Monday, January 9, 2012

Yang Kualami di Tanah Suci (19 )Muzdalifah, Sepenggal Malam Yang Bermakna -1


Oleh : Ida Nur Laila

Tanggal 9 Dzulhijjah, menjelang maghrib kami beranjak meninggalkan tenda Arafah . Tempat parkir bus lumayan jauh, sekitar 1,5 km dari lokasi tenda kami. Perjalanan menuju tempat parkir seharusnya tidak lebih dari 30 menit, namun karena bersama kami ada seorang nenek yang menderita  sakit lutut, kami ber tujuh, berjalan dengan sangat lambat. Kami mencari alternatif kursi roda yang disewakan, namun tidak ada yang menyewakan. Juga tidak ada ojek. Nenek terlalu berat untuk digendong, jadi kami nikmati saja perjalanan kami.
Sepanjang jalan banyak orang yang duduk-duduk  dan berdiri di pinggir jalan. Menanti matahari terbenam, saat yang tepat untuk meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah.  Jalan utama sebenarnya sangat lebar, namun kendaraan parkir di kiri dan kanan jalan sampai dua lapis, jadi agak menyempitkan.
Detik-detik sekitar matahari terbenam sungguh menakjubkan. Dunia seolah berhenti bergerak, semua orang mematung menatap ke arah matahari terbenam. Hening dan senyap , memandang dengan berbagai ekspresi sembari duduk, berdiri, dalam mobil, bus, bahkan yang diatas truk, di atas bus menanti saat -saat Arafah  yang sebentar lagi berakhir.  Ada sepasang suami istri berdiri berdampingan dengan khusyu’ menanti matahari terbenam.  Angin bertiup lembut, udara sejuk dan nyaman. Sepertinya hanya rombongan kami yang bergerak perlahan.

Begitu matahari terbenam, menyisakan langit senja yang indah kuning lembayung kemerahan, semua bergerak dengan perlahan, makin lama temponya makin cepat dan yang bergerak makin banyak. Suara riuh jamaah bertalbiyah dan berdzikir.
 Tadinya kami berjalan santai, sekarang kami harus menyingkir ke tepi jikalau tidak ingin menghalangi perjalanan orang yang bergegas menuju Muzdalifah. Jumlah pejalan kaki menyemut tak terhitung. Ada yang memang berjalan kaki hingga Muzdalifah,ada yang sekedar menuju kendaraan seperti kami. Menjelang jam 19.00 kami baru sampai di terminal parkir bus.
Area terminal terletak di perbatasan luar wilayah Arafah. Lapangan parkir yang sangat luas, memuat aneka macam kendaraan bermotor , yang dominan adalah bus-bus besar. Banyak jamaah haji yang menumpang hingga ke atas bus, tempat yang biasanya untuk mengangkut koper-koper. Mereka enjoy saja. Aku tidak sempat mengabadikan momen ini dengan kamera lantaran memapah nenek, sambil menenteng aneka bawaan.
Muzdalifah terletak di antara Mina dan Arafah. Dinamakan demikian karena jama’ah haji berdatangan ke tempat ini pada tengah malam atau karena para jama’ah pergi meninggalkan tempat ini secara bersamaan. Ada pula yang menamakan tempat ini sebagai jam’an yang artinya adalah berkumpul, karena Adam dan Hawa berkumpul di tempat ini. Wallahu a’lam .
Batasnya adalah antara lembah Muhassir sampai ke Al-Ma’zamain (dua gunung yang saling berhadapan, yang di tengahnya ada jalan) yaitu 4,8 KM², sedangkan luasnya adalah 12,25 KM². Di sana terdapat rambu-rambu pembatas yang menentukan batas awal akhir dan akhir Muzhdalifah.
Ketika jamaah haji berada di Muzdalifah untuk melaksanakan mabit (menginap pada malam hari) serta mengambil batu guna melempar jumrah, hendaknya dia memperbanyak doa, berdzikir, membaca talbiyah, dan tilawah Al-Qur`an. Sebab, malam tersebut merupakan malam yang agung. Adapun doa yang biasa dibaca adalah,

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu untuk memberiku rezeki di tempat ini berupa kebaikan secara menyeluruh, Engkau perbaiki semua perilaku diriku, dan Engkau palingkan aku dari segala keburukan. Sesungguhnya tidak ada yang bisa melakukan itu, melainkan Engkau, dan tidak ada yang bisa memperbaiki itu kecuali Engkau.”
Karena posisi parkir bus yang kurang menguntungkan, kami masih juga tertahan dalam bus sekitar 2 jam. Para jama;ah mengisi waktu dengan tidur, mengobrol atau makan aneka bekal yang dibawa. Supir bus turun dan melakukan sholat. Setelah itu ia memasak air dengan api unggun dan membuat kopi....Waah , ingin juga ikut menikmati teh panas atau kopi panas, tapi tak ada orang berjualan di  petang yang sibuk ini. Jadi kami hanya bisa menatap supir yang asyik duduk bersila di halaman parkir, bersantai sambil menyeruput kopinya.
Alhamdulillah, bus kami berhasil meninggalkan parkiran jam 21.00 lewat , menjawab semua kegelisahan kami . Kami khawatir terlambat sampai di Muzdalifah dan kehilangan mabit.  Pada awalnya perjalanan tersendat, namun segela lancar setelah berpisah dengan rute para pejalan kaki. Hingga kami sampai di Muzdalifah hanya butuh wakrtu sekitar 1 jam.
Di tepi jalan raya yang berpagar kawat sangat tinggi, bus berhenti. Ada beberapa rombongan lain yang juga berhenti. Bagiku yang belum pernah berhaji, masih bertanya-tanya, seperti apa sebenarnya area mabit. Kami diajak memasuki wilayah sebelah dalam pagar dengan menerobos pagar yang telah jebol di bagian bawah. Sepertinya sengaja dijebol oleh seseorang atau sekelompok orang. Dan entah kapan menjebolnya, yang jelas itu menjadi pintu masuk kami dan banyak jamaah lain memasuki kawasan mabit.
Jalinan kawat pagar itu terangkat tidak lebih dari setengan meter, jadi kami harus membungkuk dan merangkak untuk melewatinya. Namun sisi dalam adalah tepian jalan yang miring, cukup curam, sekitar 30-45 derajat. Berpasir dan berkerikil, jadi kalau tidak hati-hati bisa tergelincir. Kasihan orang yang bertubuh besar dan orang tua, sungguh sulit bagi mereka melalui rintangan pintu masuk yang ilegal ini.
Di tanah air seumur-umur seingat saya tidak pernah melakukan menerobos pagar, tapi di tanah suci terjadi juga. Karena para ustadz melakukan, kami juga melakukan... Mestinya tidak berdosa ya...? hehe...
Bersambung.

3 comments:

  1. Bunda, doakan saya bisa naik haji dan ke Mudzdalifah spt bunda yah
    salam kenal

    ReplyDelete
  2. Salam kenal juga. Semoga allah mengabulkan cita-cita Rizka Farizal untuk berhaji di waktu muda, berziyarah ke Mekkah Al-Mukaromah dan madinah Al-Munawaroh.

    ReplyDelete
  3. Mabid di Muzdalifah adalah pengalaman y luar biasaa.. beratap langit ditempat berdebu..
    satu masa y tak bisa ditebus dengan harta dunia... :'(

    ReplyDelete