapi ia tak menyadari. Ia hanya asyik menonton tayangan di layar edukasi, bersama rombongan anak sekolah yang kebetulan kami lewati.

Begitu sadar kehilangan Revo, yang kala itu berusia 5 tahun, saya segera melacak kembali rute perjalanan kami. Dan  kutemukan dia tengan Asyik duduk manis menonton film animal. Tak menyadari bahwa kami lumayan panik mencarinya.

Hari ini Revo bukan hilang, tapi menghilangkan diri. Saya dan suami sedang ada acara Seminar di Magelang, Revo pergi ke Borobudur bersama kakak kedua dan sohib kakaknya.

Saat di puncak dan kakak asyik berfoto ria, Revo minta ijin turun. Dikiralah oleh kakaknya, cuma turun 1 tingkat. Beberapa waktu kemudian, dua gadis itu disibukkan mencari Revo, berputar dari satu lantai ke lantai berikutnya. Hingga ke bawah, tak jua ditemukan.

Merekapun lapor pada satpam dan menuju bagian informasi. Hari Ahad itu, pengunjung lumayan ramai, jadi tidak mudah mencari seorang lelaki kecil usia 8 tahun.

Apa yang terjadi pada Revo?
Setelah pamitan, Revo bergegas turun. Terus, hingga ke pelataran. Ia menunggu kakaknya sambil  memperhatikan orang-orang yang lalu lalang. Menonton para penjaja mainan. Asyik.

Lamaa, tak juga turun yang dinanti. Akhirnya Revo memutuskan berjalan ke parkiran hendak mencari mobil. Saat ia berputar-putar, mungkin ia nampak kebingungan dalam keramaian.

Sepasang  suami istri menanyainya.
"Adik rombongannya dimana? Dari mana?"
"Aku dari Jogja, sama kakakku, tapi aku hilang."

Pasangan itu lalu mengajak Revo menemui satpam. Revo ditanya beberapa informasi, lalu diantar mencari mobil kami. Saat itulah mereka bertemu dengan driver kami, yang telah diberitahu 'hilangnya' Revo. Dia tengah berputar mencari di pintu keluar.

Bersamaan dengan itu, tersiar melalui informasi, pengumuman ke seantero kawasan candi...

" ...ananda Revolusi, ditunggu kakaknya di ruang informasi..."

Dan tentu saja Revo tak lagi mendengarkan, karena dia telah berada di dalam mobil dengan aman.

Kakaknya telah kehilangan selera menjelajah candi, karena kaki pegal setelah main petak umpet dalam pencarian Revo. Mereka bersegera menjemput kami di tempat acara.

Baru sedikit foto-foto yang sempat dijepret. Tidak pula kepikiran beli suvenir...haha.
Sementara kakaknya cemas, bagaimana perasaan Revo?

"Biasa saja...."
"Kamu deg-degan ?"tanyaku, setelah mendengar cerita itu.
"Enggak!"

"Hehe....anak hebat, Po.
Tapi lain kali, jangan hilang lagi ya!"
"Oke!" Jawabnya mantap.
Amiin.

Setiap kejadian adalah pelajaran kehidupan yang akan membuat anak-anak makin tangguh. Insya Allah.



Saturday, October 31, 2015

Melbourne, I Am Coming!

Menginap di pesawat, bagaimanapun terasa kurang nyaman. Sekalipun pramugari ramah dan makanan juga berlimpah. 

Bolak-balik tak ada posisi yang bikin pulas. Yaah kelas ekonomi...haha.
Pesawat ini cukup luas. Kursi penumpang berjajar 3 kursi dalam 3 lajur. Terkadang harus antri toilet juga. Alhamdulillah apapun rasanya, pagi ini kami mendarat dengan penuh semangat 
Antrian mengular pada pemeriksaan imigrasi, tak menyurutkan semangat kami. Hampir 1 jam, dan berujung pada beberapa pertanyaan klise.

"How long will stay?"
"Holiday? Visit friend?"

Melbourne, perjalanan yang tertunda

Diperjalankan (1)

Memandang keluar jendela, sebelum pesawat take off, pada suatu senja di Soeta, aku tercenung oleh mozaik rasa.

Kerlip pendar berpencar di seputar bandara. Senja hendak berangkat menuju malam, seakan  berucap: selamat tinggal, tapi juga selamat jalan.
Kami, memang tengah diperjalankan dalam siklus kehidupan. Long trip Jogja-Singapura-Melborne, adalah penggal etape yang tertunda. Semestinya sebulan yang lalu.
Tapi begitulah taqdir, berjalan sesuai kehendak Nya. Tak nak dapat kita memaksa. Mengalir adalah pilihan kesyukuran dan kenikmatan.

Wednesday, March 25, 2015

Serunya Out Bond

Suatu ketika, tukang sayur langgananku yang sudah nenek-nenek berpamitan.
"Bu, besok saya tidak berjualan karena mau out bond."

Tentu saja saya sangat geli. Ada-ada saja penggagas out bond untuk PKK RT itu. Masa pesertanya kebanyakan nenek-nenek.

Pada pekan berikutnya, nenek penjual sayur ini menceritakan dengan heroik jenis-jenis tantangan dan games. Serta mengeluhkan badannya yang berasa sakit semua. Tiga hari ia libur kerja untuk pemulihan. Memang gembira saat acara, setelahnya baru mengeluh.

Pekan kemarin gantian PRT ku yang pamit tidak masuk kerja karena outbond. Membersamai anaknya yang ikut TPA. Waah out bond sepertinya tak pandang bulu.

Eh hari ini giliran saya yang out bond bersama orang tua murid teman-teman sekelas Revo. Jadi giliran saya cerita gembira dan mengeluh haha.



Tantangan mendaki bendungan-dokpri

Wednesday, February 25, 2015

Wong mBantul ke Pekan Baru (bag 1)


Entah kali ke berapa saya ke Pekan Baru. Saya tidak ingat. Bisa jadi saking seringnya pergi, saya kesulitan mengingat tempat yang pernah saya kunjungi. Selain itu juga karena saya terkadang hanya transit atau lewat saja menuju ke kota-kota di sekitarnya. Ah tak apa, berapa kali,  itu bukan informasi penting bagi anda.

Perjalanan kali ini memenuhi janji beberapa bulan yg lalu kepada kampus Universitas Abdurrab. Nantinya, saya akan ceritakan tersendiri tentang kampus itu. Sekarang episode keberangkatan yang agak mengharu biru #halah.

dokpri
Sejak packing semalam, suamiku bertanya, tentang jam keberangkatan kami. Saya segera meneliti E-ticket yang telah diprint beberapa waktu yang lalu. Oh ternyata saya salah cetak. Tiga lembar tiket itu baru kepulangan. Belum ada yang berangkat. Jadi saya hidupkan PC lagi dan bla-bla mencari email panitia untuk cetak tiket. Ternyata berangkat dengan Citylink jam 10.30. Alhamdulillah, tidak terlalu pagi. Paling tidak sempat beres-beres rumah.

Selesai packing jam 10. Saya menemani Revo tidur. Revo kadang masih sulit terlelap jika tidak dielus-elus.  "Umi besok masakin aku kentang goreng ya" itu pesan terakhirnya sebelum terlelap.


Meninggalkan Revo di hari aktif sekolah jarang saya lakukan. Terlalu banyak sogokan agar ia merelakan saya bekerja beberapa hari ke luar kota. Misal kakaknya harus menuruti keinginannya berkemah di halaman belakang selama dua malam. Komprominya jatuh pada malam Kamis dan malam Jumat, saat kakaknya selesai mengumpulkan revisi TA. Alhamdulillah anak pertama dan ketiga kompak mau menolong. Memang hanya mereka partnerku karena anak-anak lain tersebar di tiga kota. Termasuk request menu makanan favorit itu bagian dari upaya membuat Revo nyaman.Masih ada beberapa lagi.

Begitulah paginya selepas sholat subuh, saya bergegas bertempur di dapur. Menanak nasi, melihat bahan isi kulkas dan menentukan menu dadakan. Oseng tempe kesukaan Hamda, goreng kentang  kesukaan Revo dan goreng tempe gembus serta bakwan kesukaan ibu saya. Selain itu masih ada sisa sarden semalam yang kucampur saja dengan ayam goreng ...entah jadi apa rasanya ya.

Usai masak, saya membangunkan Revo. Dan rutinitas sholat shubuh, sarapan, mandi makan diselesaikan pada waktunya. Revo berangkat sekolah dengan gembira. Hari ini jadwalnya olah raga dan masih ada eskul renang. Nanti akan dijemput jam 15 di kolam renang.

Setelahnya saya masih punya waktu membereskan kamar dan mencuci baju. Mandi dan berdandan. Jam 8 telah siap alhamdulillah. Tak lupa mendelegasikan tugas mengantar paket buku yang kemarin kusiapkan. Ada banyak paket pesanan dalam dan luar kota. Tugas setor tunai dan lain-lain selama saya pergi akan dilakukan oleh 2 karyawan yang merangkap driver.

Jam 8.15 kami berangkat dari rumah dan tiba di bandara jam 8.40. Memang bandara tak jauh dari rumah kami. Setelah check in, kami menanti di si cafe Garuda. Sekalipun telah memasak aneka rupa, saya belum sempat sarapan. Hanya minum kopi radix dan madu pahit. Demikian pula suamiku. Maka kami memesan teh poci. Suamiku memesan menu favoritnya yaitu gudeg tanpa gudeg. Maksudnya hanya nasi, sambel goreng krecek, telur dan ayam suwir. Saya memesan bihun rebus.

Kami mengisi waktu dengan aktivitas normal. Yaitu suamiku menulis dengan lepinya. Menulis apa saja. Saya menjawab pesan masuk serta jualan online. Ah sempat menyelesaikan odoj juga.

Tunggu punya tunggu lamaa hingga jam 10.30, dimana seharusnya kami telah terbang. Tak juga ada panggilan. Rupanya semua penerbangan delay oleh sebab rutinitas yang tak dapat dihindari: latihan terbang AAU. Semua pendaratan juga.

"Beginilah Bandara Adisucipto," kata suamiku,"yang lancar hanya pagi. Kalau mulai jam 9 harus gantian sama latihan terbang. Nanti sore antri turun dan naik lantaran penuhnya jadwal penerbangan."

Hmm mau bagaimana lagi. Bandara ini memang milik AAU. Pendidikan penerbang juga kebutuhan nasional. Tapi berapa saja kerugian maskapai dan lain-lain efek dominonya akibat peristiwa berulang seperti ini.

Pernah beberapa pekan sebelumnya, saya dari Jakarta, naik pesawat Garuda. Kami harus berputar lebih dari 30 menit  langit bagian atas Jogja barat dalam cuaca buruk. menembus awan badai berkali-kali, disela petir dan guruh. Tak ada yang bisa dilakukan selain berdoa dan berdzikir. Alhamdulillah bisa mendarat dengan selamat dengan cuaca di sekitar bandara yang lumayan bagus. hanya gerimis dan awan tipis.

Kalau posisi terganjal di darat masih mending, repot kalau di udara dan tertunda landing hingga satu jam. Semoga afturnya cukup saja.

Jam 12 baru dapat kabar untuk boarding. hanya boarding ternyata. karena kenyataannya kami masih harus duduk manis selama 1 jam di atas pesawat untuk menanti giliran terbang. jam 13 barulah mengangkasa. Saya membagun komunikasi dengan panitia di Pekan Baru agar mereka menyesuaikan jadwal dengan telatnya kami.

Apa yang dilakukan sekian lama di atas pesawat? Membolak-balik koran hingga huek-huek, membaca majalah Linkers dan mengobrol. Sulit benar tidur dalam penantian itu. Apalagi banyak penumpang yang mengobrol dengan suara keras. Mau tak mau saya menguping berbagai tema pembicaraan.Beruntungnya saya telah membeli dua kotak minuman sebagai bekal.Sekalipun nantinya ada penjualan makanan saat sudah di angkasa, Beberapa orang telah menghidupkan hp lagi untuk berbagai alasan. Semua diam-diam tentu saja.

Take off disambut dengan kelegaan. kami meninggalkan langit Jogjakarta dengan penuh harapan mendarat dengan lancar di Bandara Sultan Syarif Kasim II di Pekan Baru. Setelah beberapa saat mengudara, para pamugari berkeliling dengan gerobak dorong. Tumben berjualan mie instan di atas pesawat laris manis. Bawaan semua orang kelaparan termasuk saya. Sejak pagi hanya terisi bihun rebus. Saya memesan mie cup dan sebotol air mineral kecil dengan membayar Rp.25.000. Merasa bersalah saat menelannya, bukan karena mahalnya, terutama kepada Revo yang sering saya larang makan mie instan. 

"Maafin Umi ya, Po. Belum tentu setahun sekali Umi makan mie."
Tentu saja Revo tak mendengar permintaan maaf itu hehe.

Alhamdulillah penerbangan 2 jam tanpa tidur, bisa menuliskan cerita ini. Cuaca lumayan cerah sekalipun udara berawan. Dari atas langit Pekan baru kami disambut pemandangan hamparan kebun sawit yang terlihat rapi menyerupai rumput penghias maket miniatur bangunan. Asap tipis tetap setia menghiasi langit, namun tak mengganggu. Mungkin begitulah nasib Riau yang tak lepas dari asap.

Akhirnya pesawat Airbus Citylink mendarat dengan halus di Bandara Sultan Syarif Kasim II. Tepat pukul 15.15, udara panas menyengat menyapa di pelataran Bandara. Tanpa kecewa bahkan penuh kesyukuran saya berucap:
"Assalamu ;alaikum Pekan baru!"

Bersambung.

dokpri

Tuesday, February 10, 2015

Sekolah Sahabat Alam Palangkaraya: “Di Sini Siswa Tak memiliki Seragam!”



Di Palangkaraya, saya takjub melihat lahan memanjang berpagar batako tinggi di tiga sisinya. Lahan pinjaman ini tak menampak sebagai umumnya sebuah sekolah, kecuali plang penanda di bagian depan: SDIT Sahabat Alam. Kendati dalam plang hanya tertulis SDIT, tetapi disini terdapat aktivitas belajar sejak jenjang play group, TK hingga SMP. Bahkan ada 29 siswa ABK dari seluruhnya 170 siswa dalam berbagai jenjang.

Apa yang unik dan menarik dari sekolah alam ini?

kolam ikan berpagar alam- dokpri

Saya telah mengunjungi beberapa sekolah alam di berbagai tempat di Indonesia. Pada umumnya memiliki ciri memiliki lahan yang luas dan sangat dekat dengan alam. Tetapi di sini, lingkungannya benar-benar dibiarkan menjadi miniatur alam.

“Pertama kali melihat, ketika anak saya pindah ke sini, saya risih dengan rimbunnya semak dan perdu di lingkungan sekolah,” ungkap seorang wali siswa,

Anak-anak Masa Depan


Di Bundaran besar  kutemui kemeriahan pasar pagi. Ada banyak aktivitas di pusat kota ini, pedagang aneka makanan sarapan maupun kudapan, dan juga rupa-rupa dagangan lain. Banyak juga orang datang berolah raga bersama keluarga atau  teman. Banyak yang bergabung senam bersama, bersepeda, atau berseluncur dengan sepatu roda. Juga bermain sepak bola bersama teman sebaya.
Untuk anak-anak ada beberapa mainan yang bisa disewa. Jadilah pasar pagi ini alternatif wisata keluarga di kota Palangkaraya.

Diantara pemilik lapak ada yang menarik perhatian  para pengunjung. Barang dagangannya biasa saja, alat tulis dan perlengkapan sekolah. Yang istimewa adalah penjualnya: beberapa anak kecil.

Terkadang muncul juga komentar orang:
"Kasihan anak sekecil itu disuruh kerja, kemana orang tuanya?"

 



Apakah mereka anak-anak yang tidak mampu? Tidak juga. 
Saya beruntung bisa menemui anak-anak 'hebat' ini dan juga ayah bundanya.
Mereka adalah anak berusia kelas 2, kelas 1, dan TK. Sebut saja namanya Qonita, lalu Disya dan dua adiknya yakni 'Aina dan Dira.

Awal mulanya adalah semangat berwirausaha yang diajarkan disekolah mereka. Anak-anak diajari untuk menjadi calon pengusaha oleh ibu guru mereka. Ternyata mereka cukup berbakat.

Qonita, pemilik lapak itu, masih duduk di bangku kelas 1 SD. Sejak masih TK kecil, rupanya ia mewarisi bakat dua neneknya yang menjadi pedagang kelontong dan penjual tahu. Ia meminta ibundanya untuk memberikan barang dagangan berupa alat tulis. Dijualnya di sekolah saat istirahat atau sebelum pulang. Ternyata laku dan bahkan memiliki pelanggan.

Aktivitas itu berlanjut hingga Qonita SD sekarang ini. Sekitar dua bulan yang lalu, ia survai tempat bersama Qodisya  bersaudara. Survei ala anak-anak ini dilakukan pada Ahad pagi saat mereka berjalan-jalan di Bundaran besar. Pada pekan berikutnya,  kongsi gadis-gadis kecil ini minta ijin kepada ortunya untuk berjualan.

"Itu maunya dia, jadi kami turuti saja. Setiap hari Ahad kami jadi bergantian menemani anak-anak berjualan. Tidak lama hanya pagi sampai sekitar jam 8."
Tutur bunda Qonita.

Pada awal buka lapak, Qonita malu-malu dan bersembunyi di belakang bundanya. Apalagi jika ada teman sekolahnya menyambangi lapak. Sekarang tidak lagi. Bahkan ia telah berteman dengan beberapa tetangga lapaknya. Jika bunda berhalangan dan tidak bisa menemani, maka ayahnya yang berjaga. Sang ayah tidak duduk manis, tapi joging keliling lapangan, dan setiap kali mampir ke lapak anaknya.

Qonita adalah anak yang gigih dan punya cita-cita yang tinggi. Dulu laba acara jualan di sekolah, diinfaqkannya untuk perjuangan rakyat Palestina. Bersama kakaknya Qonita membuka tabungan donasi untuk Palestina. Allahu akbar!

Setelah tersalurkan, ia mengetahui bahwa bundanya sedang menabung untuk bisa berhaji. Maka gantian ia meniatkan seluruh laba tabungannya untuk mengisi tabungan haji bundanya.

"Aku mau bantu bunda biar bisa pergi ke tanah suci." Begitu tekatnya.
Maka bundanya menemaninya menukar uang hasil jualan yang berupa recehan. Ditukar dengan uang lima puluhan ribu dan diantarlah oleh bundanya, untuk melakukan setoran tunai di mesin ATM.

Qonita kecil telah bisa melakukan setoran tunai di atm dengan ditemani bundanya. Ia melihat sendiri setiap kelipatan lima puluh ribu laba jualannya, menambah saldo tabungan haji sang bunda. Subhanallah.

Minggu ini, libur dulu.

Sejak meluaskan sayap bisnis dengan lapak di Bundaran besar, Qonita punya mimpi baru: membeli sepeda. Oleh karenanya, ia menabung laba hasil penjualannya di rumah, dalam kotak bekas tempat hp sang ayah.

"Sebenarnya saya bisa membelikannya sepeda, tapi menunggu giliran setelah kakaknya. Namun Qonita berkeras untuk membeli dengan uang hasil usahanya sendiri," kata bundanya.

Mau tak mau ayah bundanya mendukung keinginan itu. Sebagai bentuk konkritnya, bunda yang berbelanja barang dagangan, mengantar jemput mereka dan menemani berjualan.

Hmm memang berapa omset penjualan anak-anak itu?
Ternyata lumayan juga.
"Kadang mencapai Rp. 250.000, kadang 50.000. Tidak pasti"

Yang jelas dari acara berjualan di sekolah setiap hari dan di Bundaran pada hari Ahad, selama sebulan ini Qonita telah memiliki aset Rp.500.000. Modalnya Rp.250.000. Jadi sudah laba 100%. Laba yang cukup besar untuk anak kelas 1 SD setelah dipotong biaya operasional, yaitu sarapan pagi bersama teman-teman.

Namun uang itu belum cukup untuk membeli sepeda impian Qonita. Bundanya telah mengantarkannya memilih ke toko sepeda. Ia menginginkan sepeda cantik seharga Rp.800.000. Jadi ia masih bersabar barang beberapa  bulan lagi untuk mewujudkan mimpinya.

Dalam kongsi itu ada Dira yang belum berusia 4 tahun. Ia bersemangat ikut hadir menyemarakkan lapak karena ia akan mewarisi sepeda lama Qonita. Adapun dua kakak Dira, yaitu Disya dan  'Aina, senang dan kompak saja menemani sahabat mereka. Setelah lelah dan haus, Qonita akan mentraktir mereka makan dan minum di lapak kuliner yabg mereka inginkan.

Merayakan hasil penjualan.

Saya pribadi salut dengan semangat anak-anak itu. Juga dengan bagaimana orang tuanya telaten mendampingi dan mendukung bakat Qonita cs. Di saat anak lain masih merengek menangis minta dibelikan mainan, minta dibelikan pulsa atau ini itu lainnya, tak demikian dengan Qonita. Ia telah berjuang mewujudkan mimpinya. Ia bahkan telah melakukan birul walidain dengan mengisi tabungan haji orang tuanya. Ia juga telah mengajarkan kepedulian kepada perjuangan rakyat Palestina.

Orang tuanya tak ingin merusak atau mematikan bakat anaknya. Mereka menebalkan muka dari praduga atau mungkin komentar negatif orang lain, justru demi merawat jiwa dan potensi anak-anak itu.
"Tega-teganya orang tua mengkaryakan anaknya."

Mungkin begitu pandangan orang. Tapi orang lain tahu apa? Anak-anak itu bermain dan bersenang-senang membuka lapak. Jika dilarang justru mereka akan sedih dan marah.

Mereka menikmati proses menggelar dan menata dagangan, melayani pembeli, menghitung uang kembalian. Dan kegembiraan bertambah saat menikmati acara sarapan kuliner yang mereka minati selepas berjualan. Membayar bubur ayam dan es milo kesukaan mereka, dengan uang hasil jerih payah sendiri.

Dan kegembiraan lebih lagi saat menghitung pemasukan dan laba. Semua adalah 'permainan' yang menyenangkan  bagi mereka. Permainan yang bisa jadi kelak akan menjadikan mereka pebisnis tangguh. 


Jika anda menjadi orang tua mereka, bagaimana sikap anda?


Saturday, February 7, 2015

Assalamu'alaikum Palangkaraya!

Palangkaraya 01.
Mengunjungi Palangkaraya adalah anugerah awal bulan Februari 2015. Tepatnya pada hari Jum'at tgl 6. Sekalipun sedikit meleset dari rencana. Semula saya berencana berangkat bersama suami, kenyataanya kami memang berangkat bersama, hanya sampai bandara Adisucipto. Beliau harus mengikuti sebuah kegiatan dulu di Banjarmasin, baru menyusulku ke Palangkaranya. Esok hari Ahad.
Bagaimanapun takdir baik mengawali perjalanan ini. Dua kali penerbangan dengan Garuda, selalu di sebelahku kursi kosong. Alhamdulillah. Padahal secara umum kursi lainnya penuh. Awal yang baik kan?

Dari bandara Adisucipto pesawat terlambat sekitar 10 menit. Tak apa. Cuaca sepanjang perjalanan bagus, pendaratan juga mulus sekalipun angin kencang membuat oleng pesawat saat take off dan landing.

Wednesday, January 21, 2015

[ WW] Barikade Anti Abrasi



Laut Selatan terkenal berombak besar nyaris sepanjang tahun. Demikian pula di Pantai Glagah.
Beton-beton ini berbaris manis menjadi tameng penahan abrasi.
Kehadirannya membawa keunikan instalasi seni berpadu dengan bentang alam.

Tuesday, January 20, 2015

Istana Maemon Medan


Sepenggal masa lalu kurenungi
Lewat gemerlap cahaya lampu 
Bangunan etnik Istana Maemon
Membisu di bawah langit Medan

Sepenggal masa lalu kueja dari prasasti dua bahasa
Menyisakan tanya legenda tentang meriam buntung
dan Putri Hijau dari kerajaan Deli Tua

Sepenggal masa lalu tetaplah berkabut misteri
Tapi generasi kini,
Apakah peduli?






Friday, November 21, 2014

Mengunjungi Papua Barat dan Impian ke Raja Ampat



“ Bersediakah Ibu dan bapak mengisi seminar di Manokwari?’

Pertanyaan itu disampaikan tiga bulan yang lalu. Tentu saja saya langsung mengiyakan. Diantara cita-citaku adalah berbagi kebaikan dengan mengunjungi semua propinsi dan kabupaten di Indonesia. Papua barat adalah salah satu propinsi yang belum pernah kukunjungi. Papua sudah tahun 2012 saat kami road show ke Timika, Jayapura dan Biak.

Dan saat bersejarah itu tiba kemarin, tanggal 14 November 2014 saat pesawat Sriwijaya yang kami tumpangi mendarat di Bandara Rendani, Manokwari.


Perjalanan panjang sejak kemarin sore, berangkat dari rumah jam 18.00, transit di Surabaya dan Makassar, 12 jam yang melelahkan terbayar sudah dengan kelegaan. Wajah-wajah cerah teman-teman yang baru berjumpa di darat telah menyongsong kami.

Manokwari I am Coming.



Merasa tersanjung melihat mereka membuat video dokumentasi kehadiran kami sejak keluar dari Ruang Kedatangan. Yah bagi teman-teman di daerah, adalah hal yang langka mendapat tamu jauh seperti ini. Sekalipun ‘cuma’ kami dari Jogja.


Sedikit miskom terjadi lantaran ternyata kamar untuk kami belum siap. Jadi kami mengisi waktu dengan sarapan cotto Makassar yang enak di RM Nusantara.
Setelahnya kami beristirahat di Hotel, bersiap untuk acara siang nanti.

Suamiku ada jadwal khotbah Jumat di masjid, dan saya membayar hutang mengantuk dengan terlelap di pulau kapuk.
Siang ini kami berangkat ke wilayah trans di daerah SP. Saya terjadwal mengisi kumpulan majelis taklim dari berbagai SP. Saya menyampaikan tentang Pendidikan Seksualitas sejak dini untuk para ibu-ibu dari beragam profesi. Mereka nampak antusias dan interaktif.

Setelah sessi berakhir, seorang bunda meminta waktu untuk konsultasi tentang anak lelakinya berusia 6 tahun yang ditengarai olehnya telah melakukan onani dan beberapa kali dilaporkan oleh pihak sekolah, si anak memamerkan kemaluannya di depan teman-teman. Kami berdialog dan sayangnya belum tuntas terburu jemputan datang. Saya berjanji untuk melanjutkan dialog ini via dumay.

Catatan saya adalah: di ujung Indonesia, juga terjadi kasus pelecehan dan penyimpangan seksual, bahkan pada anak kecil. Hmm PR kita banyak yah...

Kami sampai di hotel sudah cukup malam karena perjalanan ke SP memakan waktu dua jam. Seorang mahasiswi Unpa yang mengantar kami, mbak Ira, sampai muntah 3 kali dalam perjalanan ini...kasihaan ya.

Esoknya kami berkesempatan bertemu dengan mahasiswa dari UNPA (Universitas Papua) dalam forum Seminar Pranikah. Acara berlangsung di sebuah masjid besar di seberang kampus. Animo mahasiswi lumayan besar, sayangnya mahasiswanya hanya segelintir....

Sore hari saya mengisi taklim ibu-ibu di sebuah kompleks perumahan. Kompleks ini dihuni kebanyakan oleh orang Jawa Timur dan orang Sulawesi. Nyambung banget karena saya juga berasal dari Jawa Timur dan kebetulan beberapa kali mengunjungi Sulawesi...#halah.

Ibu-Ibu pengajian Baitul Makmur

Kami bahkan dijamu makan malam bersama ibu-ibu anggota pengajian Baitul Makmur ini. Eh ternyata ada juga yang dari Klaten. Saya menawarkan untuk berkunjung dan menginap bagi ibu-ibu yang memiliki urusan di Jogja. Ini bukan basa-basi lho. Kami banyak menerima tamu dari Sabang sampai Merauke, dari kenalan sepanjang perjalanan kami.

Hari ahad adalah acara puncak dan acara utama. Pelatihan keluarga yang diselenggarakan oleh Rumah Keluarga Indonesia cabang Manokwari ini dihadiri oleh 200 peserta. Ruangan penuh alhamdulillah. Bahkan ada juga satu dua orang asli Papua baik yang mualaf maupun yang beragama Nasrani.

Acara mengalir seru, serius, santai, gelak tawa dan juga air mata keharuan tumpah bergantian. Tak terasa sudah jam 17.00. seharian bersama seluruh peserta berlalu dengan penuh makna.




Suasana Forum

Eh masih terasa kurang juga dan kami membuka silaturahmi melalui dunia maya.
Di akhir acara saya mengajak merenung tentang betapa berharganya sebuah keluarga. Betapa pasangan hidup dan anak-anak itu tak ternilai. Maka jangan menunggu kabar buruk untuk mensyukuri kehadirannya sekarang juga.


Kang Febri yang jadi MC pun ikut menangis teringat anak istrinya yang berdomisili nun jauh di Jakarta.

Terkadang tak lagi diperlukan testimoni, apakah seminar ini memberi makna bagi kami dan para peserta. Cukuplah melihat mereka tersedu dalam kesadaran, atau terpana mendengar pemaparan dan bertanya di dalam maupun di luar acara...sebagai tanda bahwa acara ini tidak sia-sia.

Bahkan satu pertanyaan yang saya ulas di sini, semoga bagian dari tanda-tanda bahwa ada juga yang tersadarkan.

Malam ini terasa begitu melelahkan, apalagi setelah kabar tentang mushibah yang menimpa rumah kami di Jogja.  Rasa lelah dan lemas yang kami pupus dengan melihat wajah-wajah puas para peserta. Ah tentang mushibah apa, saya ceritakan lain kali saja.

Di Pasar Sanggeng

Esoknya, kami sempat mengunjungi pasar Sanggeng dan membeli beberapa buah lokal. Penjualnya orang asli Papua. Cara berdagangnya tidak memakai timbangan, dagangan hanya ditaruh berkelompok dalam jumlah tertentu dan mereka hargai dengan cara mereka. Tak ada tawar menawar haha...

Kami membeli buah markisa yang manis, durian yang lezat dan langsep yang kecuut. Lengkap kan.
Inilah acara jalan-jalan kami selama di 
Manokwari.
Mak Nyus

Sebelum ke bandara, kami menyempatkan makan sop sodara tak jauh dari bandara.

Pesawat Garuda telah menanti, dan kami nyaris menjadi penumpang terakhir yang memasuki pesawat. Alhamdulillah belum ketinggalan.

Saat burung besi mulai mengudara, kupandangi bentangan pulau-pulau nan indah di bawah sana dan berucap lirih:

“ Selamat tinggal Manokwari, kelak kami akan kembali ke Papua Barat...terutama karena belum sempat mengunjungi Raja Ampat!”

Generasi muda ceria di Manokwari.

I'll be back

Thursday, November 13, 2014

[ WW ] Ikan Bakar




Di Padang saya terkesima dengan tumpukan ikan bakar menggugah selera di rumah makan Khatib Sulaiman.
Ikan disiapkan dengan percaya diri dalam jumlah besar, karena yakin akan selalu dibanjiri pembeli.

Tuesday, October 28, 2014

[ Ww ] Eksotisme Pantai Gorontalo

Untuk kali kedua saya berkesempatan mengunjungi Gorontalo. Makan siang di warung makan tepi pantai Leato sambil menikmati pemandangan laut yang masih perawan.

Dari dalam rumah makan
perahu kecil ditambatkan
penulis narsis
 Muara
Ada cerita lucu kudengar tentang ikan lokal serupa teri yang disebut nike.
Sekitar pekan ke 3 bulan September 2014 kemarin berlimpahkan nike yang didapat oleh nelayan setempat.

Entah siapa yang menggulirkan, ada berita tentang mendaratnya ribuan anak Palestaina yang siap di adopsi di pelabuhan IV pantai Gorontalo.
Di media sosial FB dan BBM beredar persyaratan mengadopsi misal ada foto copy KTP, pas foto, uang Rp.50.000 dlll. Pemberitaan disertai foto-foto anak Palestina yang cantik dan cakep.

Friday, October 17, 2014

Bukittinggi I Am Coming....

Bandara-dokpri

Taqdir yang membawa langkah kami hingga ke Sumbar. Satu dari dua propinsi di kawasan Sumatra yang belum pernah kukunjungi. Satunya adalah Babel. Doain ya segera bisa sampai ke pulau Lasykar Pelangi.

Di Padang memang ada beberapa seminar, namun Bukittinggi adalah tujuan pribadi. Mengunjungi besan. Seperti pernah kuceritakan baru bulan kemarin kami mendadak mantu.
Berangkat dari rumah jam 04.30, kami segera menjadi bagian hiruk pikuk bandara di pagi hari. Garuda yang membawa kami terbang tepat waktu dan cuaca cerah menampakkan keindahan Merapi Merbabu.

Thursday, October 9, 2014

Menunggu di Lounge Bandara, untung apa rugi?

Anda yang suka bepergian, kadang mengalami situasi dimana anda harus menunggu lama di Bandara. Mungkin karena transit dan conecting flight berikutnya memang harus jeda lama, atau delay karena berbagai faktor.

Jika di bandara tersebut ada lounge ada baiknya anda mencoba memasukinya.
Dulu untuk masuk lounge harus memakai kartu kredit dari berbagai bank. Sekarang ada lounge yang menerima pembayaran cash. Jadi siapa saja bisa masuk.


Tuesday, October 7, 2014

20 Aktivitas yang Dapat Anda Lakukan di Ruang Tunggu Bandara

Bagian ke 2. Tulisan pertama ada di sini. 

Perjalanan tidak selalu mulus, sebagaimana yang kualami sejak kemarin. Empat jam duduk di ruang tunggu  bandara Sepinggan tanpa kepastian menanti keberangkatan ke Berau. Semua penerbangan cancel karena kabut asap kebakaran (atau pembakaran) hutan.

Seorang teman bercanda untuk meniup asap ala Syahrini dan mendesah
"Wahai asap pergilaahh...."
Tentu saja tips lucu ini tak sedikitpun berhasil dan kami tetap berdoa berharap hujan turun meluruhkan asap.

Nah sambil menunggu harap-harap cemas, pagi ini kami bersama ratusan penumpang kembali duduk manis di bandara. Apa yang bisa dilakukan orang-orang seperti kami ?
Aih ternyata banyak sekali. Saya akan tuliskan kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan sang waktu sembari duduk menanti lagi, pagi ini.

1. Melamun. Survei selayang pandang banyak kutemui orang-orang yang duduk melamun. Mata kosongnya menerawang jauh entah kemana. Yaah bukankah melamun itu gratis...tapi enggak baik lho.

Monday, October 6, 2014

Berau, Kali Pertama.

Berkah menulis dan bersosmed, saya dan suami dicolek oleh teman fb, bapak Sigit, untuk hadir di Berau. Sebuah lembaga pendidikan menyelenggarakan seminar pendidikan seks.
Berau, daerah manakah itu?

Berau termasuk salah satu kabupaten di Kaltim. Ada beberapa penerbangan menuju Berau. Panitia telah memesankan tiket Sriwijaya Air. Kami memang tidak pernah membuat standar harus naik maskapai yang mana. Khawatir memberatkan pendanaan panitia.

Sepertinya ujian selalu datang sebelum keberangkatan. Beberapa hari yang lalu Revo batuk pilek. Alhamdulillah setelah ke dokter sudah sangat berkurang.
Demikian pula si nomer dua yang pulang dari Bandung, kedapatan ada benjolan di jarinya. Pagi ini sebelum berangkat menyempatkan untuk melakukan operasi kecil.

Si Embak prt juga. Dua hari enggak masuk dan entah kapan akan masuk. Katanya mabuk berat gegara gak tahan bau kambing dari sekitarnya. Ada-ada saja. Jadinya loundry adalah salah satu solusi setelah aku capek cuci-cuci.

Ah itu semua cerita pengantar yang Oot.


Nunggu 4 jam...senyum saja kali.
Jadilah siang ini kami berangkat dari Bandara Adi Sucipto Jogja dengan semangat ingin tahu seperti apakah Berau. Sebulan yang lalu kami sudah mengunjungi Bulungan, tetanggaan saja dengan Berau.
Jogja-Balik Papan berjalan lancar, sekalipun pesawat terasa oleng-oleng aneh. Sejak running lepas landas.

" Kok getarannya kayak gini..." aku berbisik ke sohibku, eh suamiku.
"Anginnya kencang mungkin..." jawabnya santai.
Iya kan, memang akhir-akhir ini Jogja dilanda angin kencang. Di atas memang lumayan stabil, namun saat mendarat oleng lagi. Alhamdulillah soft landing di bandara Sultan Haji Muhammad Sulaiman Sepinggan.

Narsis dengan teman senasib
Mula-mula diumumkan bahwa untuk penumpang tujuan Berau diminta menunggu di atas pesawat karena hanya akan berhenti sekitar 20 menit.
Namun setelah beberapa saat menunggu, kami diminta turun dengan membawa semua barang bawaan.

Saat menanti di ruang tunggu bandara yang lumayan nyaman, ternyata tak jua ada pengumuman keberangkatan. Dalam jadwal tercetak boarding jam 17.30.
Berbagai spekulasi kami diskusikan karena alasan teknis penundaan tak diberitahukan dengan jelas. Kami menduga pesawat rusak mengingat acara oleng-oleng sebelumnya.

Beberapa kali panitia penyelenggara mengontak untuk update info keadaan kami. Kepada keluarga dan teman kami mohon didoakan agar perjalanan ini lancar dan dimudahkan.

Kamar gratis
Pada pukul 20.00 kami mendapat pengumuman delay sampai waktu yang tidak ditentukan.
Jadilah kami bangkit mencari pengisi perut bersama seorang kenalan yang bernasib serupa. Pukul 21.00 baru ada pengumuman kepastian bahwa penerbangan menuju Berau ditunda esok pagi dengan tetap mempertimbangkan weather factor.

Pihak Sriwiijaya Air menyediakan penginapan di hotel Bahtera Balikpapan.
Ooh. Baru kali ini kami kurang bergembira mendapat penginapan gratis..
Ternyata semua maskapai tujuan Berau cancel  karena kebakaran hutan yang mengganggu jarak pandang hanya tinggal 1 km.

Hotelnya standar saja, alhamdulillah lumayan untuk menghilangkan kepenatan. Tapi tak bisa menghapus kekhawatiran. Namun memang tak ada yang bisa dilakukan kecuali menunggu dan berdoa.
Sarapan pagi di hotel
Betapa panitia telah merancang acara ini jauh sebelumnya. Kami pun telah mengalokasikan waktu dan berharap bisa mengunjungi Berau. Allah yang mengatur apa yang terbaik.
Pagi ini kami menunggu di lobby hotel. Setelah sarapan pagi. Bersama kami ada 100 orang lebih penumpang dari maskapai yang sama. Semua memanjatkan doa agar cuaca bersahabat.

Apa saja yang kulakuan selama menunggu 5 jam plus 5 jam lagi esok harinya? Lihat di sini deh!.
(Bersambung)


Jadwal oh jadwal