Thursday, December 26, 2013

KETULUSAN NON VERBAL



“Istri saya pergi dari rumah bu...”
“Bagaimana awal mulanya? Kan tidak mungkin tanpa sebab dia pergi dari rumah?”
“Tadi pagi dia bikin minum untuk saya. Memberikan dengan wajah cemberut dan agak kasar meletakkan gelasnya. Saya bilang: kalau nggak rela membuatkan minum, nggak usah membuatkan minum untuk saya selamanya. Lalu ia marah...”
“Trus ia langsung pergi dari rumah?’
“Tidak, dia lalu membantah, mengungkit beberapa hal. Kami lalu perang mulut dengan beberapa topik masalah kami selama ini. Trus saya bilang, kalau kamu nggak kerasan di rumah ini, nggak nurut dengan saya, pulang saja ke rumah orang tuamu. Trus dia beres-beres dan pergi dari rumah saat saya di tempat kerja....’
Kami berdialog sore itu, suami ini menyadari saat pulang kerja, istri dan anaknya telah angkat kaki. Eh saya tidak melanjutkan kisah ini, lain kali saja ya dalam bahasan yang lain.

Yang ingin saya angkat adalah pemicu ledakan rumah tangga itu, pada kalimat:
“Tadi pagi dia bikin minum. Memberikan dengan wajah cemberut dan agak kasar meletakkan gelasnya....”
Saya tidak (hanya) sedang menyalahkan istri, karena kesalahan ada pada keduanya. Memang dalam konflik rumah tangga, tak mungkin hanya satu fihak 100% benar dan fihak lain 100% salah. Semua punya andil kesalahan, hanya prosentasenya bergeser dari waktu ke waktu. Adakalanya besar di suami, adakalanya besar di pihak istri.
Sekarang saya sedang bicara kepada para istri dulu. Untuk para suami, biarlah suami saya yang bicara dalam Wonderful Husband.

Wahai para istri, hati-hati dengan sikap non verbal. Jangan sampai sikap non verbal mempengaruhi kualitas hubungan dengan suami menjadi negatif.
Apa sih yang dimaksud komunikasi non verbal? Karena saya bukan ahli teorinya, maka saya kutipkan dari mas Wikipedia:

“ Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.
Para ahli di bidang komunikasi nonverbal biasanya menggunakan definisi "tidak menggunakan kata" dengan ketat, dan tidak menyamakan komunikasi non-verbal dengan komunikasi nonlisan. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi nonverbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara tergolong sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal juga berbeda dengan komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal ataupun nonverbal.” dari link  ini


Adalah penelitian menarik yang dilakukan oleh Albert Mahrabian(1971) yang menyimpulkan bahwa ternyata oh ternyata dalam komunikasi, tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang hanya 7% yang berasal dari bahasa verbal. Selebihnya 38% dari vocal suara. Yang dominan adalah dari ekspresi wajah karena mencapai 55%. Ini yang perlu diperhatikan, masih menurut Albert mahrabian, jika terjadi pertentangan antara apa yang diucapkan seseorang dengan perbuatannya, orang lain cenderung mempercayai hal-hal yang bersifat nonverbal.


Whoi...luar biasa ya pengaruh bahasa non verbal nih. Nah ayo kita gunakan untuk mengekspresikan kebaikan. Berlatih menggunakan bahasa tubuh baik raut wajah, senyuman, gerakan kepala, pancaran mata, gerak tangan, gerak-gerik tubuh, untuk mengungkapkan perasaan, isi hati, isi pikiran, kehendak dan sikap kita. O ya bahkan cara kita bernafas, menunjukkan situasi hati emosi kita.

Ada ungkapan yang saya temukan di sebuah buku: kamu adalah cara kamu bernafas. Ada benarnya juga ya. Emosi seseorang mempengaruhi cara bernafasnya. Namun emosi juga bisa dikendalikan dengan mengendalikan pernafasan.

Tindakan atau perbuatan memang bukan pengganti kata-kata. Namun ia dapat menghantarkan makna. Misalnya tadi meletakkan minuman dengan kasar, mungkin saat mengaduknya sudah klutik-klutik ribut. Prilaku membanting pintu, menggebrak meja atau meletakkan peralatan dapur dengan keras. Jika hubungan suami istri sedang enak dan nyaman, ada suara glodakan di dapur atau pintu yang berdebam keras, mungkin tak akan menimbulkan efek suudzon alias negatif thinking. Tapi pada saat situasi sedang tegang, helaan nafas saja terasa cukup mengganggu.

Ayo kita perhatikan pendapat Mark Knapp (1978) menyebut bahwa penggunaan bahasa nonverbal dalam berkomunikasi juga memiliki fungsi untuk:
·        Meyakinkan apa yang diucapkannya (repetition)
·        Menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata (substitution)
·        Menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity)
·        Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum sempurna.

Naah, sebenarnya kalau kita menyadari, justru bisa menset bahasa non verbal untuk meraih perhatian dan cinta suami. Membumbui hubungan kita dengan kesan manis ungkapan non verbal.

“Suami saya tidak bisa diajak bicara lagi bu...” demikian curhatan seorang istri.
Jangan putus asa, masih ada peluang. Kata-kata, itulah keterbatasan bahasa verbal. Adapun bahasa non verbal, ia akan mengalir terus 24 jam. Disengaja maupun tidak. Bahasa verbal bisa terputus atau tersekat, namun peluang bahasa non verbal terus terbuka. Suami punya dua pasang telinga, bukan hanya untuk mendengarkan suara dari mulut istri, namun juga suara helaaan nafas kita yang teratur. Punya mata untuk melihat senyum dan kesungguhan kita, punya kulit untuk merasai belaian dan pijitan istri. Punya lidah untuk mencepat lezatnya sajian istri. Punya hati untuk menghargai sebentuk hadiah kecil dari istri.

Whoi... jangan bilang saya tak adil karena menuntut istri melakukan yang terbaik, termasuk dalam ketundukan bahasa non verbal. Setiap orang menanggung amal perbuatannya. Di dunia ini hanya tengah diuji untuk melakoni perannya. Jadi mari menjadi istri yang menyenangkan, lengkap dengan bahasa non verbal kita.

Terakhir, saya masih percaya pada sunatullahnya cermin. Cermin hanya memantulkan apa atau siapa yang bercermin. Cermin memberikan yang sepadan. Terkadang sikap dan respon negatif seseorang, apakah itu pasangan kita atau orang lain, bisa jadi disebabkan oleh umpan negatif. Umpan verbal maupun non verbal. Umpan non verbal ini yang acapkali lengah dari penyadaran.

Masalah mungkin muncul jika cermin retak, dan memantulkan bayangan yang rusak dan menimbulkan kesalahfahaman. Tak perlu menyalahkan setan dalam berbagai wujudnya yang fungsinya memang merusak hubungan. Kita kuatkan saja diri sendiri. Kebeningan hati dan niat tulus untuk membangun hubungan sejati, semoga bisa memperbaiki cermin rusak, agar utuh kembali.
Tak lupa ya, selalu berdoa agar Yang di atas sana, selalu membinbing kita, amin.

O,ya boleh kok melengkapi secuil bahasan yang terasa ‘cekak aos’ ini lantaran kekurangan dan kebodohan penulisnya. Silahkan tulis di kolom komentar.
Sumber sebagian diambil dari sini.

Artikel tentang keluarga juga bisa dilihat di http://ida-nurlaila.blogspot.com/2013/12/istri-ngeyel-akankah-disukai-suami.html

5 comments:

  1. lagi2 postingan yang cantik Mak.. bismillah saya masih harus banyak belajar bahas nonverbal ini... :D

    ReplyDelete
  2. Tulisan yg menarik mbak, saya musti bnyk belajar juga inih :D

    ReplyDelete
  3. Makasih mak Riski dan Ra Atthamir. atas kunjungannya. saya juga terus belajar...yuuk belajar bersama haha

    ReplyDelete
  4. keren mak Ida ulasannya ^^ seringkali komunikasi non verbal lebih 'berbicara' dibanding komunikasi verbal ya mak :p

    ReplyDelete
  5. iya betul mak...makasih kunjungannya

    ReplyDelete