Tuesday, November 26, 2013

Save Or Broken


oleh: Kuni Hamda Abida (11thn)

 
          Siang itu, Cesa sedang berada di sekolah. Saat ini sedang pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), pak Alan sedang menerangkan tentang “Global Warming”. Anak-anak sangat serius mendengar penjelasan pak Alan, mereka takut jika ozon berlubang.
“Anak-anak, saat ini ozon sudah sangaaat tipis, sehingga gampang berlubang. Bayangkan jika ozon kita berlubang, apa yang terjadi?” jelas sekaligus tanya pak Alan.
“Kita akan mati pak!” jawab anak yang berambut pirang, itulah Cesa.
“haha...betul akhirnya bisa demikian.  Lalu, apa yang harus kita lakukan agar ozon tidak berlubang?” tanya pak Alan.
“Kalo’ berangkat sekolah naik sepeda ontel!” seru anak yang cantik itu lagi.
“Hahahahahahaha,” anak-anak tertawa semua.
“Iya, itu betul, tapi tidak harus sepeda, Boleh kendaraan apa saja asalkan tidak menyebabkan polusi,” jelas pak Alan.
“ Selain itu, kita harus banyak menanam pohon. Penghijauan akan mempertebal lapisan ozon”.


Bel pulang berbunyi. Anak-anak masih ingin mendengar penjelasan tentang ozon, tapi bel telah berbunyi, jadi mereka harus segera pulang.
“besok kita lanjutkan...”kata pak Alan.
Cesa dan anak-anak lainnya membaca do’a dan pulang. Cesa pulang dengan sahabatnya, Sari. Mereka pulang dengan berjalan kaki, walaupun rumah mereka agak jauh dengan sekolah.

Sampai di rumah, Cesa berganti baju, iapun segera menata buku dan belajar. Lalu, seseorang mengetuk pintu.
“ Sayang, bolehkah ibu masuk?” tanya ibu.
“ Boleh, bu,” jawab Cesa. Ibu masuk, ia melihat anaknya sedang belajar. Ibu tersenyum.
“ Nak, bolehkah ibu minta waktu sebentar untuk berbicara denganmu?” tanya ibu dengan baik hati.
“Tentu saja boleh,” jawab Cesa dengan senang hati.
“Ayah dan Ibu akan berkebun di halaman belakang, kamu mau membantu tidak?” tanya ibu.
“Aku mau! Aku mau! Tapi, aku kerjakan pr ini dulu ya...” jawab Cesa.
“Oke! Ayah dan Ibu tunggu di halaman belakang ya...” kata Ibu.
“Iya bu,” kata Cesa. Ibupun menutup pintu kamar Cesa dan kembali berkebun. Sedangkan Cesa masih kesusahan mengerjakan pr matematika.

“Aduuuh... masih 10 nomer lagi, aku berkebun dulu aja, baru aku kerjain lagi,” batin Cesa. Cesa pun pergi ke halaman belakang. Disana Cesa sudah melihat ayah dan ibu sedang menanam tanaman. Ayah menanam pohon, Ibu menanam buah yang merambat seperti semangka, dan melon. Kalau Cesa dapat tugas menanam aneka sayur mayur. Nanti kalau ayah dan ibu selesai, mereka akan membantu Cesa menanam sayur.

“ Berkebunnya seru ya yah “ kata Cesa.
“ Iya, ini namanya penghijauan untuk masa depan “ jawab ayah.
“ Sekalian melawan pemanasan global ya...” kata ibu.
“ Wah kok ibu tahu juga, itu pelajaran pak Alan kemarin “kata Cesa.
Mereka berkebun hingga sore. Sayur terakhir ditanam oleh Cesa. Cesa baru teringat, pr matematikanya belum selesai. Ia langsung mandi dan mengerjakan pr.
“Ibu!  Ibu!  Sini!” panggil Cesa.
“Ada apa nak, kok teriak-teriak, kelihatannya penting banget,” kata ibu.
“Bantuin Cesa mengerjakan pr,” kata Cesa. Lalu Cesa dan ibu belajar bersama, maksudnya mengerjakan pr sambil belajar bersama. Akhirnya pr dapat diselesaikan. Cesa, ayah, dan ibu makan bersama sambil berbincang-bincang.
“Cesa, bagaimana jika kamu setiap hari berangkat naik sepeda, bukan diantar naik sepeda motor?” tanya ayah.
“Memangnya kenapa?” tanya Cesa.
“Ya...kamu kan sudah besar,” jawab ayah.
“ O iya, sekalian mengurangi polusi ya yah” kata cesa ingat pelajaran pak Alan.
“Boleh aja, tapi beliin Cesa sepeda baru ya...” kata Cesa lagi.
“ Yang lama kan sudah kekecilan “
“Oke, besok saja beli sepedanya,” jawab ayah.

***
Sang penulis cilik
  
Esoknya sepulang Cesa sekolah...
“Ayo kita berangkat sekarang!” seru ayah. Maka keluarga itupun berangkat untuk membeli sepeda baru. Mereka berangkat dengan sepeda ontel milik ibu. Ayah duduk di depan yang menyetir, ibu duduk di belakang yang membonceng, dan Cesa duduk di depannya ayah.

Sampai di sana, Cesa langsung memilih-milih sepeda. Dia melihat berbagai macam warna sepeda, motif sepeda, dan keunikan-keunikan lainnya. Akhirnya, Cesa mendapatkan sepeda yang sangat ia inginkan. Sepeda itu berwarna oren polos, nanti ia yang melukis gambarnya sendiri. Setelah mantap Cesa akan membeli sepeda itu, ayah membayarnya. Lalu ayah pulang membonceng ibu, sedangkan Cesa pulang dengan sepeda barunya.

Keesokan harinya, Cesa bercerita pada Sari tentang pengalaman kemarin. Tentang berkebun, belajar sama ibu, dan membeli sepeda.  Sari pun tertarik dengan apa yang di ceritakan oleh Cesa. Sari juga ingin berangkat bersama Cesa menggunakan sepeda ke sekolah.

Hari ini pelajaran IPA pelajaran pertama. Pak Alan masuk kelas. Dia membaca salam dan memimpin berdo’a. Pak Alan membawa berita baru, murid-murid mulai besok diusahakan pergi ke sekolah menggunakan sepeda. Memang awalnya sudah ada yang menggunakan sepeda karena sadar lebih duluan tentang keadaan ozon kita, termasuk Cesa. Cesa pun merasa beruntung sudah memakai sepada sebelum pak Alan memberitahukan pengumuman ini. Pelajaran dimulai. Murid-murid meminta pak Alan untuk meneruskan pelajaran tentang ozon. Akhirnya pak Alan pun menyerah. Ia mengikuti apa yang murid-muridnya inginkan.

Pulangnya, ia menaiki sepeda barunya. Sampai di rumah, Cesa baru melukisi sepedanya. Dia menulis “Save Or Broken Earth” di sepedanya, agar kemanapun ia pergi, orang-orang bisa membaca tulisannya dan mulai menyadari pentingnya merawat bumi.

Setelah selesai melukis sepedanya, Cesa menonton tv. Ia melihat berita, iapun melihat pak Presiden menyuruh agar masyarakat menggunakan sepeda daripada kendaraan yang menyebabkan polusi. Ada beberapa masyarakat yang mengerti keadaan bumi dan ozon, ada pula yang tak peduli.

Padahal kalau gara-gara sebagian orang yang menyebabkan polusi seperti asap pabrik, pemakaian freon dan kendaraan yang berlebihan, lalu ozonpun bolong, maka yang yang terkena akibatnya juga seluruh umat manusia. Jadi jangan ragukan lagi, kurangi polusi, banyakkan udara sehat. Meskipun ini tidak akan menambah tebal ozon kita, tapi ini tidak akan membuat ozon kita berlubang.
So, up to you, Save Or Broken?


Keterangan: 
Cerpen ini ditulis putriku saat ia kelas 5 SD. Hingga kini Hamda masih setia mengendarai sepeda ke sekolah yang berjarak 5 km dari rumah, pada hari Sabtu saja. Senin-jum'at masih diantar jemput lantaran ia pulang jam 17.00 atau jam 20.00 wib. Seperti yang pernah saya cerita di postingan ini .

Sebenarnya saat sejak kecil anak dibangun kesadarannya untuk mencintai bumi, akan terpatri lebih dalam dan lama hingga menjadi karakter. Semoga dengan demikian akan terlahir generasi yang lebih bijak dalam memelihara bumi demi kelangsungan dan keselarasan hidup umat manusia dan alam.

6 comments:

  1. Wow, keren bgt mak baru kelas 5 SD tulisannya udah bagus :D

    Semoga suatu saat nanti jadi penulis hebat yah :)

    ReplyDelete
  2. sekarang hamda sudah 15 tahun mak. sudah gak sempat menulis cerita. kumpulan cerpennya saya bongkar dari arsip mana saat ia masiih kelas 5-6 sd.
    makasih doanyanya...

    ReplyDelete
  3. wah,,kelas 5 sd bikin cerpen kyk bgini,,wow,,skrg msh hobi nulis jg ngga mak,,tmbah bagus pasti ya,,

    ReplyDelete
  4. hebat anaknya mbak..., semoga gedenya jadi penulis beneran dan cinta lingkunagan....
    aamiin....

    ReplyDelete
  5. Mak tita kurniawan dan mak Nova Novili...makasih kunjungan dan doanya. sekarang juga masih suka tapi tidak segiat dulu.

    ReplyDelete
  6. kereen sekali masih kecil sudah jago bikin cerita, top deh...semangat terus ya hamda :)

    ReplyDelete